Prof Mahmud: Lafran Pane adalah Pahlawan Sejati

  • Bagikan
Keluarga besar HMI Kendari dan KAHMI Sultra foto bersama Prof Mahmud Hamundu usaiacara tausiyah syukuran di Wisma HMI Kendari, Kamis (9 November 2017) malam,

SULTRAKINI.COM: Mantan Rektor Universitas Halu Oleo , Prof H Mahmud Hamundu mengingatkan kepada seluruh kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan alumni yang tergabung dalam KAHMI (Korps Alumni HMI) agar bisa mengikuti jiwa kepahlawanan Prof. Dr. H Lafran Pane.

Lafran Pane adalah pendiri adalah salah seorang pendiri HMI pada 5 Februari 1947. Beberapa nama lain yang disebut sebagai pendiri HMI, antara lain: Kartono Zarkasy (Ambarawa), Dahlan Husein (Palembang), Siti Zainah (Palembang), dan lainnya. Lafran Pane sendiri menolak untuk dikatakan sebagai satu-satunya pendiri HMI.

Pemerintah Republik Indonesia melalui Presiden Joko Widodo kemudian menetapkan Lafran Pane sebagai Pahlawan Nasional pada 9 November 2017, sehari menjelang peringatan pada Hari Pahlawan.

Ditetapkannya Lafran Pane sebagai pahlawan nasional disambut suka cita oleh oleh anggota HMI dan KAHMI di seluruh wilayah nusantara.

HMI Kendari dan KAHMI Sultra pun menggelar acara tausiyah syukuran di Wisma HMI Kendari, Kamis (9 November 2017) malam, menghadirkan Prof H Mahmud Hamundu sebagai pembicara. 

Menurut Prof Mahmud yang juga mantan Ketua Umum HMI Cabang Ujung Pandang di era 70-an, jasa perjuangan Lafran Pane tidak bisa dipungkiri dalam mempertahankan kemerdekaan dan kebangsaan yang tidak lepas dari nilai keislaman melalui organisasi HMI.

“Kita sekarang bersyukur karena orang tua kita, senior kita, abang kita sudah dikukuhkan sebagai pahlawan nasional. Tapi sangat berdosa kita jika tidak bisa merawat dan melanjutkan cita-cita perjuangannya,” kata  Prof Mahmud.

Di mata Prof Mahmud, Lafran Pane adalah sosok intelektual religius yang berpikir jauh ke depan. Dia mencontohkan, dalam mendirikan HMI tidak menggunakan kata Indonesia. Alasannya, katanya, agar bisa menghimpun mahasiswa Islam di mana pun dia berada.

Dikatakan, Lafran Pane mendirikan HMI sebagai organisasi kader dan independen. Ia menolak HMI sebagai organisasi massa atau organisasi politik. 

Lafran Pane tidak lahir dari pesantren. Ia bukan nasab Kyai, ulama, atau habib. Ia belajar Islam dari literatur-literatur bahasa Belanda dan Inggeris. Namun, ghirah kesantriannya tak pernah diragukan oleh siapapun.

“Makanya di HMI ini dari NU masuk, Muhammadiyah masuk, dari Masyumi dan Persis ada. Bahkan saat ini makin beragam yang bergabung di HMI. Itulah kita enaknya di HMI,” katanya.

Menurutnya, gambaran nasionalisme Bang Lafran Pane sangat terlihat dari tujuan HMI yang dicetuskannya. Dalam AD/ART pertama disebutkan, bahwa HMI didirikan dengan dua tujuan: pertama untuk mempertahankan Negara Republik Indonesia; kedua untuk menegakkan dan mengembangkann ajaran agama Islam. 

“Namun menurut saya landasan pemikiran kelahiran HMI ini jauh lebih luas daripada yang tercantum di dalam AD/ART. Termasuk soal menegakan dan mengembangkan ajaran Islam,” katanya.

Prof Mahmud yang juga mantan Ketua ICMI Sultra mengatakan, walaupun tak diberi gelar pahlawanan pun, Lafran Pane sudah menjadi pahlawan sejati. 

“Insya Allah atas jasa-jasanya selama ini, dia sudah dicatat pahalanya oleh Allah SWT. Bahkan sepanjang HMI ini berdiri maka pahalanya akan terus mengalir. Bayangkan, sekarang kader-kader HMI sudah banyak jadi orang. Itu semua menjadi pahala bagi beliau,” katanya yang disambut Aminnn kader HMI yang hadir.

Kepada kader-kader HMI, Prof Mahmud berpesan untuk selalu mempertahankan integritas, kapabilitas, dan idealisme (IKI). “IKI  akan selalu menjadi senjata sekaligus bekal bagi anak HMI. Jika dia memiliki IKI maka dia akan berhasil di manapun, dalam profesi apapun,” katanya.

Dia menguraikan, apa bedanya kader HMI dengan mahasiswa umum? Kalau mahasiswa umum, katanya hanya datang kuliah dan kutu buku, sementara anak HMI selain kuliah juga belajar bagaimana berbicara di forum, soal kemasyarakatan, termasuk keislaman.

“Sehingga ketika lulus, mahasiswa umum dengan IPK cumlaude tapi ketika berhadapan dengan kemasyarakatan dia tak punya kemampuan. Berbeda dengan anak HMI, walaupun IPK-nya pas-pasan tapi dia punya kapabilitas sehingga mampu bersaing di manapun,” ujarnya. 

Makanya Prof Mahmud terus mendorong kader-kader HMI agar tidak pernah surut dalam melanjutkan tradisi pengkaderan, karena itu menjadi keunggulan bagi HMI. 

Walaupun saat ini, katanya, anak-anak HMI digoda dengan kehidupan materialisme yang begitu merajalela dalam kehidupan masyarakat. “Sekarang ini masyarakat bisa diatur dengan PDIB. Yaitu orang yang punya power, duit, bisa mengintimidasi, serta bisa bohong. Ini realitas kondisi kehidupan masyarakat sekarang khususnya dalam politik,” katanya.

Prof Mahmud meyakini hal ini dapat dilawan dengan idealisme. “Kalau anda punya idealisme, anda akan kukuh dan tidak akan pernah goyang dengan berbagai ancaman,” katanya.

Selain itu, Mahumud juga memprediksi kondisi masyarakat seperti itu tidak akan bertahan lama, diganti dengan situasi masyarakat rasional termasuk dalam berpolitik.

Sebelumnya pencerahan bagi proses pengkaderan HMI diisi mantan Ketua Umum Kohati HMI Cabang Kendari dan Ketum PB Kohati, Nadira  Seha Nur, yang saat ini menjabat  Kepala Perlengkapan dan Perbekalan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Acara syukuran juga diisi dengan yasinan dan doa bersama yang diikuti sejumlah alumni dari KAHMI Sultra, Forhati, dan pengurus HMI Cabang Kendari. ***

  • Bagikan