Ruang Redaksi Ambil Peran Lahirkan Karya Jurnalistik Berkualitas

  • Bagikan
Konferensi Korean Press Foundation (KPF) di Seoul, Korea Selatan. (Foto: SMSI/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: Zaman boleh berubah, teknologi boleh berkembang semakin canggih, tetapi masa depan perusahaan media masih tetap ditentukan oleh seberapa tinggi penghormatan yang diberikan ruang redaksi pada berbagai hukum dan prinsip emas jurnalistik.

Kalangan akademisi dan praktisi media di berbagai belahan dunia mengakui bahwa tingkat kepercayaan masyarakat  terhadap karya jurnalistik secara umum mengalami penurunan. 

Ironisnya, penurunan trust (kepercayaan) terhadap karya jurnalistik itu tampaknya dipicu oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin pesat. Tak sedikit perusahaan media yang berlomba-lomba ingin menjadi yang pertama dalam memberitakan. Sayangnya, hal itu sering kali dilakukan tanpa mengindahkan hal lain yang fundamental, termasuk soal kebenaran dan kegunaan karya jurnalistik.

Begitu kesimpulan yang dipetik Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Teguh Santosa usai mengikuti konferensi yang pertama kali digelar Korean Press Foundation (KPF) di Seoul, Korea Selatan pada 12-13 November 2017.

“Sedang terjadi semacam krisis  jurnalisme yang diawali oleh pandangan bahwa menjadi yang pertama dalam memberitakan lebih baik daripada memberitakan kebenaran, dan menarik perhatian lebih utama daripada mendapat kepercayaan,” ujar Teguh Santosa dalam konferensi yang dihadiri tak kurang dari 100 peserta dari 10 negara dan melibatkan 17 pembicara dari kalangan akademisi dan praktisi media serta perusahaan prlatform seperti Google dan Naver. Konferensi mengenai masa depan berita dan media dengan tema Future of News Media: Platform, Trust, Innovation. Konferensi dibuka oleh Perdana Menteri Korea Selatan Le Nak-yeon., Rabu (14/11/2017).

Menurut Teguh, pandangan ini melahirkan karya jurnalistik bermutu rendah, diikuti ketidakpercayaan masyarakat terhadap organisasi media. Dampaknya, terjadi penurunan jumlah audiens atau pembaca, diikuti kehancuran sisi bisnis karena dunia usaha juga ikut tidak mempercayai perusahaan media, yang terpaksa diikuti dengan pengurangan jumlah jurnalis. 

“Walaupun memberikan tekanan pada pentingnya pemanfaatan platform dan inovasi dalam menghadapi persaingan media yang semakin ketat, namun semua pembicara dari kalangan praktisi media, akademisi dan industri ICT sepakat bahwa konten atau karya jurnalistik yang profesional tetap menjadi hal utama yang menentukan masa depan media massa,” kata Teguh lagi. 

“Pemanfaatan platform dan inovasi tidak boleh keluar dari garis batas penghormatan terhadap hukum dan prinsip emas jurnalistik. Sebaliknya, ada keyakinan, bahwa pemanfaatan platform dan invonasi adalah hal yang dibutuhkan untuk menjaga kualitas karya jurnalistik,” demikian Teguh.  

Salah seorang pembicara dalam konferensi itu, Direktur World Association of Newspaper and News Publisher (WAN-Ifra) Asia Gilles Demptos mengatakan bahwa perkembangan media digital melahirkan gelombang gangguan (waves of disruption) yang menggerus penghormatan terhadap prinsip dan hukum jurnalistik.

Kabar bohong, ujaran kebencian dan penyesatan informasi menjadi gejala yang tampak di mana-mana. Keraguan terhadap media digital pun semakin hari semakin besar.  

Tugas utama pegelola media siber, menurut Demptos, adalah menjaga kredibiltas di tengah persaingan dengan tidak mengabaikan prinsip-prinsip kebenaran serta dengan tetap menjaga kepercayaan pembaca. 

Sumber: SMSI

  • Bagikan