Tanpa Fidusia, Ini Pelanggaran yang Kerap Dilakukan Kreditur, Debitur dan Lembaga Pembiayaan

  • Bagikan
Ilustrasi kredit

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Perjanjian Jaminan Fidusia mesti didaftarkan oleh kreditur agar dikemudian hari apabila terjadi wanprestasi oleh kreditur, dapat dengan mudah menarik barang atau menyita jaminan kredit, tanpa harus berurusan dengan gugatan perdata di pengadilan. Hal ini diatur dalam Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Fidusia.

Namun dalam perkembangannya, seringkali debitur maupun lembaga pembiayaan tidak mendaftarkan perjanjian Fidusia ke notaris dan Kantor Fidusia, yang di daerah diserahkan kepada Divisi Pelayanan dan Hukum Kantor Wilayah Kemenkumham setempat. Parahnya, kerap terjadi penarikan atau penyitaan paksa oleh debt colektor, sehingga merugikan konsumen. Padahal ada prosedur hukum yang harus dilalui. Jika tidak, maka pihak debt colektor dapat dikenakan tindak pidana pelanggaran Pasal 368 KUHP.

Kepala Divisi Pelayanan dan Hukum Kanwil Kemenkumham Provinsi Sulawesi Tenggara, Heru Saputro, dalam Forum Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sultra terkait Fidusia di salah satu hotel di Kendari, Kamis (15/3/2018), mengungkapkan, sejumlah pelanggaran acap kali dilakukan bukan hanya debitur, tapi juga kreditur dan lembaya pembiayaan.

Pelanggaran yang sering terjadi, kata Heru, diantaranya sebagai berikut:

Oleh kreditur;
– Kreditur tidak mendaftarkan obyek jaminan Fidusia di kantor pendaftaran Fidusia
– Pendaftaran Fidusia dilakukan setelah debitur wanprestasi
– Perjanjian kredit yang diikat dengan jaminan Fidusia, namun obyek bukan merupakan obyek jaminan Fidusia
– Kreditur melakukan eksekusi terhadap jaminan Fidusia tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 29 UU Jaminan Fidusia.

 

Sedangkan oleh debitur;
– Debitur menjaminkan lagi obyek Fidusia (fidusia ulang)
– Debitur menggadaikan, mengalihkan, menyewakan obyek jaminan Fidusia tanpa ijin kreditur
– Debitur mengubah isi dari benda yang menjadi obyek jaminan sehingga obyek jaminan menjadi turun (misal mengganti onderdil asli dengan yang palsu)

Sementara itu, pelanggaran juga dilakukan oleh lembaga pembiayaan. “Dalam hal eksekusi dilakukan dengan penjualan di bawah tangan, namun lembaga pembiayaan tidak memberitahukan kepada debitur dalam satu bulan dan diumumkan dalan dua surat kabar yang beredar, tapi lembaga finance langsung mengambil obyek jaminan (kendaraan misalnya) dan kemudian dijual kepada pedagang yang sudah menjadi relasinya, dan hasil penjualan tidak diberitahukan kepada debitur, apakah ada kelebihan atau kekurangan,” ungkap Heru saat panel bersama Rektor UHO dan Subdit II Eksus Ditreskrimsus Polda Sultra.

 

Laporan: Gugus Suryaman

  • Bagikan