Pengurus IAI Sultra akan Dilantik, Sekaligus Seminar Resistensi Antimikroba

  • Bagikan
Dra. Hj. Harmawati, M.Kes. (Foto: Dok.pribadi)
Dra. Hj. Harmawati, M.Kes. (Foto: Dok.pribadi)

SULTRAKINI.COM: Pengurus daerah Ikatan Apoteker Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara akan menggelar pelantikan pengurus periode 2018-2022, sekaligus seminar nasional pada 24 Februari 2019. Salah satu yang dilantik adalah Dra. Hj. Harmawati, M.Kes yang selama ini menjadi ketua pengurus IAI Sultra.

“Yang dilantik itu pengurusnya termasuk saya karena sudah tiga kali saya dipilih jadi ketua,” terang Harmawati kepada Sultrakini.com, Jumat (1/2/2019).

Pelantikan pengurus IAI Sultra dilakukan langsung Drs. Nurul Falah Pariang, Apt selaku Ketua Pengurus pusat. Dilanjutkan pelantikan sekitar 50an orang anggota pengurus cabang di hari yang sama.

Nurul Falah juga diagendakan melakukan peletakan batu pertama pembangunan Sekretariat PD IAI Sultra.

Dijelaskan wanita yang juga menjabat Kepala Bidang P2M BNNP Sultra itu, pengurus IAI tersebar di sebelas kabupaten/kota di Sultra, yakni Kota Kendari, Konawe, Konawe Selatan, Kolaka, Kolaka Utara, Kolaka Timur, Bombana, Kota Baubau, Muna, Buton Utara, dan Kabupaten Wakatobi.

“Setelah melantik pengurus daerah, saya melantik lagi pengurus PC kabupaten/kota, pengurus daerah kurang lebih 57 sampai 58 orang,” ucapnya.

Untuk seminar nasional, nantinya mengangkat tema peran tenaga kesehatan dalam mencegah resistensi antimikroba. Salah satu poin pembahasannya adalah peran tenaga kesehatan dalam memaksimalkan penggunaan antibiotik, misalnya antiseptik untuk cuci tangan yang tersebar di setiap kamar rumah sakit. Tidak hanya tenaga medis, keluarga pasien juga bisa ditingkatkan kesadarannya dalam memanfaatkan antiseptik tersebut sebagai langkah resistensi penularan mikroba.

“Tenaga kesehatan harus tahu penggunaan antibiotik, berapa hari penggunaan antibiotik dan harus habis. Termasuk cuci tangan setiap kamar disiapkan antiseptik, bagaimana penggunaannya, termasuk semua karyawan harus tahu penggunaan itu, termasuk satpamnya. Narasumbernya (seminar) apoteker dari Jakarta, memang ini farmasi yang lebih ke obatnya dan penanganannya,” terangnya.

Dilansir dari laman resmi Kementerian Kesehatan, antibiotik adalah obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati infeksi bakteri.

Persoalannya, sampai saat ini masih ada kesalahan pemahaman dan kekeliruan terhadap penggunaan antibiotik. Secara umum, antibiotik digunakan pada infeksi selain bakteri, misalnya virus, jamur, atau penyakit lain yang non-infeksi. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat selain menjadi pemborosan secara ekonomi juga berbahaya secara klinis, yaitu resistensi bakteri terhadap antibiotik. Resistensi terjadi saat bakteri mengalami kekebalan dalam merespons antibiotik yang awalnya sensitif dalam pengobatan.

Bakteri resisten ini dapat menginfeksi manusia dan hewan. Hal yang sama menyebabkan infeksi lebih sulit diobati. Resistensi antibiotik menyebabkan biaya pengobatan lebih tinggi, pasien lebih lama tinggal di rumah sakit, serta meningkatkan angka kematian.

Editor: Sarini Ido

  • Bagikan