Prof Nadra: Harus Utamakan Bahasa Indonesia di Ruang Publik

  • Bagikan
ilustrasi Hari Bebas Kendaraan.(Foto: republika.co.id)

SULTRAKINI.COM: Penggunaan bahasa di lingkungan publik menjadi sorotan, sepertihalnya penggunaan bahasa indonesia yang kini semakin menurun dengan munculnya bahasa asing dan bahasa gaul ala anak remaja di kota-kota besar.

Pakar Bahasa Indonesia dari Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumatra Barat, Prof Nadra mengatakan dalam menyajikan informasi di ruang publik harus mengutamakan penggunaan Bahasa Indonesia.

“Karena akhir-akhir ini penggunaan bahasa di ruang publik didominasi dengan bahasa asing, karena itu perlu ditanamkan kepada masyarakat dan lainnya untuk mengutamakan pemakaian Bahasa Indonesia pada ruang publik tersebut,” katanya di Padang, Ahad (12/11).

Ia mengatakan hal tersebut disebabkan kesadaran dari masyarakat dalam menggunakan Bahasa Indonesia di ruang-ruang publik masih sangat rendah, dan cenderung masyarakat lebih bangga menggunakan bahasa asing dari pada Bahasa Indonesia.

“Rendahnya kesadaran masyarakat dalam menggunakan Bahasa Indonesia dapat dilihat pada istilah-istilah asing yang banyak digunakan di spanduk-spanduk,” ujarnya.

Seperti istilah car free day, digunakan meski ada padanan dalam Bahasa Indonesia yaitu hari bebas kendaraan. Begitu juga di media sosial misalnya ada tanda pagar gerakan love masjid, padahal bisa diindonesiakan menjadi gerakan cinta masjid.

“Bukan anti bahasa asing tetapi kita harus tahu kedudukan dan fungsinya. Jika sasarannya orang asing, maka bisa gunakan bahasa asing. Kala sasarannya orang Indonesia pakai Bahasa Indonesia,” katanya.

Menurutnya, dengan banyaknya bahasa dan istilah yang digunakan merupakan bahasa asing hal ini dapat meruntuhkan rasa kesatuan, karena pada dasarnya Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan yang harus ada di ruang publik. “Jangan sampai bahasa yang dirancang oleh pendiri bangsa sebagai pemersatu bangsa malah hilang begitu saja karena perilaku masyarakatnya sendiri,” ujarnya.

Ia menjelaskan penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik jelas diatur dalam undang-undang yaitu UU Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.

“Dalam undang-undang jelas diatur namun aplikasinya di ruang publik masih rendah, kami dari akademisi akan terus menyosialisasikan hal tersebut melalui penelitian dan ini menjadi tantangan ke depan,” ujarnya.

Ia mengatakan dalam menertibkan penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik akan mengalami kesulitan karena, tidak ada penegasan sanksi untuk siapa yang melanggar. “Sekarang upaya kami hanya sekadar mengimbau dan menyosialisasikan kepada instansi pemerintah atau swasta dan pengembang terhadap pelanggaran penggunaan bahasa karena memang tidak ada sanksi di dalamnya,” katanya.

Sumber: republika.co.id

  • Bagikan