Perpanjangan IUP PT. PLM Dinilai Cacat Hukum, Salah Satu Pemilik Saham Minta Pencabutan Izin

  • Bagikan
Adi Warman selaku Komisaris Utama PT. Ayuta Mitra Sentosa yang juga pemilik saham sebagian PT. PLM didampingi pengacaranya Rizqi Mualuf (Foto: La Niati/SULTRAKINI.COM).

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Surat perpanjangan izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi (OP) PT. Panca Logam Makmur (PT. PLM) yang diterbitkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) dinilai cacat hukum dan batal demi hukum. Sehingga surat keputusan tersebut tidak cukup hanya direvisi, tetapi harus dibatalkan atau dicabut.

Tak hanya itu, Kepala DPMPTSP Sultra diduga melalukan permufakatan jahat dengan PT. PLM yang telah menerbitkan surat keputusan perpanjangan izin nomor 672/DPMPTSP/X2019 tentang persetujuan perpanjangan pertama izin usaha pertambangan operasi produksi kepada  PT. PLM, yang memiliki jangka waktu selama 10 tahun terhitung sejak tanggal 24 Desember 2015 sampai dengan tanggal 23 Desember 2025.

Sebelumnya, tanggal 5 Juli 2015 PT. PLM mengajukan permohonan perpanjangan IUP melalui Surat Nomor 041/B/PLM-Direktur/VII/2015 perihal permohonan perpanjangan IUP operasi produksi PT. PLM. Dan akhirnya, beberapa tahun kemudian, DPMPTSP Sultra menerbitkan surat keputusan perpanjangan izin kepada PT. PLM.

“Patut diduga keras ada permufakatan jahat/kesepakatan jahat antara PT. PLM dengan oknum Kepala DPMPTSP Sultra yang bernama Masmudin untuk menerbitkan surat keputusan a Quo yang ternyata cacat hukum dan batal demi hukum,” ujar Adi Warman selaku Komisaris Utama PT. Ayuta Mitra Sentosa yang juga pemilik saham sebagian PT. PLM  didampingi pengacaranya Rizqi Mualuf, Jumat (17/7/2020).

Berdasarkan surat yang diterbitkan oleh DPMPTSP tersebut, Adi Warman menduga ada upaya administrasi yang dilakukan oleh oknum Kepala DPMPTSP Sultra yang telah melegalisasi kegiatan penambangan. Tak hanya itu, dari izin hasil rekayasa tersebut PT. PLM telah melakukan aktivitas pertambangan mulai Desember 2015 hingga saat ini.

“Surat keputusan perpanjangan izin nomor 672/DPMPTSP/X2019 dipaksakan berlaku surut sehingga bertentangan dengan asas retroaktif dan batal demi hukum atau tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” jelasnya.

Menurut Asi Warman, secara normatif jika permohonan perpanjangan izin usaha pertambangan operasi produksi dikabulkan maka akan dikeluarkan oleh bupati atau gubernur dalam kurun waktu 14 hari sejak surat tersebut diajukan, dengan syarat memenuhi segala persyaratan mulai dari persyaratan administrasi, persyaratan teknis, persyaratan lingkungan dan persyaratan finansial.

Persyaratan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara dan dalam Kepmen ESDM 1796K/30/MEM/2018 tentang pedoman pelaksanaan permohonan evaluasi serta penerbitan perizinan dibidang pertambangan mineral dan batubara.

Namun dalam permohonannya kata Adi Warman, PT.PLM tidak memenuhi syarat sebagimana yang telah ditentukan dalam peraturan pemerintah  maupun Kepmen ESDM. Seharusnya surat permohonan perpanjangan IUP operasi produksi tersebut sudah kadaluwarsa, karena setelah tiga tahun dari waktu diajukannya permohonan perpanjangan izin perpanjangan tersebut baru diproses kembali, yang akhirnya diterbitkan surat perpanjangan izin oleh DPMPTSP Sultra.

“Bermodalkan IUP yang seakan-akan sah tersebut, PT. PLM sesungguhnya tidak melakukan kegiatan penambangan di lokasi, melainkan mengundang pihak ketiga yang disebut sebagai mitra usaha untuk melakukan penggalian emas dan memohon pengamanan dari aparat kepolisian. PT. PLM kemudian meminta imbalan kepada pihak ketiga berupa imbalan menggunakan alat berat sebesar 80 juta dan mesin sebesar 10 juta sampai 20 juta. Dan setiap harinya, pihak ketiga diminta menyerahkan 3 gram emas kepada PT. PLM dengan dalih bagi hasil,” tukasnya.

Terkait hal itu, PT. Ayuta Mitra Sentosa selaku salah satu pemegang saham dari PT. PLM sudah dua kali mengajukan permohonan pembatalan atau pencabutan izin kepada Kepala DPMPTSP Sultra terhadap surat keputusan yang sudah diterbitkan, sebab surat tersebut tidak memenuhi syarat subjektif sehingga wajib untuk dibatalkan. Pihaknya juga telah mengadukan PT. PLM ke Polda Sultra.

“Tidak hanya itu, PT. Ayuta Mitra Sentosa sudah mengirim surat kepada Gubernur Sultra untuk penutupan lokasi tambang karena izinnya telah habis sejak 23 Desember 2015. Kegiatan yang dilakukan PT. PLM mulai 2015 hingga 23 Oktober 2019 adalah kegiatan ilegal,” katanya.

Sementara itu Kepala DPMPTSP Sultra, Masmuddin membenarkan bahwa PT. Panca Logam Makmur sudah melakukan perpanjangan izin berdasarkan rekomendasi dari Dinas ESDM Sultra.

“Kami sudah terbitkan perpanjangan PT. PLM. Jauh hari sudah diproses,” pungkasnya.

Laporan: La Niati

  • Bagikan