Rusman Emba: Rajiun Maknai Mai Te Wuna Hanya Dalam Konteks Penggalan Kata

  • Bagikan
Bupati Muna, LM. Rusman Emba saat diwawancarai sejumlah awak media dikediamannya. (Foto: Arto Rasyid/SULTRAKINI.COM)
Bupati Muna, LM. Rusman Emba saat diwawancarai sejumlah awak media dikediamannya. (Foto: Arto Rasyid/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Inisiasi Polda Sultra memediasi pertemuan Bupati Muna LM. Rusman Emba dan Bupati Muna Barat Laode M. Rajiun Tumada akhirnya berlangsung di Mako Brimob pada Senin (2/9/2019). Mediasi tersebut berlangsung sekitar dua jam secara tertutup terkait kisruh baliho Laode M. Rajiun Tumada bertuliskan Mai Te Wuna (Mari datang ke Muna yang ditempali kalimat Amaimo Pada Ini (saya datang mi ini) yang dinilai tidak beretika dan terkesan provokatif.

Bupati Muna, LM. Rusman Emba, mengatakan dalam pertemuan tersebut terdapat beberapa perbedaan pendapat, dimana Pemda Muna memaknai Mai Te Wuna yang merupakan tagline mempromosikan wisata itu dari filosofi, sementara Rajiun hanya memaknainya dalam konteks penggalan kata-kata.

“Kemudian pemahaman Rajiun mengenai RPJMD secara kontekstual harus tertulis kalimat Mai Te Wuna, padahal sudah dijelaskan pada penjabaran jika tagline Mai Te Wuna dalam rangka menarik wisatawan dan investasi,” jelas Rusman Emba.

Rusman menambahkan jika dalam pertemuan itu, makna Mai Te Wuna-Amaimo dalam versi Pemda Muna yang sebelumnya telah diputuskan bersama pada rapat Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) dapat memicu konflik di tengah masyarakat.

“Jadi kami Pemda Muna hanya menertibkan baliho saudara Rajiun yang memiliki potensi konflik di tengah masyarakat dan itu telah disepakati bersama oleh forkopimda, saat itu keputusannya soal baliho tidak jadi masalah tetapi pada tulisannya,” ujarnya.

“Hal itu yang kemudian dimediasi oleh Polda Sultra melalui Dansat Brimob, Kombes Pol. Joni Afrizal Syarifuddin untuk dibedah bersama dimana potensi konfliknya. Karena kami menganggap Mai Te Wuna sebagai tagline yang mengandung filosofi mendalam dimana tidak bisa diterjemahkan hanya dari kata per kata,” ketusnya.

Lanjut Rusman, jika permintaan saudara Rajiun dihadirkan ahli bahasa untuk mencari titik temu diapresiasi oleh Pemda Muna, namun dengan syarat semua kegiatan yang sifatnya politis tidak boleh dulu dilakukan di Muna sampai dalam pertemuan kedua makna Mai Te Wuna-Amaimo Pada Ini dapat disimpulkan bersama.

“Jadi kegiatan silaturahim dan sebagainya tidak boleh dilakukan dalam rangka mencari akar masalah dari kalimat Mai Te Wuna. Pihak KPU dan Bawaslu Sultra juga menjelaskan jika terkait pemasangan alat peraga kampanye (Baliho) Rajiun belum masuk dalam tahap pilkada,” ungkapnya.

Sementara terkait Satpol PP Pemkab Muna melakukan penertiban pada baliho Laode M. Rajiun Tumada beberapa waktu lalu, menurut Rusman Emba, telah dilakukan tahap pertema dengan terlebih dulu disomasi, namun saat itu diindahkan.

Sebab kalimat Amimo pada ini sangat bernada provokatif, dimana pada ujung kalimat menggunakan tanda seru (!) sebanyak tiga kali yang bisa diterjemahkan merupakan sikap penegasan/pemaksaan/seruan. Sehingga Pemda Muna berasumsi bahwa seolah kalimat itu menunjukkan sebuah pertarungan jika dimaknai dalam bahasa muna itu sendiri.

“Sebetulnya ini ranah pemerintah daerah tapi karena kita menghargai forum ini sehingga kami menunggu waktunya untuk pertemuan kedua. Tapi lagi-lagi kami tegaskan tidak persoalkan mau pasang baliho berapapun tapi jangan kata Mai Te Wuna-Amaimo Pada Ini yang muncul,” tutup Rusman Emba.

Laporan: Arto Rasyid
Editor: Habiruddin Daeng

  • Bagikan