Tren Minum Air Rebusan Pembalut dan Bahayanya Bagi Kesehatan

  • Bagikan
MONACOLIFECHECK.COM
MONACOLIFECHECK.COM

SULTRAKINI.COM: Jika biasanya perilaku menyimpang anak dan remaja mengkonsumsi obat batuk atau lem untuk mendapatkan efek nge-fly, tetapi saat ini tengah marak tren minum air rebusan pembalut di kalangan remaja agar membuat mereka fly.

Sebelumnya kasus itu terjadi di Karawang, Bangka Belitung, Yogyakarta pada (22/2/2018) tapi jumlahnya sedikit. Namun di Jawa Tengah, Jakarta dan bekasi baru marak terjadi. Ironisnya, rata-rata pengguna merupakan remaja rentan usia 13-16 tahun dan didominasi anak jalanan.

Temuan kasus air rebusan pembalut bermula dari perilaku para remaja mencari alternatif untuk nge-fly. Dari eksperimen berdasarkan coba-coba, air rebusan pembalut berefek memabukkan ditemukan.

“Anak-anak banyak yang cerdas, karena dengan berbekal internet mereka bisa membuat beberapa varian baru, dari racikan coba-coba. Dan di sinilah tingkat risiko menjadi meningkat karena mereka hanya concern pada satu zat tertentu dalam sebuah bahan, tapi zat lainnya cenderung diabaikan hingga berakibat fatal,” ujar komisioner KPAI Bidang Kesehatan dan Napza, Sitti Hikmawatty.

Seperti diketahui, pembalut adalah barang legal beredar di masyarakat. Oleh sebab itu, Badan Narkotika Nasional (BNN) masih mengkaji apakah ada aspek pelanggaran hukum di fenomena ini atau masuk kategori ketidaksengajaan.

“Kalau ada pelanggaran hukum atau memang ada ketidaksengajaan, berbeda cara penanganannya. Kalau di situ pelanggaran hukum yang memang betul sudah ada undang-undang yang mengatur, kita akan lakukan penegakan hukum sesuai dengan aturan. Kalau itu ketidaksengajaan atau ketidaktahuan, barangkali nanti kita akan lebih pencegahan,” papar Deputi Bidang Pemberantasan BNN Irjen Arman Depari.

BNN mengungkapkan, alasan para remaja meminum air rebusan pembalut sebagai pengganti narkotika. Konsumsi air rebusan dinilai lebih murah ketimbang membeli narkotika yang dinilai mahal.

Para remaja yang menggunakan air pembalut tidak merasa jorok. Bahkan rela mengais di tempat sampah agar mendapat pembalut bekas untuk direbus. Tapi tren tersebut berubah dan menggunakan pembalut baru karena merasa jijik dengan pembalut bekas.

Salah satu remaja yang mengonsumsi rebusan pembalut menjelaskan cara meracik pembalut dengan dua cara. Ada yang menggunakan bensin atau alkohol, setelah itu diisap. Kedua, direbus. Anehnya, pembalus yang direbut harus pembalut bersayap.

Menurutnya, air pembalut lebih mabuk dari minuman beralkohol atau obat batuk kemasan dan sensasinya bisa dua hingga tiga jam.

“Sekarang ini marak dikonsumsi, pagi, siang, dan sore. Terutama saat ngumpul-ngumpul, biasanya kami minum di luar rumah, di tempat sepi,” kata penikmat pembalut, Kujay.

Efek

Kepala Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Agus Haryono, mengatakan semua benda di sekitar kita sebetulnya punya potensi bikin mabuk.

“Setiap benda sebetulnya bisa digunakan untuk mabuk. Namun sebelum menggunakannya, harus ingat ada efek samping dari paparan zat kimia tersebut dalam waktu lama,” kata Agus, Jumat (9/11/2018).

Pembalut, popok, dan produk sejenis lain memiliki bahan utama yang disebut Super Absorbent Polymer . SAP ini kemudian dibungkus dengan polimer beserta bahan kimia lain misal chlorin (klorin), alkohol, dan chloroform (kloroform). Kandungan bahan kimia biasa digunakan sebagai agen pembersih ini mudah ditemukan dalam produk medis lainnya.

Menghirup uap klorin dalam jumlah dan waktu tertentu, menurut Agus berisiko buruk bagi sistem pernapasan. Keluhan akibat uap klorin meliputi batuk, nyeri dada, dan pembengkakan akibat retensi air dalam paru-paru.
Kloroform yang tertelan berakibat fatal karena mempengaruhi kerja jantung dan organ utama lain.

Penggunaan kloroform sebagai obat bius sangat berhati-hati untuk meminimalkan efek buruk pada fungsi tubuh.

Hasil pengujian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), sembilan merek pembalut dan tujuh merek pentyliner semua mengandung klorin dengan rentang 5 sampai dengan 55 ppm. Kandungan klor yang paling tinggi (54.73 ppm) pada merek Charm dan pada pantyliner. Kandungan klor tertinggi pada merek V Class (14,68 ppm), sedangkan kandungan terendah pada pembalut Softness standard Jumbo Pac (6.05 ppm) dan pantyliner Laurier Active Fit (5.87 ppm).

Dari berbagai sumber

Lapora:Hartia, Yuti Sandra J dan Wa Ode Rahmah Maulidya Wuna

  • Bagikan