Sultra "Darurat Narkoba"

  • Bagikan
Mikbariah, AM.d (Aktivis MHTI Wilayah Sultra)Foto: Ist

Oleh : Mikbariah, AM.d

(Aktivis MHTI Wilayah Sultra)

 

Belum lama ini BNN menetapkan kendari darurat narkoba bahkan penetapannya sampai pada tingkat kelurahan, artinya bahwa kasus narkoba baik pemakai maupun peredaran narkoba sudah sangat memprihatinkan. Berdasarkan hasil evaluasi badan narkotika provinsi (BNP) Sulawesi Tenggara pengguna narkotika dikalangan pelajar dan mahasiswa meningkat tajam sampai 63 persen selama tahun 2014, dan beberapa waktu yang lalu hasil penelitian BNN dan Universitas Indonesia (UI) tahun 2015 terungkap bahwa pelaku penyalahgunaan narkoba di Sultra telah mencapai 26.357 orang atau sebanyak 66 persen atau 17.402 pengguna masih berstatus pelajar dan sisanya 34 persen atau 8.965 orang dari berbagai kalangan baik PNS, aparat hukum,wirswasta,mahasiswa,buruh/ tani, bahkan ibu rumah tangga.

 

Narkoba Menggurita

 

Tentu hal ini mesti menjadi perhatian penting bagi semua pihak, tidak cuma pada pihak tertentu yang terkait misalnya BNN, BNP saja , dan meski sudah banyak langkah yang dilakukan untuk menanganinya namun tidak juga mampu untuk menyelesaikannya, hal ini bisa dilihat Kejahatan narkoba setiap tahun mengalami peningkatan. Data BNN (menunjukkan kejahatan narkoba terus meningkat tiap tahun. Pada akhir 2010, Wakadiv Humas Polri, Brigjen Untung menyatakan kasus narkoba naik 65% dibanding tahun 2009 yang berjumlah 9661 kasus.

 

(Tempointeraktif.com, 28/12/10). Kasus narkoba jenis sabu-sabu meningkat signifikan dari 9.661 kasus di 2009 menjadi 16.948 kasus di 2010 atau meningkat . 75,4 %. Sementara untuk jenis heroin, barang bukti yang berhasil disita meningkat dari 11,024 kg di tahun 2009, menjadi 23,773 kg di 2010. Artinya meningkat 115%.Sepanjang tahun 2010, Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri berhasil menyita 18 ton daun ganja, 23 kg heroin, 281 kg sabu-sabu dan 369 ribu tablet ekstasi dengan nilai Rp 892 miliar.bahkan diprediksi pengguna narkoba di tahu 2015 akan menjadi 5,8 juta jiwa hal ini karena tahun sebelumnya pengguna narkoba telah mencapai 4 juta

 

Mengurai Akar Masalah

 

Jika diperhatikan, makin akutnya kejahatan narkoba, disebabkan penanganan yang salah dan penegakan hukum yang lemah serta hukuman yang tidak memberikan efek jera. sesuai dengan UU N0 35 tahun 2009 tentang narkotika yang memandang pecandu narkotika bukan sebagai pelaku kriminal tapi penderita yang harus direhabilitasi waspada.co.id, 27/06/2010). Hal itu jelas sangat rancu. Di satu sisi penyalahgunaan narkoba dipandang sebagai kriminalitas, tapi di sisi lain seorang pengguna – yang jelas-jelas menyalahgunakan narkoba – justru dianggap bukan pelaku kriminal. Hanya produsen dan pengedar yang dikriminalkan. Padahal, bukankah tidak akan ada penawaran jika tidak ada permintaan? Bukankah pengguna narkoba mengkonsumsinya atas dasar kesadaran, bukan karena paksaan? Lalu di sisi mana mereka bisa dianggap sebagai korban? Hal itu justru bisa meningkatkan jumlah pengguna narkoba. Sebab mereka tidak akan takut karena tidak akan dikriminalkan.

 

Apalagi penegakan hukum dalam masalah narkoba ini sangat buruk. Sudah menjadi rahasia umum bahwa para narapidana narkoba masih bisa terus menjalankan bisnis narkobanya dari dalam penjara. Terungkapnya sindikat narkoba internasional yang beroperasi di LP Nusa Kambangan dengan omset miliaran rupiah jelas menegaskan hal itu. Seorang kurir narkoba di Ekuador, Amerika Latin, mendapatkan order narkoba dari Nusakambangan. Padahal, di sana diberlakukan keamanan tingkat tinggi (vivanews.com, 9/3).

 

Hukuman yang dijatuhkan dalam kasus narkoba yang tidak memberikan efek jera meskipun akhirnya dilakukan eksekusi mati pada 6 terpidana narkoba tetap saja ini menjadi kendala karena pada akhirnya muncul pro dan kontra pemberlakuan sanksi ini ,sehingga keinginan menjadikan Indonesia bebas narkoba, adalah bak jauh panggang dari api. Karena apa yang dilakukan seperti menegakkan benang basah.

 

Pesatnya kejahatan narkoba sebenarnya buah dari sistem kehidupan yang standarnya manfaat melahirkan gaya hidup hedonisme, gaya hidup yang memuja kenikmatan jasmani. Doktrin liberalismenya mengajarkan, setiap orang harus diberi kebebasan mendapatkan kenikmatan setinggi-tingginya. Maka contoh akibatnya, tempat-tempat hiburan malam yang sering erat dengan peredaran narkoba makin marak dan tidak bisa dilarang. Dan dengan dibingkai oleh akidah yang meminggirkan agama, maka sempurnalah kerusakan itu. Tatanan kemuliaan hidup masyarakat pun makin terancam.

 

Solusi Menyeluruh

 

Memberantas narkoba harus dilakukan dengan membongkar landasan hidup masyarakat yang rusak dan menggantikannya dengan yang benar; yang sesuai fitrah manusia, memuaskan akal dan menentramkan hati, yaitu akidah Islam. Dari sisi akidah, Islam mengajarkan bahwa setiap perbuatan baik akan mendapat ganjaran di akhirat. Dan sebaliknya setiap perbuatan dosa, termasuk penyalahgunaan narkoba, akan dijatuhi siksa yang pedih di akhirat, meskipun pelakunya bisa meloloskan diri dari sanksi di dunia.Rasulullah saw. bersabda:“Sesungguhnya Allah harus memenuhi janji bagi siapa saja yang meminum minuman yang memabukkan untuk memberinya minum thînatal khabâl”. Mereka bertanya, “ya Rasulullah apakah thînatal khabâl itu?”, Rasulullah saw bersabda: “keringat penduduk neraka atau ampas (sisa perasan) penduduk neraka” (HR Muslim no 2003, dari Ibnu Umar).

 

Lalu Islam mewajibkan negara untuk senantiasa memupuk keimanan rakyatnya. Maka jika sistem Islam diterapkan hanya orang yang pengaruh imannya lemah atau terpedaya oleh setan yang akan melakukan dosa atau kriminal. Jika pun demikian, maka peluang untuk itu dipersempit atau bahkan ditutup oleh syariah islam melalui penerapan sistem pidana dan sanksi dimana sanksi hukum bisa membuat jera dan mencegah dilakukannya kejahatan.

 

Hal itu sebab, narkoba jelas hukumnya haram. Ummu Salamah menuturkan:Rasulullah saw melarang setiap zat yang memabukkan dan menenangkan (HR Abu Dawud dan Ahmad) Mufattir adalah setiap zat relaksan atau zat penenang, yaitu yang kita kenal sebagai obat psikotropika. Al-‘Iraqi dan Ibn Taymiyah menukilkan adanya kesepakatan (ijmak) akan keharaman candu/ganja (lihat, Subulus Salam, iv/39, Dar Ihya’ Turats al-‘Arabi. 1379). Mengkonsumsi narkoba apalagi memproduksi dan mengedarkannya merupakan dosa dan perbuatan kriminal.

 

Disamping diobati/direhabilitasi, pelakunya juga harus dikenai sanksi, yaitu sanksi ta’zir, dimana hukumannya dari sisi jenis dan kadarnya diserahkan kepada ijtihad qadhi. Sanksinya bisa dalam bentuk ekspos, penjara, denda, jilid bahkan sampai hukuman mati dengan melihat tingkat kejahatan dan bahayanya bagi masyarakat. Pelaksanaan hukuman itu harus dilakukan secepatnya, tanpa jeda waktu lama dari waktu terjadinya kejahatan dan pelaksanaannya diketahui atau bahkan disaksikan oleh masyarakat seperti dalam had zina (lihat QS an-Nur[24]: 2). Sehingga masyarakat paham bahwa itu adalah sanksi atas kejatahan itu dan merasa ngeri. Dengan begitu seiap orang akan berpikir ribuan kali untuk melakukan kejahatan yang serupa. Maka dengan itu kejahatan penyalahgunaan narkoba akan bisa diselesaikan tuntas melalui penerapan syariah Islam.

 

Penutup

 

Tampak jelas sekali bahwa sistem kehidupan saat ini gagal total memberantas narkoba. Akibatnya masyarakat terus menerus terancam. Juga tampak jelas sekali bahwa tidak ada jalan lain memberantas narkoba di negeri ini termasuk di Sulawesi tenggara kecuali dengan kembali kepada sistem kehidupan yang bersumber dari Pencipta manusia yang akan memberikan rahmat bagi seluruh alam.

  • Bagikan