Pembangunan Infrastruktur Milik Siapa?

  • Bagikan
Risnawati, STP.Foto:ist

Sultrakini.Com: Kerap mendapatkan pertanyaan dari berbagai kalangan mengenai manfaat gencarnya pembangunan infrastruktur di tanah air, saat memberikan sambutan dalam acara Sarasehan Nasional DPD-RI di Gedung Nusantara 4 MPR/DPR/DPD, Presiden Joko Widodo memberikan jawaban yang lugas dan tegas.

Presiden menjelaskan alasan kenapa  pembangunan infrakstruktur saat ini tidak lagi Jawa sentris tapi Indonesia sentris. “Membangun dari pinggiran, membangun dari pulau-pulau terluar, ya karena daerah-daerah sangat membutuhkan itu,” ujar Presiden.

Jalan trans Kalimantan, trans Sumatra, trans Papua adalah contoh infrastruktur yang dibangun agar mobilitas orang dan mobilitas barang lebih cepat dan harga bahan pokok menjadi semakin murah di berbagai kawasan di Indonesia.

“Kita bangun agar ketimpangan infrastruktur antara Indonesia bagian barat, tengah, dan timur itu menjadi seimbang,” tegasnya di hadapan para anggota DPD yang hadir pada Jumat, 17 November 2017.

Jakarta – Pemerintahan Jokowi-JK gencar membangun infrastruktur di seluruh Indonesia. Dana pemerintah pun tak cukup untuk memenuhi biaya proyek. Alhasil pemerintah membuka diri untuk mengajak pihak swasta ikut mendanai.  Sudah ada beberapa strategi dari pemerintah dengan mengeluarkan produk investasi yang ditawarkan kepada swasta. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turut membantu dengan menyediakan peraturannya.

Salah satu instrumen investasi untuk proyek infrastruktur yang paling baru adalah Dana Investasi Infrastruktur Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (Dinfra). OJK pun telah mengeluarkan aturan terkait yang tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) nomor 52/POJK.04/ 2017.

“Produk Dinfra ini adalah instrumen yang peraturannya sudah kita keluarkan sejak 2017. Itu untuk mendorong pembangunan infrastruktur di Indonesia. Ini untuk melengkapi instrumen yang sudah ada yang bentuknya KIK (Kontrak Investasi Kolektif), ada EBA ada DIRE ada RDPT juga,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal/ Dewan Komisioner OJK, Hoesen di Sheraton Grand Gandaria City Hotel, Jakarta, Kamis (3/5/2018).

Salah Kelola

Infrastruktur kembali menjadi prioritas dalam kerangka pembangunan nasional,  terutama sejak dimulainya era kepemimpinan Presiden Jokowi. Hal tersebut tercermin dalam paket-paket kebijakan ekonomi yang hingga sekarang sudah mencapai sebanyak duabelas paket kebijakan ekonomi. Pembangunan infrastruktur tersebut dalam rangka mendukung agenda prioritas kedaulatan pangan, kedaulatan energi, kemaritiman, pariwisata, dan industri. Urgensi pembangunan infrastruktur ini adalah dalam rangka meningakatkan laju pertumbuhan ekonomi menuju pembangunan nasional.

Infrastruktur berperan penting sebagai penunjang pembangunan karena ia mempunyai peran vital dalam mewujudkan pemenuhan hak dasar rakyat seperti pangan, sandang, papan, rasa aman, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Dengan demikian, dapat dikatakan infrastruktur adalah modal esensial masyarakat yang memegang peranan penting dalam mendukung ekonomi, sosial-budaya, dan kesatuan dan persatuan yang mengikat dan menghubungkan antar daerah.

Meskipun pembangunan infrastruktur dalam suatu negara adalah sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi. Masalahnya, dari mana sumber dana pembangunan proyek infrastruktur ini berasal?

Bagaimana Pandangan Islam?

Dikutip dari www.voa-islam.com, terdapat empat aturan umum terkait pembangunan infrastruktur publik dalam Islam. Pertama, pembangunan infrastruktur adalah tanggung jawab negara. Kedua, adanya kejelasan terkait kepemilikan, pengelolaan kepemilikan, termasuk distribusi barang dan jasa di tengah-tengah masyarakat, juga kepastian jalannya politik ekonomi secara benar. Ketiga, rancangan tata kelola ruang dan wilayah dalam negara khilafah didesain sedemikian rupa sehingga mengurangi kebutuhan transportasi. Keempat, pendanaan pembangunan infrastruktur khilafah berasal dari dana Baitul Mal, tanpa memungut sepeser pun dana masyarakat. Hal itu sangat memungkinkan karena  kekayaan milik umum dan kekayaan milik negara memang secara riil dikuasai dan dikelola oleh negara.

Terkait dengan poin keempat, masalah pembiayaan. Indonesia yang saat ini tengah gencar-gencarnya melakukan pembangunan infrastruktur mengalami kendala dalam hal pendanaannya. Alokasi dana infrastruktur dalam APBN tidak bisa mencukupi keseluruhan dana pembangunan yang dibutuhkan. Oleh karena itu, dalam paket kebijakan ekonominya, Presiden Jokowi berupaya menambah pendanaan infrastruktur melalui penarikan investor-investor asing.

Persoalan dana pembangunan proyek infrastruktur termasuk di dalamnya infrastruktur transportasi tidaklah akan menjadi masalah ketika sistem ekonomi yang digunakan oleh suatu negara adalah sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi Islam meniscayakan sebuah negara mengelola seluruh kekayaan yang dimilikinya sehingga mampu membangun infrastuktur yang dibutuhkan untuk kemaslahatan publik. Dengan pengelolaan kekayaan umum (milkiyyah ‘ammah) dan kekayaan negara (milkiyyah daulah) yang benar berdasarkan Islam, menjadikan sebuah negara mampu membiayai penyelenggaraan negara tanpa harus ngutang, termasuk untuk membangun infrastruktur transportasinya.

Kondisi ini berbanding terbalik dengan sistem ekonomi yang kapitalistik seperti sekarang ini yang berujung dan bertumpu pada investor swasta sehingga tidak hanya sibuk memikirkan berapa besar investasi yang diperlukan, dari mana asalnya tapi juga harus berpikir keras bagaimana mengembalikan investasi bahkan menangguk keuntungan dari proyek tersebut. Sistem ekonomi kapitalistik tidak berprinsip bahwa pengadaan infrastruktur negara adalah bagian dari pelaksanaan akan  kewajiban negara dalam melakukan pelayanan (ri’ayah) terhadap rakyatnya. Karenanya, sistem ekonomi kapitalistik ini bukan hanya sistem ekonomi yang salah, bahkan ini adalah sistem yang rusak.

Dengan demikian jelaslah hanya Sistem Ekonomi dan Politik Islam lah yang menjamin pembangunan infrastruktur negara bagi rakyatnya, dan sistem ekonomi dan politik Islam ini hanya dapat terlaksana secara paripurna dalam bingkai Khilafah Islam sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, para khulafaur rasyidin hingga khilafah utsmaniyyah. Wallahu a’lam bishshawab.

 

Oleh: Risnawati, STP

(Staf Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kolaka)

  • Bagikan