Proyek Singkong Gajah Gagal, DPRD Menuding Perbankan Mall Praktek

  • Bagikan
Suasana RDP di DPRD Sultra (Foto: La Niati/SULTRAKINI.COM).

SULTRAKINICOM: KENDARI – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) memanggil Direktur Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sultra, PT Singkong Gajah Indonesia (SGI) dan Direktur PT. Sido Muncul Pupuk Nusantara (SMPN) untuk rapat dengar pendapat (RDP) bersama puluhan petani, Selasa (14/1/2020). Ketiganya dipanggil untuk dimintai pertanggung jawabannya dalam pilot projeck penanaman singkong gajah di Kecamatan Sabulakoa, Kabupaten Konsel.

Akibat pilot projeck penanaman singkong gajah ini, puluhan petani merugi hingga puluhan juta. Karena puluhan hektare lahan petani dialihfungsikan dari perkebunan jambu mete, rambutan, jeruk dan jati putih ke tanaman singkong gajah. Mereka mengalihfungsikan lahannya, karena diiming-imingi dengan hasil panen yang cukup tinggi, yaitu Rp 700–750 perkilogram (Kg) dalam keadaan basa.

Proyek tanaman percontohan pengembangan tanaman singkong gajah ditengarai oleh PT. Bank Sultra selaku pihak pertama, bekerjasama dengan PT. SGI dan PT. SMPN. Proyek itu dimulai sejak 2016 lalu, dengan luas lahan secara keseluruhan sekira 50 hektar. Namun dalam pengembangannya gagal total. Dengan demikian, Komisi II DPRD Sultra melakukan RDP yang dipimpin langsung oleh Ketua komisi, Farhana Mallawangan, beserta para anggota.

Anggota Komisi II, Rasid, mengatakan awalnya para petani diberikan modal untuk pupuk dan bibit oleh Bank Sultra. Namun uang yang ditransfer ke petani dari Bank Sultra tersebut kembali ke PT. SGI dan PT. SMPN sebagai penyedia.

Didalam perjanjian, ada jaminan asuransi kepada petani serta jaminan pembelian hasil pertanian oleh penyedia. Sehingga kegagalan saat panen, tidak boleh dibebankan secara keseluruhannya kepada para petani.

“Kami tidak sepakat, jika semua beban tanggungan kerugian ini ditanggung oleh para petani selaku debitur karena proyek ini adalah kebijakan. Semestinya, kebijakan idealnya tanggung renteng,” ujarnya saat RDP di Sekretariat DPRD Sultra, Selasa (14/1/2020).

Rasyid menuturkan, kegagalan petani diakibatkan oleh beberapa faktor. Diantaranya, karena faktor alam, human error, dan bencana alam. Seharusnya dengan hadirnya pemerintah, dalam hal ini Bank Sultra selaku bagian dari BUMND untuk mensejahterakan rakyatnya, maka pemberian pinjaman jangan menambah beban masyarakat.

“Ini mall praktek perbankan. Sehingga yang perlu bertanggung jawab penuh adalah perbankan. Seharusnya dengan hadirnya Bank Sultra sebagai bagian dari BUMD mengsejahterakan rakyatnya, dengan pemberian pinjaman ini jangan menambah beban rakyatnya. Kasian masyarakat harus menanggung semuanya,” tegas Rasyid.

Perwakilan petani, Robin, menyampaikan pengukuran lahan petani untuk proyek tanaman percontohan pengembangan tanaman singkong gajah oleh pihak Bank Sultra tidak sesuai. Lahan milik petani tidak cukup namun dilebihkan untuk mencukupi kuota lahan 50 hektare.

Saat sosialisasi, Bank Sultra menyampaikan akan melakukan pendampingan kepada petani mulai dari penggarapan hinggan saat panen. Namun, kenyataannya Bank Sultra tidak pernah menurunkan tim untuk melakukan pendampingan. Bank Sultra juga menyampaikan bahwa tanaman singkong gajah cukup menjanjikan, mulai dari batang hingga daun bernilai rupiah.

Ia katakan, ada beberapa petani yang hingga saat ini tidak pernah memegang langsung buku rekening yang disediakan oleh Bank Sultra, sementara bunga dari kredit itu berjalan terus. Mereka meminta pemutihan dan pengembaliannsertifikat tanah, karena akibat kredit itu, para petani tidak bisa melakukan kredit lagi untuk biaya pertanian mereka.

“Para petani sepakat, kembalikan sertifikat tanah kami dan pemutihan kredit karena petani tidak pernah bermohon ke Bank Sultra untuk melakukan kredit, kami ditawari untuk menanam singkong gaja. Kami tidak inginkan masalah ini diwariskan kepada anak-anak kami yang tidak tau masalah ini,” tuturnya.

Hal yang sama disampaikan Yodi Tongalu salah satu petani yang dirugikan. Ia sampaikan, dari awal petani tidak pernah menerima uang. Petani hanya menerima nota dari pengelolaan tanah mereka yang dikerjakan oleh Bank Sultra

“Rekening saya sampai saat ini tidak ada, sementara petani yang lainnya ada. Saya tidak pernah menerima buku rekening. Tidak pernah ditunjukan bukti penarikan. Petani hanya menerima nota,” ucapnya.

Plt. Direktur Utama BPD Sultra, Abdul Latif, mengaku belum bisa memenuhi tuntutan para petani. Bank Sultra belum bisa memberikan agungan pengembalian sertifikat tanah petani dan pemutihan kredit petani. Tuntutan petani akan dipertimbangkan dulu diinternal Bank Sultra.

“Untuk sementara kami belum bisa memberikan jawaban, karena syarat untuk mengembalikan agunan dan membersihkan sliknya itu adalah kredit lunas,” jelasnya.

Sementara asuransi kata Abdul Latif, hanya untuk menjamin kredit yang bermasalah. Hal ini berbedah dengan perjanjian awal yang termuat dalam kerja sama yang ditandatangani oleh pihak Bank Sultra dan petani.

Ia mengakui bahwa sosialisasi para petani harus merata, kemudian kedua belah pihak membaca isi kontrak perjanjain sebelum perjanjian itu ditandatangani. Namun kenyataannya, petani mengaku Bank Sultra tidak pernah melakukan pendampingan, petani langsung dosodorkan kontrak perjanjian dan mereka juga tidak pernah diperlihatkan buku tabungan. Bahkan dari kerugian tersebut belum ada tindakan atau solusi yang diberikan oleh pihak Bank Sultra dan tidak adanya asuransi gagal panen akibat bencana alam, seperti yang pernah disosialisasikan sebelumnya.

“Di data kami Askrindo sebagai lembaga penjamin. Kreditnya harus dibayar oleh nasabah. Direksi tidak memiliki kewenangan untuk menghapus tagihan petani, maka harus memanggil pihak yang memiliki saham di BPD,” katanya.

Sementara perwakilan PT. Sido Muncul Pupuk Nusantara mengaku, pihaknya sudah melakukan pendampingan kepada petani, bahkan semua hasil pertanian dibeli oleh pihaknya.

“Sidomuncul berkewajiban membeli dengan harga 700 rupiah perkilogram. Komitmen awalnya, petani yang melakukan panen dan kami menimbangnnya. Semua tanggung jawab itu kami lakukan. Hasil panen selama ini 305 ton,” tandasnya.

Sebelumnya, sekelompok petani yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pemerhati Investasi Pertanian (AMPIP) Sultra menggelar aksi di Kantor Bank Sultra, Senin (23/12/2019). Mereka mendesak Bank Sultra segera mengganti rugi soal alihfungsi lahan petani di Kecamatan Sabulakoa. Mereka juga meminta Bank Sultra agar mengembalikan jaminan kredit petani berupa sertifikat tanah.

Laporan: La Niati
Editor: Habiruddin Daeng

  • Bagikan