Pria berdandan Wanita di Kontingen Wakatobi, La Ode Usra : Hanya Kostum

  • Bagikan
Foto:Muhammad/Amran Mustar/SULTRAKINI.COM

SULTRAKINI.COM : BAUBAU – Pawai taaruf pada pembukaan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) XXVI Tingkat Provinsi Sultra yang dilaksanakan pada tanggal 19 Maret 2016 yang lalu cukup meriah. Masing-masing Kabupaten Kota menampilkan corak ciri khas yang berbeda.

 

Namun, yang menggemparkan masyarakat Baubau dan Nitezen media sosial yaitu keberadaan simbol duta karang sebagai ikon Kontingen kafilah asal Kabupaten Wakatobi yang sosoknya digambarkan sebagai gurita. Sepintas lalu, tak ada yang aneh dengan sosok perempuan berjilbab hijau di atas kendaraan hias yang nampak cantik dan molek.

 

Kegemparan masyakat dan nitizen berawal dari terbongkarnya identitas \”perempuan\” tersebut di media sosial. Akhirnya diketahui, bahwa sosok perempuan yang berbalut pakaian ala gurita serta berdandan dan mengenakan jilbab itu adalah laki-laki.

 

Kesra Wakatobi, La Ode Usra mengatakan pawai taaruf pada tanggal 19 Maret 2016, sesungguhnya kegiatan penggembiraan dalam rangka serimonial Musabaqah Tilawatil quran tingkat provinsi Sultra, baik Kabupaten, Provinsi maupun secara Nasional.

 

Didalam juknis kepanitian kegiatan ini, okelah pastilah ada perlombaan membaca alquran dalam mobiliasnya, tapi juga disarankan membawa ciri khas daerah masing-masing yang bisa diturunkan.

 

\”Wakatobi kemarin itu ada mesjid raya yang sudah dibawa, kemudian pakaian adat juga satu pasang lalu alquran juga termasuk group kasidah juga ikut dibawa,\” ujanrnya.

 

Namun, demikian kata Usra, yang menjadi perbincangan para Netizen di media sosial dengan komentar pedas sekitar 300 lebih itu hanya pada aksesoris yang dikenakan pria (Waria) Gurita sebagai sosok penampilan Duta karang khas kabupaten Wakatobi.

 

Menurut Usra, pandangan netizen mustinya tidak hanya melihat disitu, tetapi munculnya kuda laut beserta karang serta gurita sebagai ikon khas daerah. Malah, yang dilihat netizen itu adalah isi dalamnya, karena laki-laki yang bercorak ala perempuan.

 

\”Kami akui betul itu adalah laki-laki yang merupakan salah satu anggota putra kasidah kami, munculnya penampilan yang dikenakan laki-laki memakai ala perempuan seperti lipstik dan berjilbab. Namun, itu sebenarnya bukan jilbab,\” jelasnya.

 

Apa yang dikenakannya, merupakan tumpukan kain untuk menghalangi besi beton yang memberatkan dia. \”pakaian ini kalau dipakai oleh perempuan sesungguhnya tidak mampu dalam jangka waktu yang lama dan jarak yang panjang,\” tuturnya.

 

Usra meminta pada semua media, agar pemberitaan jangan diplesetkan kepada hal-hal yang lain, apalagi dalam pelaksanaan kegiatan Musabaqah Tilawatil Quran yang islami. Ia menilai, karena punya kedekatan isu nasional yakni dengan hadirnya LGBT sehingga ini dihubungkan untuk menyudutkan orang lain.

 

\”Saya selaku penanggung jawab Kontingen Wakatobi diacara ini, saya merasa ini hal biasa yang tidak perlu diperdebatkan. Wakatobi tidak akan berkembang kalau tidak diisukan,\” ucapnya.

 

Usra menjelaskan, Duta karang itu Laki-laki dan perempuan sebenarnya siapa saja bisa memakai identitas pakaian itu, siapa pun tidak dipersoalkan. Karena ini merupakan hal yang biasa. Lagipula, kekayaan laut merupakan sumber daya yang dibanggakan di Wakatobi.

 

\”Ini juga perintah pimpinan yaitu Sekda Wakatobi mengatakan bahwa bagaimana menampilkan dan menonjolkan ciri khas daerah Wakatobi sebagai salah satu pemakai pakaian pesisir pada acara festival Wakatobi Wive yang bernuansa muslim, jadi itulah peran kami, kami pun tidak melihat isinya saja, kalau bawahanya ada celananya mungkin ini tidak dipersoalkan,\” ujarnya.

 

Usra menilai, selayaknya yang ditampilkan dan disaksikan orang banyak seperti kasidah meskipun laki-laki pun harus dimake up. Hal tersebut supaya kelihatan lebih gagah. Namun, karena selama ini konotasi dandam itu kan hanya untuk perempuan bukan untuk laki-laki makanya terlihat aneh. Padahal dandan itu adalah kreatifitas.

 

\”Dia laki-laki atau perempuan itu tidak menjadi persoalan, yang penting dia tampil anggun dan baguslah begitu. Mungkin karena kedekatan momentum islam dengan hadirnya LGBT jadi melihatnya pada sisi negatifnya, tapi sebenarnya pawai ini kan adalah kegiatan penggembira untuk semua daerah untuk memberikan kebebasan berkreasi seperti tata rias, jadi memang yang kita tampilkan itu ciri khas kita daerah, kenapa tidak,\” pungkasnya.

 

Usra memandang dari sisi keagamaan sangat berhati-hati, karena kami mencari dari 18 peserta festival Wakatobi level nasional, yang cocok hanya dia ( La Mbilu), banyak yang kami seleksi tapi dia yang memenuhi syarat dalam keislaman ini.

 

\”Jadi kami juga seleksi, kelirunya kami memang itu bukan perempuan tapi laki-laki bernama La Mbilu. Desain dari perencanaan kami cuma La Mbilu yang cocok, sebab jika kami datangkan tersendiri itu memerlukan biaya besar, olehnya itu sisi penghematan kami ambil dia karena dia selaku pemain kasidah,\” tandasnya.

 

Usra menghitung dari seluruh peserta Kontingen Kafilah Kabupaten Wakatobi yang mengikuti lomba pada Musabaqah Tilawatil Quran Tingkat Provinsi Sultra yang terpusat di Kotamara Kota Baubau, untuk satu peserta cukup memakan anggaran sampai Rp 5 juta/orang.

 

Dari antusias 17 kabupaten-kota yang mengikuti Pawai taaruf kemarin itu, dengan munculnya Wakatobi sendiri menampilkan ciri khas bersimbol duta karang manusia gurita menjadi sesuatu yang lain, unik yang diributkan oleh banyak kalangan.

 

\”Ini juga bukan bentuk kesengajaan, memang desain kami dari Wakatobi sudah seperti itu, kan ada satu aksesoris kalau ikon kami kan mesjid raya Wakatobi yang kami bangun,\” tutupnya.

  • Bagikan