PGRI Sultra Menilai Sistem Zonasi Perlu Dikaji Ulang

  • Bagikan
Ketua PGRI Sultra, Abdul Halim Momo. (Foto: La Niati/SULTRAKINI.COM)
Ketua PGRI Sultra, Abdul Halim Momo. (Foto: La Niati/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI berencana menerapkan sistem zonasi dalam pendistribusian guru di semua daerah. Tujuan penerapan sistem ini, untuk memeratakan kualitas pelayanan pendidikan di sekolah dalam segala aspek pendidikan. Namun, penerapan sistem tersebut menimbulkan sejumlah masalah dan kendala.

Dilansir dari bbc.com, sistem zonasi pada 2019, tepatnya Penerimaan Peserta Didik Baru menimbulkan sejumlah masalah dan kendala. Salah satunya sejumlah orang tua calon siswa baru atau walinya mengaku anaknya tidak lulus di jalur PPDB reguler hingga harus menempuh jalur prestasi, padahal mereka menilai jarak rumah dengan sekolah.

Persoalan ini juga ditindaki Kemendikbud dengan membentuk satuan tugas menindaklanjuti temuan dan evaluasi selama pelaksanaan zonasi tahun ini. Tugas mereka mendampingi pemerintah daerah untuk perluasan akses dan pemerataan mutu. Artinya, penerapan sistem zonasi pada PPDB akan ditindaklanjuti dan pemenuhan jumlah sekolah, infrastruktur, sarana dan prasarana, serta pemerataan guru.

Sejumlah fakta lapangan, banyak calon peserta didik yang lokasi rumahnya dekat dengan sekolah tidak lulus, sementara rumah yang jaraknya jauh diterima.

Ada juga pemalsuan kartu keluarga. Kartu ini merupakan salah satu syarat utama sistem zonasi. KK tersebut bisa diganti dengan surat keterangan domisili dari rukun tetangga atau rukun warga yang dilegalisir lurah atau kepala desa setempat.

Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Provinsi Sulawesi Tenggara, Abdul Halim Momo, menilai penerapan sistem zonasi guru maupun sistem zonasi siswa perlu ditinjau kembali. Sistem ini perlu dilihat dan dikaji implikasi negatifnya, sehingga kebijakan tidak tambal sulam.

“Pemerintah terlalu cepat mengambil keputusan tentang sistem zonasi siswa. Begitu pula dengan sistem zona guru perlu ditinjau kembali,” ujar Halim, Senin (22/7/2019).

Menurutnya, penerapan sistem zonasi siswa maupun guru tidak bersifat prinsip. Ia menghawatirkan jangan sampai penerapan sistem zonasi ini melahirkan sekat-sekat nasional.

Seharusnya dilakukan adalah membangun sikap nasionalisme bahwa semua guru siap ditempatkan di seluruh wilayah. Namun, dikhawatirkan dengan diterapkannya sistem ini melahirkan sekat-sekat nasional. Misalnya, orang bersangkutan hanya mengajar di daerahnya.

Kata dia, saat ini sikap nasionalisme menipis seharusnya hal-hal yang bisa merusak sendi-sendi persatuan NKRI perlu diantisipasi diawal. Penerapan sistem zonasi bisa mengkredilkan jiwa guru, padahal ilmu guru dapat dinikmati oleh seluruh anak bangsa.

“Apakah dijamin bahwa dengan di zonasi itu guru-guru kredibel. Kita dianugerahkan illahi tidak menjadi cerdas berdasarkan kampung-kampung, tapi ilmu pengetahuan itu diberikan berdasarkan kasih sayangnya,” tambahnya

Laporan: La Niati
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan