Tanpa Cuti, Guru ASN Sertifikasi di Konawe Sudah Lama Menjabat Kades

  • Bagikan
Kepala Bidan Otonomi Daerah dan Konstitusi, Projo Konawe, Abiding Slamet. (Foto: Mas Jaya/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KONAWE – Enak betul hidup Hj. Haslida. Status sebagai guru Aparatur Sipil Negara (ASN) telah ia dapatkan. Bersertifikasi pula. Ia juga menjabat sebagai salah seorang kepala desa (Kades).

Haslida merupakan Kades Labotoy, Kecamatan Bondoala, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Ia menjadi Kades sejak 2013 lalu. Ketika itu ia juga aktif sebagai guru kategori 2 (K2). Saat ada tes penerimaan ASN K2 pada tahun yang sama, ia ikut tes dan berhasil lolos. Perjalanan karir gurunya makin mentereng setelah ia mendapat status guru sertifikasi.

Dengan posisinya sebagai Kades, guru ASN dan guru sertifikasi, tentu saja gaji dan aneka tunjangan yang ia terima tidaklah sedikit. Belum lagi anggaran DD yang ia kelola, yang nilainya sampai ratusan juta.

Namun sayang, apa yang dilakoni Haslida ternyata melanggar aturan yang ada. Sejatinya, ketika ia memilih untuk menjadi Kades, ia harus rela cuti dari aktivitas seorang guru. Hal itulah yang kemudian mendapat sorotan tajam dari Organisasi Masyarakat Pro Jokowi (Ormas Projo).

Kepala Bidang Otonomi Daerah dan Konstitusi, Projo Konawe, Abiding Slamet mengungkapkan seorang ASN boleh menjadi Kades dan tidak ada masalah. Asalkan, ia sudah dapat izin dari pimpinannya.

Selain itu, ia juga harus rela cuti dari pekerjaannya sebagai seorang ASN. Dengan demikian, ia tidak lagi berhak mendapatkan aneka tunjakan ASN selama ia menjabat Kades.

Hal-hal tersebut telah diatur dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2016 tentang desa, Peraturan Presiden Nomor 47 tentang aturan pelaksanaan UU Nomor 6 tersebut dan Pemendragri Nomor 112 tentang Pilkades.

“Aturannya jelas. Namun hasil penelusuran Projo di lapangan, yang bersangkutan disamping menjabat Kades, juga masih aktif menjadi guru, serta menerima aneka tunjangan termasuk tunjangan sertifikasinya. Padahal aturannya jelas tidak boleh,” jelasnya, Sabtu (10/2/2018).

Abiding menilai, temuan seperti ini menunjukan sisi lemahnya pengawasan pemerintah, khususnya Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Konawe.

“Makanya kami minta agar DPMD betul-betul jeli melihat masalah ini. Termasuk juga dari BDK (Badan Kepegawaian Daerah) untuk melihat bagaimana regulasinya juga ada pelanggaran seperti ini,” tandasnya.


Laporan: Mas Jaya

  • Bagikan