Penamaan Bahasa Indonesia di Ruang Publik Perlu Dibenahi

  • Bagikan
Kepala Kantor Bahasa Sultra, Sandra Safitri Hanan memberikan materi kepada peserta Penyuluhan Penggunaan Bahasa Media Luar Ruang, Selasa (18/6/2019). (Foto: Maykhel Rizky/SULTRAKINI.COM)
Kepala Kantor Bahasa Sultra, Sandra Safitri Hanan memberikan materi kepada peserta Penyuluhan Penggunaan Bahasa Media Luar Ruang, Selasa (18/6/2019). (Foto: Maykhel Rizky/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Kepala Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Sandra Safitri Hanan, menerangkan banyak pihak dalam penggunaan penamaan-penamaan bahasa Indonesia di ruang publik belum paham, bahkan terkesan asal-asalan.

“Penamaan rupabumi yang tidak boleh menggunakan bahasa asing, harus mengutamakan bahasa Indonesia atau bahasa lokal, boleh bahasa asing tapi dia berada di bawahnya,” ujar Sandra dalam materinya di Penyuluhan Penggunaan Bahasa Media Luar Ruang di Kantor Bahasa Sultra, Selasa (18/6/2019).

Penamaan-penamaan bahasa Indonesia di ruang publik yang kurang dipahami, dikatakan Sandra misalnya lokasi foto di Kabupaten Kolaka dengan tulisan cacao city.

“Itu kan tidak memperkenalkan wajah Indonesia karena lebih banyak bahasa asing, yang sebenarnya juga salah misalnya penulisan “soap” ubi pada rumah makan,” lanjutnya.

Permendagri juga mengeluarkan aturan dalam penamaan rupabumi, seperti tertuang dalam Permendagri Nomor 39 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pembakuan Nama Rupabumi.

Aturan ini menjelaskan, pembakuan adalah proses penetapan nama rupabumi yang baku oleh lembaga yang berwenang baik secara nasional maupun internasional. Sedangkan rupabumi adalah bagian dari permukaan bumi yang dapat dikenal identitasnya sebagai unsur alam dan unsur buatan manusia, misalnya sungai, danau, gunung, tanjung, desa, dan bendungan.

Nama rupabumi merupakan nama yang diberikan pada unsur rupabumi.

Di aturan ini menyebutkan, pembakuan nama rupabumi, meliputi proses penetapan dan pengesahan nama, pengejaan, penulisan, dan pengucapan.

Prinsip penamaannya, yakni penggunaan abjad romawi, satu unsur rupabumi satu nama, penggunaan nama lokal, berdasarkan peraturan perundang-undangan, menghormati keberadaan suku, agama, ras, dan golongan, menghindari penggunaan nama diri atau nama orang yang masih hidup, menggunakan bahasa Indonesia dan atau bahasa daerah, dan paling banyak tiga kata.

Prinsip penggunaan bahasa Indonesia dan atau bahasa daerah yang dimaksudkan dalam aturan ini, untuk menghormati keanekaragaman budaya serta persatuan dan kesatuan nasional.

Sehubungan agenda penyuluhan Kantor Bahasa hampir sama dengan Penghargaan Wajah Bahasa. Bedanya, penghargaan tersebut dikhususkan untuk SMPN se-Indonesia. Sementara penyuluhan ini, menyentuh semua yang berhubungan dengan penggunaan bahasa di ruang publik.

(Baca: Kantor Bahasa Sultra: Wajah Bahasa harus Tercermin di Lingkungan Sekolah)

Agenda tahunan dari Badan Bahasa Sultra itu, bertujuan mengembalikan martabat bahasa negara. “Nah, hal seperti itu yang dicoba dibenahi oleh negara melalui badan bahasa,” ucapnya.

Kepala Kantor Bahasa Sultra, mengatakan diagendanya 2019, diikuti Dispenda, BPOM, UMKM, perhotelan, rumah makan, pengembang atau pengusaha perumahan. Kali ini, semua kabupaten dapat penyuluhan berbeda tahun sebelumnya, misalnya Kabupaten Muna Barat, Kabupaten Konawe Kepulauan tahun ini tetap harus diberikan pemahaman wajah bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.

Meski demikian, pihaknya berharap, kegiatan ini dapat menambah wawasan dalam penggunaan bahasa Indonesia sesuai kaidah penggunaannya.

“Jadi seperti penggunaan nama-nama asing di permendagri ada aturannya, bukan hanya Permendikbud. Harusnya pihak Dispenda berkonsultasi ke Kantor Bahasa apakah ini sudah benar atau tidak (penamaan penggunaan bahasa Indonesia), baru dikeluarkan izinnya,” ucapnya. (Adv)

Laporan: Maykhel Rizky
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan