Persoalan Pemekaran Desa di Konawe, Dewan Keluarkan Rekomendasi

  • Bagikan
Ketua DPRD Konawe, Gusli Topan Sabara saat berpose bersama pengurus LSM Projo Konawe (Foto: Mas Jaya/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KONAWE – Agenda hearing pemekaran desa di Konawe yang diusul oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Pro Jokowi (LSM-Projo) sempat berlangsung alot, Rabu (30/8/2017). Namun, pertemuan yang menghadirkan kepala desa dan camat se-Kabupaten Konawe berakhir dengan tiga rekomendasi.

Pada hearing tersebut, pihak Projo memaparkan sejumlah masalah pemekaran. Masalah itu misalnya, jumlah kepala keluarga (KK) desa pemekaran yang tidak memenuhi syarat. Selain itu, tidak adanya fasilitas yang memadai. Dan yang tak kalah penting adalah tidak adanya perhatian desa induk terhadap desa pemekaran.

Menurut Projo berdasarkan aturan pemekaran, syarat jumlah KK di suatu desa di Sultra minimal 400 KK atau 2000 jiwa. Sedangkan fasilitas desa persiapan menuju pemekaran juga diharusnya memiliki fasilitas pelayanan publik, seperti kantor desa dan fasilitas umum lainnya. Terkait tanggung jawab desa induk terhadap desa pemekaran, juga ada aturan bahwa desa induk wajib memberikan anggaran program pembangunan sebanyak 30 persen dari program pemerintah desa induk.

(Baca: DPMD Akui Pemekaran Desa di Konawe Bersifat Politis)

Menanggapi hal tersebut, Ketua DPRD Konawe, Gusli Topan Sabara (GTS) menyatakan bahwa kedepannya program pemekaran desa akan dibuat lebih selektif. Ia merekomendasikan agar pihak Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) teliti melihat aturan yang ada.

Selain itu, Gusti Topan juga merekomendasikan desa induk wajib memberikan anggaran program desanya ke desa pemekaran sebanyak 30 persen. Tujuannya untuk pembangunan di desa pemekaran tidak ketinggalan dari desa induk.

“Kami juga meminta Projo untuk melakukan pengawasan terhadap penggunaan dana desa di Konawe ini. Kita ingin semua program ini berjalan dengan baik,” kata Gusti Topan.

Lapora: Mas Jaya

  • Bagikan