Sri Mulyani Jawab Kritikan Prabowo Sebut Penerimaan Pajak Rendah

  • Bagikan
Sri Mulyani Jawab Kritikan Prabowo Sebut Penerimaan Pajak Rendah foto : Bisnis Tempo - Tempo.co
Sri Mulyani Jawab Kritikan Prabowo Sebut Penerimaan Pajak Rendah foto : Bisnis Tempo - Tempo.co

SULTRAKINI.COM: Calon Presiden Indonesia (Capres), Prabowo Subianto menilai, pemerintah harus belajar mengenai perpajakan dari negara Zambia. Pasalnya, saat ini rasio pajak (tax ratio) Indonesia masih kalah jauh dibanding Zambia. Menurut Prabowo, rasio pajak Zambia telah mencapai angka 16 persen. Padahal, seringkali negara Afrika dipandang rendah, tapi nyatanya ada negara yang bisa lebih bagus dari pada Indonesia.

“Sepertinya (bangsa Indonesia) perlu pergi ke sana (Zambia) dan belajar kepada pemerintah di sana, bagaimana mereka bisa melakukan menajemen yang baik seperti mereka,” kata Prabowo di Jakarta, Rabu, 21 November 2018.

Dia mengkritik rendahnya penerimaan pajak Indonesia dibandingkan era orde baru, penerimaan pajak saat ini di bawah 14 persen dari produk domestik bruto. “Di era orde baru tax rasio mencapai 14 persen, bahkan sampai angka 16 persen dari PDB,” ujar Prabowo.

Dia menambahkan, rasio pajak Indonesia di era Presiden Soeharto bahkan jauh lebih baik dibanding saat ini. Meski pun Presiden Soeharto dianggap otoriter, namun dia bisa membuat rasio pajak Indonesia selalu di atas 14 persen. “Tax rasio kita 10,3 persen. Di era Soeharto yang otoriter katanya, tapi tax ratio selalu di atas 14 persen. Bahkan satu waktu bisa 16 persen,” sambungnya.

Negara lain yang juga perlu dicontoh kata Prabowo adalah Thailand dan Malaysia. Rasio pajak di dua negara tersebut mencapai 18 persen terhadap PDB. Prabowo mengatakan, rasio pajak di Indonesia sampai saat ini masih rendah karena upaya pemerintah belum maksimal.

“Indonesia kehilangan US$60 miliar karena pemerintah tidak mampu menjaga rasio pajaknya, padahal Indonesia bisa mencapai rasio pajak 18-20 persen,” tambahnya.

Menurutnya, agar penerimaan pajak terus ditingkatkan, pemerintah perlu memperbaiki sistem teknologi perpajakan sehingga lebih efisien. “Supaya tidak hanya dibebankan kepada orang saja masalah penerimaan pajak,” katanya.

Menteri keuangaan Sri Mulyani merespons kritik Prabowo Subianto terkait rendahnya rasio pajak Indonesia.
“Kalau kemarin ada yang mengkritik tax ratio kita rendah, kami perbaiki tanpa membuat ekonomi kita menjadi khawatir,”ujar Sri Mulyani dalam acara peluncuran KG Media di Jakarta, Kamis (22/11/2018).

Mantan Direktur Pelaksanaan Bank Dunia itu mengaku, sejak pulang ke Indonesia pada 2016 dan diangkat menjadi Menkeu oleh Presiden RI Joko Widodo, perbaikan untuk menaikan rasio pajak terus dilakukan. Pada 2017, rasio pajak atau kontribusi penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional masih ada dibawah 11 persen, tepatnya 10,8 persen. Meski pasang surut akibat kondisi ekonomi yang bergejolak, namun penerimaan pajak menunjukkan tanda positif hingga kini. Hal itu bisa terlihat hingga 31 Oktober 2018.

Dari sisi pendapatan, realisasinya sebesar Rp1.483,9 triliun, atau naik 20,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pada akhir Oktober 2017, realisasi pendapatan negara hanya Rp1.228 triliun, atau tumbuh 3,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Relisasi penerimaan perpajakan Rp1.160,7 triliun pada akhir Oktober 2018, atau tumbuh 17 persen dari akhir Oktober 2017. Tahun lalu, penerimaan perpajakan tumbuh 0,5 persen. Bila dilihat lebih rinci, penerimaan perpajakan didorong oleh penerimaan pajak Rp1.016,5, triliun atau tumbuh 17,6 persen dan penerimaan bea cukai Rp144, 1 triliun, tumbuh 13,13 persen.

Sementara itu, Penerimaan Negara Pajak (PNBP) juga tumbuh tinggi. Relisasinya mencapai Rp315,4 triliun, tumbuh 34,5 persen dibandingkan akhir Oktober 2017.

Ironisnya, lanjut mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu banyak pihak yang menuntut pemerintah menyediakan fasilitas dan kualitas hidup seperti negara maju lainnya. Menkeu mencontohkan negara-negara Nordik, seperti Finlandia, Swiss, Norwegia, dan Denmark ternyata masyarakat membayar pajak sampai 70 persen dari pendapatannya.

Perempuan yang disapa Ani itu menyadari upaya untuk rasio pajak tidak mudah. Apalagi ada kebutuhan besar untuk melakukan pembangunan secara besar-besaran. Hal ini tentu membutuhkan anggaran besar. Salah satu sumber anggaran yakni penerimaan pajak.

Namun upaya mengoptimalkan penerimaan perpajakan juga tak bisa dilakukan dengan perhitungan tertentu.
“Kami disuruh melayani, tapi kami disuruh tax rasio-nya naik. Kami diminta supaya defesit turun dan belanja banyak, tapi kami (dikritik) tidak boleh utang. Jadi hidup saya sudah cukup terlatih melakukan hal yang itu,” ucap Sri Mulyani.

Dari berbagai Sumber
Laporan : Wa Ode Dirmayanti

  • Bagikan