Peras Kepala Sekolah di Buton, Penyidik KPK Gadungan Ditangkap Polisi 

  • Bagikan
Kapolres Buton, AKBP Agung Ramos Paretongan Sinaga (tengah), saat memperlihatkan barang bukti kasus pemerasan dan penipuan, Sabtu (19/10/2019). (Foto: Aisyah Welina/SUTRAKINI.COM)
Kapolres Buton, AKBP Agung Ramos Paretongan Sinaga (tengah), saat memperlihatkan barang bukti kasus pemerasan dan penipuan, Sabtu (19/10/2019). (Foto: Aisyah Welina/SUTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: BUTON – Polres Buton menangkap Soleh (44) yang mengaku penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (18/10/2019). Penyidik KPK gadungan itu ditangkap saat penyerahan uang dari Kepala SD 1 Lapodi, Keluraha Banabungi, Kecamatan Pasarwajo, La Imanta, di depan Kantor BRI Pasarwajo .

Soleh yang merupakan warga Banyuwangi tersebut melakukan aksi pemerasan dan penipuan kepada sejumlah kepalah sekolah yang ada di Pasarwajo. Ia mengancaman pihak sekolah akan diproses hukum jika tidak melengkapi data-data pertanggungjawaban dana BOS tahun 2014.

“Pelaku menggunakan surat tugas khusus sebagai tim KPK yaitu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan” terang Kapolres Buton, AKBP Agung Ramos Paretongan Sinaga, di ruang media senter humas Polres Buton, Sabtu (19/10/19).

Agung mengatakan, pelaku melakukan aksinya bersama dua teman yang sudah melarikan diri ke Bali dan membawa sisa uang hasil penipuan sebesar Rp 10 juta dari sekolah SMA 1 Pasarwajo.

“Jadi pelaku dan tim sudah mendatangi beberapa sekolah di Pasarwajo diantaranya SMA 1 Pasarwajo, SMA Wabula, dan SD 1 Lapodi, saat ini pelaku Soleh dan barang bukti sudah diamankan dan akan kami lakukan pengembangan dan pemeriksaan lebih lanjut, termasuk kepada dua orang pelaku yang melarikan diri,” kata Agung

Kasubag Humas Polres Buton, IPTU Yohanis Limbong, mengungkapkan barang bukti yang telah diamankan diantaranya, uang Rp 3,2 juta, ID card KPK, Lencana KPK yang tidak bisa dipertanggungjawabkan dan sifatnya illegal, handphone dan KTP pelaku.

“Atas perbuatannya pelaku akan dikenakan Pasal 368 ayat (1) KUHP dengan ancaman penjara maksimal sembilan tahun,” ujarnya.

Laporan: Aisyah Welina
Editor: Habiruddin Daeng

  • Bagikan