Peringati HPI, Lambu Ina: Akhiri Kekerasan dan Diskriminasi Terhadap Perempuan

  • Bagikan
Direktur Yayasan Lambu Ina Yustina fendrita (kedua dari kanan) bersama peserta yang hadir pada kegiatan Perayaan Hari Perempuan Internasional di Rumah Adat Muna. (Foto: Dok.Lambu Ina/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: MUNA – Ratusan perempuan berkumpul di rumah adat Muna dalam rangka merayakan peringatan Hari Peringatan Perempuan Internasional (HPI) pada Jumat (16/3/2018) sore.

Direktur Yayasan Lambu Ina, Yustina Fendrita mengatakan peringatan HPI setiap tahun dirayakan oleh Lambu Ina dan jaringan perempuan di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara.

HPI diperingati setiap tanggal 8 Maret adalah salah satu bentuk penghormatan terhadap perjuangan perempuan menuju keadilan dan kesetaraan gender. Momen bersejarah ini, terus dilakukan sebagai semangat perjuangan perempuan hingga saat ini.

“Di rumah adat Muna, digelar acara parade puisi oleh tokoh-tokoh perempuan Muna berbaur menjadi satu. Tokoh-tokoh perempuan tersebut, datang dari beragam profesi mulai dari pengusaha perempuan, birokrat perempuan, kepala desa perempuan, dan aktivis perempuan,” kata Yustina kepada SultraKini.Com di rumah Adat Muna, Jumat (16/3/2018).

Puisi yang dibacakan mengadung makna tentang perempuan dan bagian dari maha karya penyair-penyair perempuan yang hebat, misalnya puisi berjudul Suaraku, Setetes Darah, Aku juga Manusia, dan Perempuan di antara delapan puisi yang dibacakan secara bergantian.

Bagi Lambu Ina, sebagai penyelenggara kegiatan peringatan HPI kali ini memilih tema akhiri kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan, karena hingga saat ini persoalan kekerasan terhadap perempuan dan diskriminasi masih menjadi persoala serius, baik secara angka atau data sampai persoalan penanganan dan perlindungan korbannya.

Hari Perempuan itu juga dimaknai pihaknya bahwa, perempuan di Kabupaten Muna terus bergerak, bersuara melawan kekerasan dan diskriminasi berbasis gender.

“Tahun 2018 saja, Lambu Ina berhasil menangani 49 kasus kekerasan terhadap perempuan, 32 di antaranya adalah kasus kekerasan seksual. Penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan saat ini, belum cukup memadai, biaya visum masih ditanggung korban, belum ada alokasi anggaran untuk bantuan hukum untuk korban, dan kebutuhan lainnya. Angka kematian ibu dan anak masih terus terjadi,” ucapnya.

Dia berharap, di hari peremuan tersebut, pemerintah daerah maupun DPRD mengesahkan RUU penghapusan kekerasan seksual dan Ranperda penyelenggaraan perlindungan untuk perempuan korban.

 

Laporan : La Ode Alim

  • Bagikan