Pandemi Covid-19 Pengaruhi Empat Subsektor yang Membangun Nilai Tukar Petani Sultra Turun

  • Bagikan
Perkembangan nilai tukar petani di Sultra pada April 2020. (Foto: Ist)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga perdesaan di Provinsi Sulawesi Tenggara pada April 2020, tercatat nilai tukar petani mengalami penurunan 1,66 persen, dibandingkan Maret 2020, yaitu dari 97,28 menjadi 95,67.

“Hal ini disebabkan terjadi penurunan pada subsektor tanaman hortikultura sebesar 1,94 persen, perkebunan rakyat 3,04 persen, subsektor peternakan 0,93 persen, dan subsektor perikanan sebesar 1,45 persen,” jelas Kepala BPS Sultra, Mohammad Edy Mahmud, Senin (4/5/2020).

Nilai tukar petani menurut subsektor yang mengalami penurunan. Pertama, NTP subsektor hortikultura (NTPH) pada April 2020 turun 1,94 persen karena disebabkan indeks harga yang diterima petani turun sebesar 1,54 persen, lebih rendah dibandingkan indeks harga yang dibayar petani yang naik sebesar 0,41 persen.

Turunnya indeks harga yang diterima petani disebabkan turunnya indeks harga subkelompok sayur-sayuran dan buah-buahan masing-masing 3,57 persen dan 0,03 persen.

“Pengaruh turunnya harga komoditas subkelompok sayur-sayuran, antara lain cabai hijau 10,95 persen, cabai merah 10,70 persen, dan ketimun 6,67 persen. Sedangkan turunnya harga komoditas subkelompok buah-buahan, antara lain rambutan 11,08 persen, langsat 3,18 persen, dan semangka 2,21 persen,” ujar Edy.

Naiknya indeks harga yang dibayar petani disebabkan oleh naiknya indeks konsumsi rumah tangga sebesar 0,43 persen dan kenaikkan indeks biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPBM) sebesar 0,03 persen.

Kedua, NTP subsektor tanaman perkebunan rakyat (NTPR) pada April 2020 mengalami penurunan sebesar 3,04 persen, disebabkan indeks harga yang diterima petani mengalami penurunan 2,68 persen, lebih rendah dari pada kenaikkan indeks harga yang dibayar petani yang naik 0,38 persen.

Turunnya indeks harga yang diterima petani disebabkan oleh turunnya indeks subkelompok tanaman perkebunan rakyat 2,68 persen akibat turunnya harga beberapa komoditas, di antaranya nilam 8,63 persen; kemiri 4,41 persen; cengkeh 2,98 persen, dan kakao/cokelat biji 2,59 persen. Sedangkan naiknya indeks harga yang dibayar petani disebabkan oleh naiknya indeks konsumsi rumah tangga 0,42 persen dan indeks BPPBM sebesar 0,03 persen.

Ketiga, NTP peternakan (NTPT) April 2020 turun sebesar 0,93 persen, disebabkan indeks harga yang diterima petani turun sebesar 0,64 persen dan indeks harga yang dibayar petani naik 0,30 persen. Turunnya indeks harga yang diterima petani disebabkan oleh turunnya indeks subkelompok unggas 2,94 persen dan ternak besar 0,40 persen.

Pengaruh turunnya harga komoditas subkelompok unggas, antara lain ayam ras pedaging 3,68 persen, dan ayam ras petelur 2,18 persen. Sedangkan subkelompok ternak besar juga turun, yakni sapi potong sebesar 0,42 persen.

Sedangkan naiknya indeks harga yang dibayar petani disebabkan oleh naiknya indeks BPPBM sebesar 0,01 persen dan indeks konsumsi rumah tangga 0,43 persen.

Keempat, NTP Perikanan (NTNP) April 2020 turun sebesar 1,45 persen, disebabkan indeks harga yang diterima petani mengalami penurunan sebesar 1,14 persen, sedangkan indeks harga yang dibayar petani naik 0,31 persen.

“Turunnya indeks harga yang diterima petani disebabkan oleh turunnya indeks subkelompok penangkapan ikan sebesar 1,00 persen dan subkelompok budidaya ikan sebesar 1,65 persen. Naiknya indeks harga yang dibayar petani disebabkan naiknya indeks konsumsi rumah tangga 0,50 persen dan indeks BPPBM yang turun sebesar 0,01 persen,” tambah Edy.

Untuk diketahui, perubahan Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) mencerminkan perubahan nilai konsumsi rumah tangga di wilayah perdesaan. Pada April 2020, sebanyak 23 provinsi dilaporkan mengalami inflasi perdesaan. Sedangkan terdapat sebelas provinsi mengalami deflasi perdesaan.

Provinsi yang mengalami inflasi perdesaan tertinggi adalah Provinsi Sulawesi Utara sebesar 1,19 persen disusul Provinsi Maluku 1,17 persen, dan Provinsi Papua sebesar 1,11 persen. Sedangkan provinsi mengalami deflasi perdesaan terdalam adalah Provinsi Aceh sebesar 0,60 persen disusul Provinsi DKI Jakarta 0,42 persen, dan Provinsi Jambi 0,33 persen.

Laporan: Wa Rifin
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan