Pihak SMAN 1 Maligano Didemo

  • Bagikan
Demonstrasi. (Foto: Istimewa)
Demonstrasi. (Foto: Istimewa)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Himpunan Pemuda Pemerhati Pendidikan mendemo pihak SMAN 1 Maligano, Kabupaten Muna, Senin (19/8/2019). Sedikitnya tiga hal disuarakan aksi pemuda tersebut, yaitu terkait akreditasi sekolah, dana BOS, dan dugaan pungutan liar.

Akreditasi SMAN 1 Maligano diduga kedaluwarsa sehingga menyulitkan siswa lulusan 2019 lanjut ke perguruan tinggi dan mendapatkan beasiswa pemerintah pusat, utamanya mereka yang kurang mampu dan ingin memperoleh beasiswa bidikmisi.

Koordinator lapangan, Hijra Taloki, mengatakan kedaluwarsanya akreditasi terjadi sejak beberapa bulan lalu yang berdampak terhadap lulusan 2019. Mereka menuntut pihak sekolah segera mengurus akreditasi sekolah.

“SMAN 1 Maligano akreditasi B, namun ini sudah kedaluwarsa sejak beberapa bulan lalu, sehingga para alumni tidak mendapatkan kesempatan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi melalui jalur SNMPTN. Kedaluwarsanya akreditasi sekolah karena kelalaian kepala sekolah dan guru-guru,” ujarnya.

Menurut demonstran, pihak sekolah harusnya bisa berbenah dengan bantuan dana operasional sekolah (BOS).

Sehubungan dana BOS, demonstran juga menduga pihak sekolah tidak transparan sehingga ada indikasi penyelewengan anggaran tersebut. Mereka menuntut pihak sekolah segera menggelar rapat pembahasan transparansi anggaran serta memasang papan informasi agar masyarakat mengetahui peruntukan anggarannya sebagaimana amanah undang-undang terkait setiap anggaran bersumber dari pemerintah maupun swasta harus dilandaskan prinsip transparansi dan akuntabilitas.

“Kepsek patut diduga melakukan penyelewengan anggaran dana BOS karena dia tidak transparan, seperti saat masyarakat hendak mempertanyakan penggunaan dana itu ia terkesan tertutup,” tegasnya.

Massa aksi juga mempertanyakan pungutan uang komite yang diduga dilakukan oleh pihak SMAN 1 Maligano. Mereka merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar bahwa tidak lagi dipungut kepada siswa. Sementara di sekolah tersebut siswa dibebankan uang komite Rp 35 ribu per bulan.

Begitu juga Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah diatur tupoksi komite sekolah dalam regulasi itu komite hanya membantu sekolah dalam hal sumbangan tapi tidak bisa melakukan pungutan. Sumbangan itu adalah jumlah dan waktu yang tidak ditentukan.

Dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 dinyatakan yang dimaksud dengan sumbangan pendidikan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh peserta didik, orang tua/walinya baik perseorangan maupun bersama-sama, masyarakat atau lembaga secara sukarela dan tidak mengikat satuan pendidikan.

Sedangkan tugas komite sekolah bukan hanya menggalang dana. Pihaknya membantu sekolah merancang Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah atau Rencana Kerja dan Anggaran Sekolah. Komite sekolah juga melakukan pengawasan pelayanan pendidikan dan menindaklanjuti keluhan, saran, kritik, dan aspirasi dari peserta didik, orang tua/walinya, dan masyarakat.

Namun, persoalan sumbangan di SMAN 1 Maligano dinilai demonstran bagian dari pungutan liar.

“Jika dalam rapat komite sekolah memutuskan bahwa dalam satu tahun atau satu bulan itu orang tua siswa menyumbang sekian rupiah pada sekolah itu termaksud pungutan liar. Maka dengan adanya hal ini saya menegaskan saya akan melaporkan pihak SMAN I Maligano melakukan pungutan liar berdalihkan komite kepada Ombusman,” ucapnya.

Ditambahkannya, sumbangan seharusnya sukarela atau tidak dicatat maupun ditagih, terlebih memberikan sanksi jika tidak membayarnya.

“Misalnya sekolah belum memiliki toilet, supaya ada toilet di sekolah itu komite sekolah membuat proposal dan melakukan rapat dengan orang tua. Untuk membuat toilet total anggarannya sekian misalnya, silakan siapa yang bisa menyumbang, tapi bentuk sumbangan tidak selamanya dalam bentuk barang atau uang, bisa dalam bentuk tenaga seperti menjadi tukangnya,” tambahnya.

Laporan: La Niati
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan