PT Baula Petra Buana Tidak Terbukti Serobot Lahan Desa Asingi

  • Bagikan
RDP antara Rumpun Lamarota dan PT Baula Petra Buana di aula gedung DPRD Sultra, Senin (4/12/2017). (Foto: Wayan Sukanta/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Agenda rapat dengar pendapat (RDP) yang mempertemukan rumpun warga Lamarota dan PT Baula Petra Buana, di gedung Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), belum menghasilkan titik temu, Senin (4/12/2017).

Pasalnya, pada pertemuan RDP yang berlangsung selama enam jam tersebut, warga rumpun Lamarota tetap bersikukuh untuk melanjutkan perkara dugaan penyerobotan lahan seluas 50 hektar yang terletak di Desa Asingi, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.

Ketua Komisi I DPRD Provinsi Sultra, Suwandi Andi mengatakan pihak warga rumpun Lamarota merasa belum terpenuhi keinginannya untuk mendapat pengakuan atas lahan yang diduga diserobot oleh PT Baula Petra Buana. 

“Mereka masih ingin berdiskusi bersama para keluarga. Jika memang tidak ada titik temu, mereka berencana akan melakukan gugatan perdata di Pengadilan. Namun saya berharap, agar di lokasi lahan tersebut tidak ada lagi gangguan, karena persoalan ini sudah clean and clear. Selain itu juga bahwa perusahaan tersebut tidak terbukti melakukan penyerobotan lahan,” ujar Suwandi kepada Sultrakini.Com, Senin (4/12/2017).

Sementara itu, Direktur PT Petra Buana, Adi mengaku siap jika pihak rumpun Lamarota melakukan gugatan di pengadilan. Menurutnya, sejauh ini perusahaan tidak pernah melakukan tindakan penyerobotan seperti yang dilaporkan oleh rumpun Lamorata di kepolisian.

“Perlu diketahui juga bahwa dasar mereka untuk melakukan gugatan tidak kuat. Karena yang mereka pertahankan hanya kuburan dan sebuah benteng peninggalan nenek moyang pribumi zaman dulu. Sementara yang mengaku sebagai rumpun Lamorata ini, bukanlah warga pribumi sekitar. Mereka juga pendatang dari luar daerah dan tidak bermukim di desa tersebut, lalu mengkalim bahwa lahan tersebut ada peninggalan nenek moyang mereka,” tutur Adi kepada SultraKini.Com, Senin (4/12/2017).

Adi menegaskan, pihak yang mengatasnamakan rumpun Lamorata itu, telah sepihak menuding PT Baula Petra Buana melakukan penyerobotan tanpa dasar dan bukti yang kuat.

“Dasar mereka menganggap bahwa lahan seluas 117 Ha itu adalah peninggalan nenek moyang mereka, cuman karena adanya kuburan dan benteng itu. Padahal berdasarkan sejarah dimasa lalu, penerus dari sah dari lahan tersebut adalah masyarakat asli setempat. Itupun mereka menjualnya ke perusahaan ada dasarnya dan diakui oleh BPN (Badan Pertanahan Nasional), bukan menjual dengan nama warisan,” tegas Deham.

Laporan: Wayan Sukanta

  • Bagikan