Sopir Angkutan di Butur Keluhkan Buruknya Kondisi Jalan Provinsi

  • Bagikan

SULTRAKINI.COM: BUTUR – Ibarat pepatah, keluar dari mulut Harimau masuk mulut Buaya. Nampaknya menjadi kiasan yang tepat untuk menggambarkan kondisi jalan provinsi di wilayah Buton Utara (Butur). Sebab, di musim kemarau jalannya berdebu, sebaliknya musim hujan becek dan berlumpur.

Wilayah yang paling parah kerusakannya adalah poros Pongkowulu-Ngapa E’a berkisar 45 kilo meter dan E’e Lahaji-Mongkolisi, kisaran 7 kilo meter. Kondisinya cukup memprihatinkan, karena banyak terdapat lubang dan berbatu-batu.

Jalan provinsi yang menghubungkan Ereke Baubau ini, terakhir kali dibenahi pada tahun 2014 lalu. Sayangnya pembenahan iItu pun hanya sebatas pengkerasan atau timbunan, sehingga tidak lama bertahan, apalagi intensitas kendaraan semakin tinggi.

Buruknya kondisi jalan tersebut cukup meresahkan para pengguna jalan. Khususnya, sopir angkutan umum Ereke-Baubau dan Ereke-Labuan. Setiap hari mereka berjuang melintasi medan yang cukup sulit, bahkan terkadang harus berhenti di tengah jalan karena mobilnya rusak.

Derita para sopir angkutan umum tidak sampai disitu. Mereka harus merogok kocek sebelum tiba waktunya untuk mengganti onderdil kendaraan yang cepat aus.

Salah seorang sopir angkutan Ereke-Baubau, La Tato mengatakan, dalam kondisi jalan normal, ban mobilnya bisa bertahan sampai enam bulan pemakaian. Tapi dengan kondisi sekarang, paling lama empat bulan.

“Syukur-syurkurmi kalau bisa dipakai lima bulan dengan kondisi jalan begitu ,” tuturnya saat ditemui SULTRAKINI.COM, Kamis (1/9/2016)

Selain ban mobil yang cepat aus, La Tato juga sering mengganti onderdil lainnya, seperti reken. Alat yang berpegang di setir mobil ini tak bertahan lama, karena getaran ketika mobil menginjak lubang.

“Itu mi yang sering kami ganti. Harganya Rp 250 ribu. Kalau ban sampai Rp 500 ribu,” akuhnya.

Ia berharap kepada Pemprov Sultra cepatnya membenahi jalan tersebut. Sehingga arus transportasi Ereke-Baubau berjalan lancar. “Bukan hanya penumpang yang pusing dengan kondisi jalan, tapi kami juga para sopir. Soalnya biaya ganti onderdil cukup mahal,” tandasnya.

Sementara pengendara sepeda motor, Aris mengatakan, jalan provinsi di wilayah Butur bisa diibaratkan keluar dari mulut Buaya masuk mulut Harimau. Sebab, pada musim kemarau dipenuhi debu, sebaliknya musim hujan becek dan licin.

“Begitumi kalau jalan hanya pengkerasan-pengkerasan terus. Selama itu belum di aspal, akan begini terus kondisinya setiap tahun,” centilnya.

  • Bagikan