Tim Dokter Pilihanku Laporkan KPUD Muna ke DKPP

  • Bagikan
Ilustrasi

SULTRAKINI.COM: MUNA – Pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) jilid II Pilkada Muna beberapa waktu lalu, belum sepenuhnya tuntas. Selain menunggu hasil sidang di Mahkamah Konstitusi (MK), tim pendukung pasangan dr. Baharudin-La Pili (Dokter Pilihanku) tengah mempermasalahkan persoalan baru. Mereka bahkan melaporkan KPUD Kabupaten Muna ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

 

Melalui press release yang dikirimkan ke redaksi SULTRAKINI.COM, Minggu (17/7/2016), aktivis penggiat demokrasi La Ode Alisbahar Ndoasa membeberkan sejumlah persoalan yang menyangkut kinerja KPUD Muna, sehingga harus dilaporkan ke DKPP dan Mabes Polri.

La Ode Alisbahar menganggap KPUD Kabupaten Muna tidak profesional. Selain itu, tidak konsisten dalam pelaksanaan proses validasi faktual, padahal sudah menjadi agenda resmi KPU dan berkonsekuensi pada penganggaran karena proses validasi data menggunakan anggaran negara, sehingga pihaknya mensinyalir ada indikasi korupsi.

Alisbahar juga menganggap KPUD Muna tidak taat asas, serta sengaja melakukan pengingkaran terhadap amar putusan mahkamah konstitusi nomor 120/PHP.BUP-XIV/2016 tertanggal 18 Mei 2016. Bahkan KPUD Muna dinilai telah melanggar PKPU Nomor 4 tahun 2012 tentang validasi vaktual pemilih.

“Berdasarkan hal tersebut kami sudah melaporkan ke dewan kehormatan penyelenggara pemilu Republik Indonesia pada tanggal 30 Juni 2016, karena kami menganggap KPUD Kabupaten Muna telah dengan sengaja melakukan pelanggaran kode etik. Sehingga menurut kami pantas untuk dinonaktifkan secara tetap,” tulisnya dalam press release.

“Kami juga akan melaporkan ke Mabes Polri bagian tindak pidana korupsi agar segera diusut dugaan korupsi anggaran penyelanggaraan Pemilukada Kabupaten Muna,” sambungnya.

Sumber Masalah

Pada Pemilukada Kabupaten Muna 9 Desember 2015, perolehan suara tertinggi diraih oleh pasangan nomor urut 3 (dr. H. LM Baharuddin, M.Kes-La Pili, S.Pd) disusul pasangan nomor urut 1 (L.M. Rusman Emba, ST-Ir. Abd Malik Ditu, M.si) kemudian nomor urut 2 (Arwaha Adi Saputra-La Samuna).

Proses Pilkada berlanjut ke Mahkamah Konstitusi, karena pasangan nomor 1 mengajukan gugatan. Maka keluarlah putusan sela MK Nomor 120/PHP.BUP-XIV/2016 tanggal 25 Februari 2016, yang memerintahkan KPUD Muna melaksanakan pemungutan suara ulang di 3 TPS, yakni TPS 4 Kelurahan Wamponoki, TPS 4 Kelurahan Raha 1 dan TPS 1 Desa Marobo.

Sebab berdasarkan fakta persidangan, ditemukan 2 pemilih ganda yang memilih di TPS 4 Kelurahan Wamponiki dan TPS 4 Kelurahan Raha 1. Juga 5 orang yang diduga dimobilisir dari Desa Waburense untuk menggunakan hak pilihnya di TPS 1 Desa Marobo.

PSU pun digelar pada tanggal 22 Maret 2016. Hasilnya, berujung pada pengajuan laporan keberatan oleh pasangan nomor urut 3 ke MK. Pasalnya, ditemukan 6 pemilih ganda dan 19 orang yang dimobilisasi dari luar daerah, hal ini terbukti dalam fakta persidangan. Lagi-lagi MK mengeluarkan putusan tertanggal 18 Mei 2016, yang memerintahkan KPUD Muna melaksanakan PSU jlid kedua pada 19 Juni 2016.

Dalam amar putusannya juga, MK memerintahkan KPUD Muna melakukan validasi ulang pemilih dengan menyebutkan secara rinci nama-nama pemilih yang sudah berstatus tidak memenuhi syarat (TMS), agar tidak diikutsertakan dalam PSU jilid II. Namun, saat pelaksanaan PSU jilid II, mereka yang sudah tidak memenuhi syarat ternyata masih menggunakan hak pilihnya.

Padahal, pada 26 Mei 2016 saat KPUD Muna melakukan validasi faktual pemilih, disaksikan oleh seluruh pihak terkait. Diantaranya KPU Provinsi Sultra, Bawaslu Provinsi, Perwakilan LO Pasangan Calon, unsur Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Pemerintah Kecamatan Katobu, Pemerintah Kelurahan Wamponiki, unsur Pemerintah Kelurahan Raha 1, Polres Muna, Kodim 1416 Muna, unsur PPK Kecamatan Katobu, unsur PPS Kelurahan Wamponiki, serta unsur PPS Kelurahan Raha 1.

Sebelum proses validasi data pemilih, para pihak tersebut juga melahirkan 23 butir kesepakatan bersama. Pada poin 2 dijelaskan, bahwa sebelum dilakukan pemilihan suara ulang terlebih dahulu dilakukan pencermatan dan validasi guna membersihkan data pemilih dari pemilih yang tidak memenuhi syarat.

Nah, dalam prosesnya ditemukan beberapa pemilih dalam DPT yang sudah tidak memenuhi syarat sebagai pemilih. Alasannya beragam, mulai dari pemilih ganda, identitas ganda, juga pemilih yang sudah menetap dan tinggal di luar daerah.

Anehnya, pada pelaksanaan PSU jilid II tanggal 19 Juni, nama pemilih yang sudah ditetapkan sebagai kategori TMS tersebut justru kembali menggunakan hak pilihnya dengan diberikannya surat panggilan (form. C-6 – KWK).

Editor: Gugus Suryaman

  • Bagikan