Tanah Warga Konawe Direbut Oknum Pejabat dan Polisi

  • Bagikan
Ketua DPRD Konawe, Gusli Topan Sabara bersama anggota dewan lainnya saat menerima massa Famber digedung DPRD , Senin (21/3/2016). (Foto: Mas Jaya/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KONAWE – Warga Amonggedo dibuat berang. Tanah yang seharusnya menjadi hak milik mereka, tiba-tiba tersertifikasi atas nama sejumlah oknum pejabat dan polisi di Konawe.

 

Tokoh masyarakat Amonggedo, Alimin menuturkan, ada perebutan lahan warga setempat yang dilakukan oleh oknum pejabat. Ia menuding, sejumlah oknum pejabat dan polisi di Konawe telah melakukan bagi-bagi tanah di lahan yg diperuntukan masyarakat.

 

\”Padahal kita tahu sendiri, lahan tersebut adalah lahan masyarakat yang diberikan pemerintah dahulu, sebagai ganti atas lahan yang dipakai untuk program transmigrasi tahun 1980,\” jelas pria yang juga ketua Forum Masyarakat Amonggedo Bersatu (Famber) itu.

 

Berdasarkan temuan Famber lanjut Alimin, setidaknya ada sekitar 70 Ha tanah yang dicatok para oknum pejabat dan polisi. Oknum yang terlibat dalam perebutan lahan warga antara lain, mantan bupati, mantan pimpinan kepolisian, sejumlah oknum pejabat dinas terkait, camat, lurah dan beberapa oknum lainnya.

 

\”Padahal mereka bukan warga di sana (Amonggedo). Tapi mengapa tiba-tiba ada sertifikat atas nama mereka. Dan saat ini ada tambang yang beroperasi di lahan tersebut. Merekalah yang kemudian dapat untung dari dana ganti rugi lahan oleh perusahaan tambang yang kini beroperasi,\” tegasnya.

 

Sementara itu, anggota DPRD Konawe yang juga warga Amonggedo, Deny Zainal menuturkan, total lahan warga yang dijanjikan pemerintah dahulu sebanyak 263 Ha yang kebetulan kena hutan produksi. Para pemiliknya saat ini rata-rata telah banyak yang meninggal. Kata Deny, di lahan inilah tempat PT. ST Nikel Resources beroperasi.

 

\”Persoalannya adalah karena dilahan ini banyak kandungan nikelnya, sehingga kemudian banyak oknum yang mengklaim. Padahal mereka yang seharusnya memiliki lahan itu adalah warga dari empat Desa, yakni Desa Amonggedo, Mendikonu, Dunggua dan Benua,\” terangnya.

 

Sebagaimana diketahui, tahun 1980 pemerintah melakukan penggusuran lahan warga dalam rangka program transmigrasi. Tahun 1982 lahan transmigrasi mulai ditempati.

 

Sebagai ganti rugi lahan, pemerintah memberikan area seluas 263 Ha untuk warga yang lahannya dipergunakan program transmigrasi. Lahan tersebut kemudian menjadi bermasalah setelah PT ST Nikel Resources masuk mengelola lahan tersebut. Dimana, uang pembebasan lahan tidak diberikan ke warga, namun justru diberikan kepada mereka yang memiliki sertifikat.(B)

Editor: Gugus Suryaman

  • Bagikan