PWI Sultra: Wartawan Profesional Tidak melakukan Gerakan Tambahan di Luar Kode Etik Jurnalistik

  • Bagikan
Konferensi ke V Persatuan Wartawan Indonesia di Kota Baubau periode 2020-2023, dirangkaikan dengan orientasi calon anggota PWI. (Foto: Aisyah Welina/SULTRAKINI.COM)
Konferensi ke V Persatuan Wartawan Indonesia di Kota Baubau periode 2020-2023, dirangkaikan dengan orientasi calon anggota PWI. (Foto: Aisyah Welina/SULTRAKINI.COM)

SULTRAINI.COM: BAUBAU – Konferensi ke V Persatuan Wartawan Indonesia di Kota Baubau periode 2020-2023, dirangkaikan dengan orientasi calon anggota PWI pada 15-16 Desember 2019.

Acara ini menghadirkan 45 peserta yang tidak lain wartawan media cetak, televisi, dan online dari delapan kabupaten/kota di Sultra.

Dikatakan Ketua PWI Baubau, Hainis, agenda orientasi merupakan perdana di Sultra, sehingga diharapkan terlaksana dengan baik, khususnya mewujudkan insan pers yang bermartabat. Sebab, isi orientasi menyentuh aktivitas jurnalistik yang menuntut wartawan bergerak secara profesional.

“Orientasi digelar dalam rangka mewujudkan insan pers bermartabat,” ucapnya.

Selama orientasi, wartawan disuguhkan materi seputar peraturan dasar dan peraturan rumah tangga, kode etik jurnalistik dan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, materi PWI, serta peran mewujudkan profesionalisme wartawan.

Khusus hari pertama orientasi, panitia menghadirkan lima narasumber, yakni Ketua PWI Sultra Sarjono, Sekretaris PWI Sultra Mahdar Tayong, Wakil Ketua Dewan Kehormatan Sudirman Duhari, Wakil Ketua Bidang Kesejahteraan PWI Sultra, Umar Marhum, Dewan Pembina PWI Baubau Ramli Ahmad.

Menurut Ketua PWI Sultra, Sarjono, sebagai wartawan sudah sepantasnya menjunjung kode etik jurnalistik agar jauh dari hal-hal yang mengurangi independensinya sebagai pewarta. Misalnya, mengharapkan imbalan dari pejabat daerah atau instansi pemerintah di luar dari aktivitas jurnalistik.

“Kita harus profesional dalam menggali potensi diri kita, termasuk dalam organisasi kita ini,” kata Sarjono.

Ditambahkan Sekretaris PWI Sultra, Mahdar Tayong, seorang wartawan juga membutuhkan jejaring. Artinya, kecepatan dan akurasi informasi liputan perlu konfirmasi segera dari narasumber di situasi dan kondisi tertentu. Termasuk menjaga citra profesi wartawan dari segala bentuk tindakan yang bisa mengurangi nilai kepercayaan publik terhadap profesi tersebut.

“Tentu di lapangan saat bertugas banyak dinamika yang dilalui, kadang narasumber atau instansi mengundang wartawan misalnya untuk konferensi. Saya kira perlu klarifikasi sebagai seorang wartawan jangan meliput karena mengharapkan imbalan. Wartawan adalah profesi mulia, siapa lagi yang akan memuliakan profesi itu kalau bukan diri kita sendiri sebagai wartawan,” ucap Mahdar.

Laporan: Aisyah Welina&Adrian Saban
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan