Pembahasan RTRW di Konsel Dinilai Lambat

  • Bagikan
ilustrasi

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Pembahasan rancangan peraturan daerah (Raperda) Revisi Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara belum juga diselesaikan, meski raperda beberapa kali diagendakan pembahasannya, pergantian ketua dan mendapatkan surat rekomendasi dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia.

Akibat belum ditetapkannya RTRW menyebabkan sejumlah investasi asing maupun nasional yang akan masuk di wilayah Konsel terhambat. Padahal, apabila disepakati dan perusahaan masuk diyakini menyerap puluhan hingga ribuan tenaga kerja termasuk tenaga kerja lokal.

Kepala Bappeda Konsel, Ichsan Porosi, mengatakan secara administrasi dokumen perencanaan revisi tata ruang wilayah tersebut rampung dan diusulkan ke dewan. Namun, tidak kunjung diagendakan pembahasannya.

Ichsan menilai, pembahasan Raperda terkait revisi RTRW yang diajukan Pemda Konsel kepada DPRD Konsel tidak ada kemajuan sejak diajukkan pada 2019.

Pedahal dari Pemda sendiri, kata Ichsan, terus mempertanyakan progres pembahasannya. Namun tetap saja tidak ada kejelasan dari pihak DPRD Konsel dalam hal ini Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) yang terbentuk.

“Sudah berapa kali dipertanyakan di sana (DPRD), tidak jelas alasannya apa. Padahal kita ajukan sejak November 2019. Bapemperda pun terbentuk, malah dua kali dilakukan pergantian ketua Bapemperda. Kami melihat dari kaca mata Pemda, barang ini (revisi RTRW) jalan di tempat. Mestinya tidak harus selama itu. Seharusnya ada protab, kalau tidak salah itu setelah kita serahkan, sudah bisa mulai dibahas,” jelasnya, Selasa (23/6/2020).

Menurutnya, jika revisi RTRW menjadi Perda, banyak manfaat bisa didapatkan daerah, misalnya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan serapan tenaga kerja lokal. Pasalnya, dalam rancangan itu terdapat dua kecamatan, yakni Palangga Selatan dan Moramo yang bakal menjadi kawasan pertambangan.

Sebelumnya memang belum ada kawasan pertambangan dalam RTRW Konsel. Meski itu tidak terlalu urgen, ada beberapa unsur atau rancangan lain yang menjadi pendukung.

“Perekonomian akan hidup, pendapatan meningkat. Termasuk pendapatan daerah dalam hal ini pajak. Sudah ada empat smelter yang mau masuk, coba bayangkan kalau satu smelter saja bisa menyerap sampai 1.500 tenaga kerja, pasti tidak akan ada pengangguran. Itu baru dari sisi tenaga kerja. Setahu saya bukan cuman perusahaan pertambangan yang mau masuk, ada juga beberapa perusahaan pabrik kelapa dan perkebunan yang mau masuk. Mereka semua ini membutuhkan Amdal. Tapi untuk membuat Amdal itu semua tergantung pada rancangan RTRW itu sendiri. Jadi semua tertahan di situ,” ujar Ichsan.

Kepala DPM-PTSP Konsel, I Putu Darta. (Foto: Hasrul Tamrin/SULTRAKINI.COM)

Sementara itu, Kepala Dinas DPM-PTSP Kabupaten Konsel, I Putu Darta, menambahkan terdapat sejumlah alasan sehingga Pemda harus merevisi RTRW untuk segera dijadikan Perda. Mulai dari masuknya perusahaan pembangkit listrik DSSP Power di Moramo Utara hingga wilayah Konsel yang berpotensi di sektor pertambangan dan perkebunan serta kawasan perdesaan.

“Memang dalam revisi RTRW ini bukan hanya persoalan karena mau masuk beberapa perusahaan, itu kecil sekali kalau kita berbicara seperti itu. Tetapi yang paling penting dengan keluarnya RTRW ini adalah adanya proyek strategis seperti DSSP Power perusahaan pembangkit listrik yang ada di Moramo Utara. Perusahaan ini lolos karena kita pelajari dari penetapan mereka dalam RPJM Nasional sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN),” terangnya, Selasa (23/6/2020).

Kata I Putu Darta, DSSP Power memang ada dalan master plan PLN. Namun, dalam RTRW Konsel tidak ada sehingga perlu ada revisi untuk kemudian masuk dalam RTRW.

“Ada juga karena ada penurunan status hutan, kalau kita tidak segera revisi ada beberapa kawasan perdesaan kita yang masuk kawasan nasional, contohnya di Rawa Aopa. Kalau tidak direvisi berarti masih ada sebagian desa kita masuk dalam kawasan konservasi. Kemudian juga kita memang tidak punya kawasan industri pertambangan di Konsel. Kalau kita bicara RTRW yang ada sekarang, silakan cari ada tidak kawasan pertambangan karena pada saat penyusunan RTRW tahun 2009 kita tidak pernah masukan yang namanya tambang. Tambang kan baru buming (tren) sekitar 2013,” ucapnya.

Menurutnya, Konsel berpotensi sebagai area pertambangan sehingga RTRW harus direvisi. Sebab, sejumlah investor dikabarkan bakal masuk ke Konsel, terutama sektor pertambangan, perkebunan, dan pabrik yang meminta perizinan di DPM-PTSP.

“Menurut saya dibahas saja RTRW-nya, nanti dari pembahasan itu kita tahu mana yang tidak disetujui. Kalau tidak dibahas kita tidak tahu mana yang tidak disetujui. Seharusnya dibahas dulu nanti mana yang tidak disetujui, nanti dikonsultasikan sama pemerintah dan dikaji lagi,” tambahnya.

Ketua DPRD Konsel Irham Kalenggo. (Foto: Ist)

Ketua DPRD Konsel, Irham Kalenggo menepis terkait terhambatnya pembahasan RTRW. Dia mengaku pembahasan RTRW berjalan sejak sebulan terakhir.

“Bukan terhambat tapi sementara berproses, hanya saja di RTRW ini tidak bisa disulap, butuh proses panjang dan saat ini sementara bahas,” ucapnya, Rabu (24/6/2020).

Namun, saat ditanya perkembangan pembahasan, Irham tidak mengetahuinya. “Saya belum tahu perkembangannya karena teman-teman Bapemperda yang bahas. Dari dua atau tiga minggu lalu kah sudah mulai dibahas, hanya kan ini tidak tiap hari karena DPRD ini kan banyak agendanya,” sambungnya.

Ia juga mengaku terkait pembahasan RTRW tersebut sudah melibatkan beberapa OPD terkait dan menargetkan rampung pada November mendatang.

“Bagaimana mau diundang, mereka ini kan sementara membahas kurang lebih satu bulan, artinya suratnya sudah dari dulu dilayangkan,” ujarnya.

Lain lagi, Ketua Bapemperda DPRD Konsel, Saripuddin Parewusi. Ia mengaku salah satu penyebab lambannya pembahasan rancangan RTRW dikarenakan belum lama ini pihak DPRD harus terlebih dulu melakukan monitoring dan evaluasi (Monev) terkait Laporan Keterangan dan Pertanggungjawaban (RKPJ) bupati yang harus diselesaikan.

“Insya Allah hari Senin depan kita bahas kembali terkait RTRW ini. Baru-baru saya komunikasikan dengan teman-teman,” kata Saripuddin.

Molornya pembahasan rancangan RTRW itu, lanjutnya dikarenakan adanya pergantian ketua Bapemperda sebelumnya, yakni Djoko Suprihatin dari fraksi Partai Gerindra yang mengundurkan diri. Kedua, terkait dokumennya yang baru masuk sehingga dinilai perlu pendalaman materi bersama anggota supaya diketahui bersama.

“Nah, kemudian baru bisa dibahas bersama OPD terkait, sehingga telat dibahas. Saya sudah komitmen dengan anggota lainnya Insya Allah ini bisa dibahas secara objektif secepatnya dengan OPD terkait,” jelasnya.

Terkait adanya dugaan pro-kontrak di internal DPRD dalam pembahasan RTRWi, dirinnya menepis hal itu. Hanya saja mengharapkan anggota DPRD khususnya Bapemperda bisa membahas raperda tersebut secara objektif dan profesional.

“Terkait bisa dikatakan lama karena relatif juga kalau dikatakan lama, di luar dari Raperda RTRW ini karena ada Perda yang lain juga sebelum-sebelumnya, ada yang sampai satu dua tahun, jadi tidak bisa dikatakan lambat, biarkan dia berproses,” tambahnya.

Hanya saja ia menekankan dalam pembahasan RTRW tersebut harus terdapat beberapa hal yang menjadi indikator pertimbangan, yakni tidak bertentangan dengan aturan-aturan lainnya dan asas manfaat dari raperda itu sendiri.

“Itu yang perlu diperhitungkan juga dalam pembahasan ini,” ujarnya. (B)

Laporan: Hasrul Tamrin
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan