Porsi APBD Butur Lebih Besar Perjalanan Dinas daripada Petani

  • Bagikan
ilustrasi

SULTRAKINI.COM: BUTUR – Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Buton Utara (Butur) dinilai tidak berpihak kepada petani. Padahal, mayoritas penduduk daerah ini bermata pencarian di sektor pertanian.

 

Anggota Komisi II DPRD Butur, Al Munatzir mengatakan, porsi anggaran Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan hanya satu persen dari APBD. Sementara sekitar 80 persen masyarakatnya adalah petani tradisional yang menggantungkan hidupnya dari hasil kebun.

 

\”Makanya, jangan salahkan masyarakat kalau mengambil kayu di hutan untuk menyambung hidup. Kalau anggaran pertanian tidak berubah, berarti pemerintah tidak berpihak kepada rakyat,\” kata Al Munatzir dihadapan kelompok tani kedelai di Desa Lambale, Kecamatan Kulisusu Barat beberapa waktu lalu.

 

Ia melanjutkan, harus daerah ini punya bendungan besar untuk mendukung pengairan para petani. \”Kami sudah sering kali suarakan, agar irigasi segera dibangun. Jangan cuma mengurus SPPD saja. Ini kan aneh, lebih besar porsi anggaran perjalanan dinas pejabat daripada para petani kita,\” sorot ketua Fraksi Amanat Rakyat DPRD Butur ini.

 

Petani bisa maju bila didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai serta mendapat bimbingan dari para penyuluh pertanian. \”Makanya kita minta anggaran untuk pertanian harus ditingkatkan. Jangan cuma urus SPPD, jalan dan deker saja,\” imbuhnya.

 

\”Demikian juga dengan Badan Penyuluh Pertanian jangan hanya makan bobo. Setiap saat harus turun lapangan melakukan penyuluhan kepada petani kita,\” tambah legislator PAN ini.

 

Lantas ia menghimbau kepada Dinas Pertanian, agar memilah-milah program nasional sebelum dikembangkan di Butur. Salah satunya penanaman kacang kedelai yang belum familiar di mata para petani.

 

\”Bagaimana dengan jagung dan padi. Saya kira ini lebih baik dari kedelai, apalagi ini masuk dalam program nasional,\” tambahnya.

 

Camat Kulisusu Barat, La Ode Abdul Salam mengatakan, hingga saat ini belum ada sarana dan prasarana pendukung penangkaran benih, misalnya gedung. Sehingga benih atau bibit mudah rusak sebelum ditanam, karena penyimpanannya yang tidak baik.

 

Harusnya putra-putri daerah dilatih sebagai tenaga BPSP agar mereka dapat menetap dan mengembangkan pertanian di Butur. Bukan hanya itu, kata Abdul Salam, penyuluh pengamat hama pun harus ada untuk mengatasi persoalan hama yang meresahkan petani.

 

\”Kalau ada penyuluh pengamat hama disini, tentu hama yang menyerang tanaman petani itu dapat diketahui jenisnya, sehingga dicarikan obat penangkalnya,\” katanya.(B)

 

Editor: Gugus Suryaman

  • Bagikan