Sambut Awal Ramadan, Warga Buton Gelar Tradisi Haroa

  • Bagikan
Haroa Malona Bangua. (Foto: Maliana Abas/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: BUTON – Memasuki awal Ramadan masyarakat Kelurahan Wakoko, Kecamatan Pasarwajo, Buton menyambutnya dengan baca doa Haroa, Jumat (26/5/2017).

Bagi kepercayaan masyarakat setempat, Haroa merupakan rutinitas sejak zaman dulu dengan membacakan doa bagi keluarga yang sudah meninggal. Kadang juga diadakan guna meminta rezki, umur panjang dan lainnya. Haroa umumnya tersaji dalam talang berisikan nasi, ikan, telur, kue dan Sanggara (pisang goreng). Namun ada juga jenis makanan lainnya yang disajikan berupa waje, baruasa (kue beras), Bolu kecil, Cucuru (cucur) Onde-onde, Ngkaowi-owi (ubi goreng), Lapa-lapa, telur rebus/dadar dan ayam santan.

Uniknya, para ibu telah mematok jumlah setiap makanan yang akan disajikan, yaitu satu piring untuk satu jenis makanan berjumlah ganjil. Alasannya haroa disajikan untuk bulan baik sedang jumlah genap untuk haroa orang yang telah meninggal.

Haroa memiliki jenis berdasarkan bulan atau momennya, misalnya Malona Bangua atau Haroa menyambut malam pertama puasa, Maluddu atau Haroa untuk maulid Nabi Muhammad Saw dan Qunua atau Haroa khusus memasuki 15 hari puasa dengan membawanya ke masjid setempat jelang sahur.

Tradisi ini terlaksana pada awal ramadan dan hari Raya Idul Fitri, Idul Adha dan momen tertentu lainnya. Tidak hanya Kelurahan Wakoko, tetapi hampir seluruh masyarakat di tujuh kecamatan, Kabupaten Buton maupun di luar daerah mengadakan tradisi ini.

Seperti Harlina, Warga Kelurahan Wakoko yang sejak dulu telah melakuan tradisi haroa, khususnya memasuki bulan puasa. “Haroa itu bagi masyarakat di sini adalah membacakan doa bagi keluarga kita yang sudah meninggal. Kita juga kadang minta rezeki, panjang umur dan yang lainnya,” katanya, Jumat (26/5/2017).

Senada dengan itu, Imam Masjid Kelurahan Wakoko, La Udu menambahkan haroa dilaksanakan di setiap rumah warga atau masjid yang dipimpin oleh perangkat masjid atau ‘Lebe’ artinya orangtua yang ditokohkan. Waktu pelaksanaannya, yakni sore atau malam hari usai waktu Magrib ataupun Isya. Haroa bukan berarti menduakan Allah SWT. Tetapi melalui pelaksanaan itu, diharapkan doa yang dipanjatkan dapat dikabulkan sang Maha Pencipta.

“Ini sudah kebiasaannya orang-orang tua kita dulu dan kita percaya sampai sekarang. Sebelum Haroa, biasanya orang pergi ziarah dulu di kubur, baik itu pagi, siang dan sore, malamnya Haroa. Haroa juga biasa dilakukan di hari-hari biasa, tapi itu perorangan, saat mungkin dia dapat rezeki banyak, pangkatnya dia naik atau hal lain yang disyukuri,” jelasnya ditemui di rumahnya, Kelurahan Wakoko.

Laporan: La Ode Ali dan Maliana Abas

  • Bagikan