Ombudsman: Pelayanan Publik di Sultra masih Buruk, Maladministrasi Tinggi

  • Bagikan
Kepala Ombudsman Sultra, Mastri Susilo. (Foto: Riswan/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Dugaan maladministrasi masih tinggi di Provinsi Sulawesi Tenggara. Catatan Ombudsman Sultra sepanjang 2019 tertanggal 1 Januari sampai 18 Desember, pihaknya menerima 136 laporan dari masyarakat.

Ombudsman Sultra menerima total laporan masyarakat berjumlah 136, sebanyak 42 laporan di antaranya selesai, artinya ada 104 laporan masih proses penyelesaian.

Secara rinci semua laporan tersebut menyangkut substansi agraria pertanahan 22 laporan, lembaga pendidikan negeri 22 laporan, sumber daya alam dan energi 15 laporan, kepegawaian 15 laporan, perdesaan 14 laporan, kepolisian 13 laporan, pengadaan barang dan jasa 12 laporan, perbankan tiga laporan, kejaksaan dua laporan, kesehatan dua laporan, ketenagaankerjaan dua laporan, lembaga permasyarkatan dua laporan, lingkungan hidup dua laporan, listrik dua laporan, perizinan (PTSP) dua laporan, air minum satu laporan, bea dan cukai satu laporan, kesejahteraan sosial satu laporan, perhubungan/infrastruktur satu laporan, transmigrasi satu laporan, dan substansi transportasi satu laporan.

Dugaan maladministrasi termasuk masih tinggi di Sultra. Tiga tertinggi kasus ini, yaitu penyimpangan prosedur 76, penundaan berlarut 29, dan permintaan imbalan uang, barang, dan jasa 10.

Foto bersama usai konferensi pers catatan akhir tahun 2019 Ombudsman Sultra. (Foto: Dok.Sultrakini.com)
Foto bersama usai konferensi pers catatan akhir tahun 2019 Ombudsman Sultra. (Foto: Dok.Sultrakini.com)

Catatan akhir tahun Ombudsman Sultra menunjukkan, rendahnya kepatuhan/implementasi standar pelayanan mengakibatkan berbagai jenis maladministrasi berikutnya yang didominasi oleh pelaku aparatur atau secara sistematis terjadi di instansi pelayanan publik.

Misalnya, ketidakjelasan prosedur, ketidakjelasan jangka waktu layanan, pungli, korupsi, ketidakpastian layanan perizinan investasi, dan kesewenang-wenangan. Pada akhirnya, kepercayaan publik terhadap aparatur dan pemerintah menurun yang berpotensi mengarah pada apatisme publik.

Sejauh ini, Ombudsman Sultra mensurvai sembilan kabupaten/kota dari 17 wilayah di Sultra. Pihaknya mengaku, keterbatasan anggaran menjadi faktor belum semua wilayah terpantau. Namun, pada 2020 ditargetkan semua wilayah di Sultra masuk dalam survei Ombudsman.

Di antara kasus-kasus di atas, Kota Kendari menjadi wilayah terbanyak pelapornya berjumlah 71, begitu juga terlapornya berjumlah 88.

“Kita liat secara umum layanan publik di Sultra belum dikatakan baik, dari sembilan kabupaten/kota-baru tiga hijau (baik),” ucap Kepala Ombudsman Sultra, Mastri Susilo, Kamis (19/12/2019).

Tiga wilayah hijau yang dimaksud Susilo adalah Kota Kendari, Kabupaten Bombana, dan Kabupaten Konawe Selatan. Sementara enam wilayah lainnya masuk zona kuning hingga merah, yakni Baubau (kuning), Kolaka Utara (kuning), Konawe (merah), Kolaka (merah), Muna (merah), dan Buton Utara (merah).

Susilo mengaku, terdapat beberapa pemerintahan yang ketika diklarifikasi langsung merespon cepat untuk memperbaikinya, sehingga pihaknya belum pernah memanggil secara paksa atau klarifikasi sampai berulang-ulang dengan memberikan tanggapan.

Ombudsman juga mengimbau, masyarakat tidak segan melaporkan terkait ketidakmaksimalan pelayanan publik.

“Di 2020, masyarakat semakin berani untuk melaporkan permasalahan pelayanan publik dan menyelanggarakan pelayanan publik berkualitas sesuai standar pelayan publik tentunya,” ucapnya.

Laporan: Riswan
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan