Sebelas Provinsi di Indonesia Kemarau Ekstrem, Diprediksi Berlanjut Hingga November 2019

  • Bagikan
ilustrasi
ilustrasi

SULTRAKINI.COM: Deputi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Mulyono Prabowo menyatakan musim kemarau diprediksi berlangsung hingga awal November 2019 di beberapa daerah di Indonesia. Kemarau panjang disebabkan oleh Indian Ocean, bukan El Nino seperti biasa. Nazir Foead Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) mengatakan ini seperti El Nino dari lautan Hindia, bukan Pasifik sama dengan tahun lalu, lemah. El Nino dari Hindia ini lebih kuat dari 2015.

Kepala Bidang Disemasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, Tirto Djatmiko, mengungkapkan kemarau tahun ini lebih kering dan lebih terasa terik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan musim kemarau datang bersamaan dengan fenomena El Nino.
Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan, ada 2.347 desa di 95 kabupaten atau provinsi di Indonesia berdampak kekeringan akibat kemarau.

Pelaksana Harian Kapusdatin dan Humas BNPB Agus Wibowo menyebut 11 provinsi berdampak kekeringan, meliputi wilayah Sumatera Barat, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, NTB, dan NTT, Bali, Sulawesi Selatan, dan Maluku.

“Di NTT kekeringannya cukup banyak, itu ada di 848 desa totalnya,” terang Agus di gedung BNPB di Jakarta Timur, Rabu (16/10/2019).

Semua daerah tersebut memang mengalami kekeringan parah terutama pada Provinsi NTT dengan tingkat kekeringan cukup parah dibandingkan dengan daerah lain. Kekeringan yang terjadi di NTT melanda 12 wilayah.

Menurut Kepala Stasiun Klimatologi Kelas II Kupang, Apolinaris S Geru, 12 wilayah itu sendiri dari Kabupaten Kupang, Ende, Sikka, Flores Timur, Sabu Raijua, Lembata, Sumba Barat, Sumba Timur, Rote Ndao, Belu, Timur Tengah Utara, dan Kota Kupang. Kemaru juga membuat warga NTT sangat kesulitan air bersih, sungai dan sumur serta sumber mata air pun mulai menipis dan mengering.

Provinsi NTB juga mengalami kekeringan ekstrem di sembilan kabupatennya dengan rincian, 69 kecamatan dan 302 desa mengalami kekeringan sesuai dengan data BNPB. Sejumlah daerah di NTB juga masuk dalam 31 kabupaten dan kota siaga darurat dan empat kabupaten yang tanggap darurat. Informasi terbaru dari BMKG, September masih fase kekeringan ekstrem.

Di Sumatera Barat, akibat kekeringan yang panjang menyebabkan sekitar 100 hektare areal pertanian terancam mengalami gagal panen karena turunnya debit air Sungai Batang Sangir sehingga tidak mampu mengairi pertanian masyarakat di Nagiri Bidar Alam, Kecamatan Sangir Jujuan, di Solok Selatan.

Menghadapi bencana kekeringan ini, Aksi Cepat Tanggap (ACT) menyalurkan bantuan jutaan liter air bersih di berbagai daerah dan membangun sumur wakaf di 263 titik untuk ratusan ribu penerima di seluruh Indonesia.

Dari berbagai sumber
Laporan: Nurul Sadrina Sari

  • Bagikan