Sianida Ada di Sekitar Kita

  • Bagikan
Sri Damayanty, SKM., M. Kes

Sri Damayanty, SKM., M. Kes
(Dosen STIK Avicenna)

Sudah beberapa pekan kematian Mirna menjadi perbincangan hangat di media-media. Motif kematiannya yang menjadi rahasia belum terpecahkan hingga kini. Sulitnya mengelaborasi fakta dan saksi mungkin menjadi penyebabnya.

Namun yang pasti, polisi telah dengan cepat mengungkap bahwa penyebab kematian Mirna adalah zat sianida (CN) yang terkandung di dalam kopi yang diminum sesaat sebelum meninggal.

Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan. Zat ini telah digunakan sejak ribuan tahun yang lalu. Efek dari sianida ini sangat cepat dan dapat mengakibatkan kematian dalam jangka waktu beberapa menit.

Sianida dalam sejarahnya memang digunakan untuk membunuh. Pada zaman kejayaan kerajaan Romawi, sianida digunakan sebagai senjata. Sianida digunakan untuk meracuni angota keluarga kerajaan dan orang-orang yang dianggap dapat mengganggu keamanan.

Austria ketika itu juga mengeluarkan gas beracun yang berasal dari potassium sianida dan bromin. Zat ini kemudian disebut sianogen bromida yang mempunyai efek iritasi yang sangat kuat pada konjungtiva mata dan pada mukosa saluran pernafasan.

Selama perang dunia II, Nazi Jerman juga menggunakan sianida jenis asam hidrosianik untuk menghabisi ribuan rakyat sipil dan tentara musuh. Adapun sianida yang digunakan oleh militer NATO (North American Treaty Organization) adalah yang jenis cair yaitu asam hidrosianik (HCN).

Sebenarnya Sianida sangat dekat dengan kita. Keberadaannya dalam dosis rendah dapat ditemukan di alam dan ada pada setiap produk yang biasa kita konsumsi atau gunakan sehari-hari. Misalnya pada pembersih kuteks, bahan pelarut (aliphatic nitriles), asap rokok, buah-buahan (apricot, cherry, dan apel), tanaman tertentu (bambu, singkong, almond, bayam, kacang, dan tepung tapioca) dan asap kendaraan bermotor, serta hasil pembakaran dari material sintetik seperti plastik.

Sianida merupakan racun yang sangat toksik, karena garam sianida dalam takaran kecil saja sudah cukup untuk menimbulkan kematian pada seseorang dengan cepat. Kematian akibat keracunan zat ini umumnya terjadi pada kasus bunuh diri dan pembunuhan. Tetapi mungkin pula terjadi akibat kecelakaan di laboratorium, pada penyemprotan (fumigasi) dalam pertanian dan penyemprotan di gudang-gudang kapal.

Berdasarkan hal tersebut, kasus Mirna, dapat dipastikan sebagai kasus pembunuhan. Terlebih ditemukan sianida dalam kopi yang dikonsumsi Mirna sebanyak 15 gram, menurut Pusat Laboratorium Forensik (Kapuslabfor) Mabes Polri. Jumlah ini sangatlah besar dan wajar saja menyebabkan kematian mendadak.

Makanan atau minuman yang mengandung sianida setelah dikonsumsi akan langsung masuk ke dalam pembuluh darah. Jika sianida yang masuk ke dalam tubuh masih dalam jumlah yang kecil maka sianida akan diubah menjadi tiosianat yang lebih aman dan diekskresikan melalui urin. Dan tentunya hanya akan mengalami efek lokal berupa rasa perih pada lidah seperti yang dirasakan teman Mirna saat mencicipi kopi tersebut.

Tetapi bila jumlah sianida yang masuk ke dalam tubuh dalam dosis yang besar, tubuh tidak akan mampu untuk mengubah sianida menjadi tiosianat maupun mengikatnya dengan vitamin B12. Racun ini menghambat sel tubuh mendapatkan oksigen sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak.

Paparan dalam jumlah kecil mengakibatkan napas cepat, gelisah, pusing, lemah, sakit kepala, mual dan muntah serta detak jantung meningkat. Paparan dalam jumlah besar menyebabkan kejang, tekanan darah rendah, detak jantung melambat dan berujung pada kematian.

Kematian Mirna akibat keracunan zat berbahaya ini tak perlu disangkal lagi jika hasil pemeriksaan forensik telah keluar. Pemeriksaan forensik tentunya menjadi bukti yang sangat valid jika dilakukan dengan tepat. Terlebih dalam pelaksanaannya sangat lah mudah untuk mengetahui jejak-jejak zat beracun dalam tubuh mayat.

Pada pemeriksaan bagian tubuh jenazah, para tim menekan dada mayat sehingga akan keluar gas dari mulut dan hidung. Tercium bau amandel yang khas pada waktu membuka rongga dada, perut dan otak serta lambung (bila racun melalui mulut), darah, otot dan penampang tubuh dapat berwarna merah terang. Juga-dapat ditemukan kelainan pada mukosa lambung berupa korosi dan berwarna merah kecoklatan karena terbentuk hematin alkali dan pada perabaan mukosa licin seperti sabun. Korosi dapat mengakibatkan perforasi lambung yang dapat terjadi antemortal atau posmortal (Dharma, M. S. dkk. 2008).

Semoga saja pihak terkait tidak lupa memeriksa sumber kopi dan penyajian kopi di mal tempat kejadian perkara. Untuk pemeriksaan sumber kopi perlu mengambil sampel kopi, gula, gelas, cerek dan semua benda atau bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembuatan kopi tersebut. Sedangkan untuk penyajian kopi, perlu melihat reka ulang atau rekaman CCTV saat penyajian kopi tersebut.

Hal itu turut menjadi point penting dalam pemeriksaan setiap kasus keracunan. Dan metode itu tentunya akan sangat membantu dalam pengungkapan motif pembunuhan yang belum-belum terkuak juga. Terlepas dari adanya kasus, setidaknya hal tersebut dapat menjadi kontrol terhadap para penyaji makanan/minuman apakah memenuhi aspek keamanan dalam menyajikan dan penggunaan bahan.

Sianida bukan hanya melalui saluran pencernaan seperti yang terjadi pada Mirna, melainkan dapat pula masuk melalui pernafasan dan kulit. Sisa pembakaran produk sintesis yang mengandung karbon dan nitrogen seperti plastik akan melepaskan sianida.

Menurut riset, rokok juga mengandung sianida. Pada perokok pasif dapat ditemukan sekitar 0.06 µg/mL sianida dalam darahnya, sementara pada perokok aktif ditemukan sekitar 0.17 µg/mL sianida dalam darahnya.

Pesan penting dari kasus Mirna ini, bahwa kita senantiasa berhati-hati dalam mengkonsumsi makanan/minuman. Sumber dan jenisnya harus benar-benar kita ketahui. Apalagi zat beracun berpotensi untuk kita terpapar kapan dan dimana saja.

Bapak Toksikologi Modern, Paracelsus (1493-1541) menyatakan bahwa “semua zat adalah racun; tidak ada yang bukan racun. Dosis yang tepat dapat membedakan suatu racun dengan suatu obat”.

Maksudnya adalah semua zat yang masuk ke dalam tubuh berpotensi menimbulkan kerugian/gangguan pada tubuh jika dalam takaran berlebih dan cara masuk yang tidak tepat. Karenanya kita harus memiliki pengetahuan akan potensi-potensi berbahaya yang keberadaannya sangat dekat dengan kita.(*)

  • Bagikan