Persatuan yang Ternodai Ashabiyyah

  • Bagikan
Risnawati, STP. (Staf Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kolaka).Foto:ist

Jakarta – Suporter kembali jadi korban perseteruan buta antar kelompok pendukung Persija Jakarta dan Persib Bandung. Adalah Haringga Sirila yang kini jadi korban pengeroyokan suporter di area Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), Minggu (23/9/2018).

Kejadian pria yang terdaftar sebagai anggota The Jakmania, kelompok pendukung Persija, itu terjadi sebelum pertandingan melawan Persib dimulai pukul 16.00 WIB. Ia jadi korban pengeroyokan oknum dalam jumlah yang cukup banyak.

Sejatinya, Jakmania memang sudah diimbau untuk tidak datang menonton langsung duel Persib melawan Persija. Tapi, terlepas dari imbauan itu, kekeroyokan yang berujung kematian kepada suporter tetap tindakan yang tak bisa dimaafkan.

Semua pihak pun mengecam kejadian tewasnya suporter Persija Jakarta. Bahkan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil sampai meminta maaf. Kini, giliran kelompok pendukung resmi Persib, Viking Persib Club (VPC), yang ikut menyatakan kesedihannya atas tragedi mengenaskan itu.

Dalam pernyataan resminya, situs VPC menuliskan, “Jangan biarkan rivalitas ini menjadi suatu penyakit yang lambat laun akan menambah korban dari masing-masing pihak, sampai kapan, sampai habis tak tersisa. Jangan biarkan hati nurani kita dibutakan oleh rivalitas, cukup 2×45 menit di lapangan hijau, setelah itu biarkan sepak bola menjadi indah agar kelak kita bisa menceritakan hal-hal yang baik kepada generasi penerus kita.”

Apa itu Ashabiyyah?

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda: “man kharaja minath thâ’ati wa fâraqal jamâ’ata tsumma mâta mâta mîtatan jâhiliyyatan wa man qutila tahta râyatin ‘ummiyyatin yaghdhabu lil ‘ashabiyati wa yuqâtilu lil ‘ashabiyati falaysa min ummatî wa man kharaja min ummatî ‘alâ ummatî yadhribu barrahâ wa fâjirahâ lâ yatahâsya min mu`minihâ wa lâ yafî bidzi ‘ahdihâ falaysa minnî”

“Siapa saja yang keluar dari ketaatan dan memecah belah jamaah lalu mati, dia mati dengan kematian jahiliyah. Dan siapa yang terbunuh di bawah panji buta, dia marah untuk kelompok dan berperang untuk kelompok maka dia bukan bagian dari umatku. Dan siapa saja yang keluar dari umatku memerangi umatku, memerangi orang baik dan jahatnya dan tidak takut akibat perbuatannya terhadap orang mukminnya dan tidak memenuhi perjanjiannya maka dia bukanlah bagian dari golonganku-” (HR Muslim, Ahmad, Ibnu Majah, an-Nasai).

Imam an-Nawawi di dalam Syarh Shahîh Muslim menyatakan: “râyah ‘ummiyyah adalah perkara buta yang tidak jelas arahnya. Begitulah yang dikatakan oleh Ahmad bin Hanbal dan jumhur. Ishaq bin Rahwaih berkata: ini seperti saling berperangnya suatu kaum karena ‘ashabiyyah”.

‘Ashabiyah adalah seseorang tetap menolong kaumnya yang melakukan kedzaliman. Dalam riwayat lain, “Siapa yang terbunuh di bawah bendera ‘Amiyah; marah karena ‘ashabiyah, berperang untuk membela ‘ashabiyah, maka bukan bagian dari umatku.” (HR. Muslim)

‘Ashabiyah itu berasal dari ‘ushbah (kelompok) dan ‘ashabah (kerabat laki-laki).  ‘Ashabiyah maknanya ikatan kelompok baik kelompok keturunan maupun yang lain. Nasionalisme, kesukuan, golongan, kedaerahan, jamaah, partai, kemadzhaban, dan lainnya, termasuk dalam makna ‘ashabiyah.

Persatuan Hakiki Karena Akidah, bukan Ashabiyyah

“Bukan termasuk Umatku orang yang mengajak pada Ashabiyah, dan bukan termasuk umatku orang yang berperang atas dasar Ashabiyah,dan bukan termasuk umatku orang yang mati atas dasar Ashabiyah.”(HR. Abu Dawud).

Islam tidak kenal dengan yang namanya nasionalisme. Dalam artian, faham itu tidak diajarkan oleh Islam, bahkan harus dijauhi dan tidak boleh diperjuangkan. Dalam Islam, faham seperti ini termasuk dalam ashabiyah. Rasulullah mempersatukan kaum Muhajirin dan Anshar dengan satu landasan yaitu akidah Islamiyah. Bukan karena landasan ashabiyyah. Rasulullah mengumpamakan kaum muslim seperti satu tubuh yang saling melengkapi satu sama lain. Sehingga, faham nasionalisme termasuk dalam ashabiyah tidak diajarkan oleh Islam, bahkan harus dijauhi dan tidak boleh diperjuangkan.

Hanya saja larangan atau keharaman ikatan ‘ashabiyah itu bukan berarti tidak boleh mencintai suku, daerah, keluarga, jamaah, kelompok, golongan, madzhab. Melainkan maknanya adalah tidak boleh atau haram menjadikan ikatan ‘ashabiyah itu di atas segalanya, di atas kebenaran dan di atas ikatan Islam dan keimanan, di atas ukhuwah islamiyah.

Kita meyakini bahwa umat Islam adalah umat yang satu. Mereka saling bersatu padu di hadapan selain mereka. Landasan persatuan ini adalah berkumpul di atas Islam dan berhukum kepada syariat Allah. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya walau berbeda bahasa, warna kulit, dan negara. Tidak ada keutamaan seorang Arab atas Non-Arab, tidak pula orang berkulit putih atas kulit hitam, kecuali dengan takwa.

Allah SWT juga menjelaskan dasar pijakan persatuan dan kesatuan umat adalah iman yang mencakup pembenaran kabar berita dan tunduk kepada syariat. Allah juga menetapkan Ukhuwah Imaniyah (persaudaraan atas dasar iman) bagi seluruh kaum mukminin, meskipun sebagian mereka melakukan pelanggaran syara’. Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat: 10)

Oleh karenanya, dalam Islam tidak ada slogan, “mau benar atau salah, yang penting negara saya, bangsa saya, mazhab saya, partai saya, jamaah saya, kelompok saya, guru saya, dan lainnya. Sikap ‘ashabiyah (fanatisme kelompok) itu harus ditinggalkan seperti yang diperintahkan Rasul SAW. Maka, sikap ‘ashabiyah itulah bisa menyebabkan berbagai persoalan besar di tengah umat. ‘Ashabiyah bisa membuat orang menolak kebenaran, merendahkan orang atau pihak lain. Bisa merusak ukhuwah islamiyah. Bahkan ‘ashabiyah itu bisa menyebabkan orang atau kelompok mempersekusi orang lain atau kelompok lain. Bahkan lebih dari itu, ‘ashabiyah bisa membuat kelompok bahkan bangsa saling berperang dan saling bunuh tanpa alasan yang dibenarkan. Maka ‘ashabiyah menuntun kepada kehidupan jahiliyah.

Karena itu, marilah kita memperhatikan firman Allah SWT: Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang ber-saudara dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (QS. Ali Imran 103). Maka sudah selayaknyalah umat Islam bersatu dalam ikatan akidah Islam, bukan Ashabiyyah. Wallâh a’lam bi ash-shawâb.

Oleh : Risnawati, STP. (Staf Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kolaka)

  • Bagikan