Tanah Ini Tidak Dijual

  • Bagikan
Sutrisno Dul Basyir
Sutrisno Dul Basyir

Oleh: Sutrisno Dul Basyir (Penggiat Literasi Sosial dan Pendidikan)

Satu waktu saya jalan-jalan di Makassar. Jalan-jalan yang saya lakukan benar-benar jalan kaki bukan naik kendaraan.  Seperti kota lainya, Makassar juga cukup macet terutama di jam kerja. Makassar juga terkenal sebagai kota dengan suara klakson paling ribut di Indonesia. Nah kurang lebih itu juga jadi alasan saya berjalan kaki di pinggir jalan setelah keluar dari mall untuk membeli buku.

Di pinggir jalan ada sepetak tanah kosong. Lokasinya cukup strategis jika dijadikan tempat usaha. Sepetak tanah itu berlokasi tidak jauh dari pusat belanja, pom bensin, kantor-kantor. Bisa benilai sangat mahal tanah itu kalau dijual dan pasti tetap ada yang mau beli bahkan jadi rebutan karena lokasinya yang strategis.

Ada yang menarik dari tanah tesebut. Ada spanduk kecil terpasang bertuliskan `Tanah Ini Tidak Dijual`. Apa sebenarnya maksud pemilik hingga harus memasang spanduk tersebut?

Dikesempatan dan tempat lain tidak jarang kita juga bisa menemukan ada lahan kosong yang menjadi tempat pembuangan sampah. Tapi perlu diketahui kalau ternyata lahan tersebut bukanlah tempat pembuangan sampah. Lagi-lagi karena lokasinya strategis. Maka tidak jarang kita mendapati pemilik lahan memasang spanduk yang bertuliskan peringatan yang keras juga bernada mengancam contohnya `Hanya anjing yang buang sampah di sini, Ya Allah cabutlah nyawa orang yang buang sampah di sini`. Tapi pada kenyataanya tetap saja ada yang buang sampah di tempat tersebut.

Kita manusia memang diberi kelebihan berupa pikiran akan kesadaran. Sewaktu kecil kita biasa saja keluar kamar mandi tanpa pakaian. Namun lambat laun kita mulai malu jika keluar kamar mandi tanpa pakaian. Awalnya malu tapi lama-lama kita terbiasa karena kita sadar itu etika dan nilai yang dianut orang-orang. 

Dalam hal kejahatan juga kerap terjadi proses kesadaran. Mulanya merasa bersalah jika harus membuat laporan keuagan fiktif kantor dimana anggaran yang dikeluarkan berbeda dengan isi laporanya. Lama-lama rasa bersalah itu mulai hilang, mulai menyadari bahwa kejahatan tenyata enak juga. Akhirnya kegiatan berbuat jahat itu pun menjadi kegiatan sadarnya.

Dalam lingkup Negara, kita sadar bahwa kita belum maju, pembanggunan belum merata antar daerah. Meskipun Bank Dunia telah merubah status Indonesia menjadi negara maju tapi kita sebagai masyarakat sudah sadar dari awal bahwa kita belum maju.

Apa yang dipikiran negara lain juga mungkin ada sebuah kesadaran bahwa mereka melihat  Indonesia sebagai tanah subur untuk berbisnis. Para pekerja asing sepertinya melihat ada spanduk besar di pintu masuk Indonesia `Tanah Ini Tidak Dijual` tapi mengapa mereka tetap datang? Ya karena mereka sadar bahwa itu cuma trik agar tanahnya ada yang menawar. Dengan rayu yang menggiurkan tanah pun diserahkan izinnya. Lalu dengan kesadaran yang sering telambat kita baru sadar setelah tanah kita mulai habis dan kita baru memasang spanduk `Semoga Tuhan Mencabut Nyawa yang Buang Sampah Di Sini`. Yang artinya kita hanya bisa berpasrah kepada Tuhan dengan harapan ada yang berani dan sadar memasang spanduk `Ini Tanah Kami, Kami bisa Urus Sendiri`. ([email protected])

  • Bagikan