Upaya Preventif Covid-19 dalam Bingkai Masyarakat Kepulauan

  • Bagikan
Edi Junaidi (Institut Medika Drg. Suherman)
Edi Junaidi (Institut Medika Drg. Suherman)

Oleh: Edi Junaidi (Institut Medika Drg. Suherman) 

TULISAN ini hadir untuk merefleksikan mindset dalam isu kesehatan masyarakat yang terjadi di masyarakat pesisir Indonesia. Kita tahu karakter masyarakat Indonesia sangat beragam yang akan mempengaruhi kesehatannya. Bahkan mobilitas penduduk yang dipengaruhi lokasi geografisnya akan mempengaruhi kesehatannya secara global. Kita coba memahami bersama bagaimana mobilitas penduduk dalam keterkaitannya wabah covid-19 dengan kesehatan masyarakat.

Masalahnya hari ini kondisi geografis dan mobilitas penduduk di pesisir telah didukung dengan kemajuan transportasi baik darat atau pun laut. Sehingga tidak ada alasan bagi penyebaran penyakit untuk tidak mendistribusikan diri bahkan di wilayah pesisir. Dalam tulisan ini saya tidak akan menjabarkan secara detail tentang apa itu covid-19. Tetapi menjadi sebuah kepastian jika saat ini wabah covid-19 telah mempengaruhi semua sendi kehidupan kita baik dari sisi sosial ataupun ekonomi.

Sebagai akademisi yang memiliki background ilmu kesehatan masyarakat yang berfokus pada health information dan health economic tentu saya punya kewajiban untuk menyampaikan pengetahuan serta menyampaikan pandangan di negara demokrasi ini. Saat ini saya aktif sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di Jabodetabek. Namun demikian keaktifan ini tidak mengurangi rasa perhatian terhadap kondisi kesehatan masyarakat di wilayah pesisir dan kampung halaman di Kota Baubau, Sulawesi Teggara. 

Jika memperhatikan kondisi kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan wabah covid-19 di Indonesia saat ini tentu perhatian masyarakat Indonesia akan mengarah pada daerah yang mobilitas penduduknya tinggi seperti Jabodetabek (Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi). Namun seperti penjelasan saya di atas apakah daerah-daerah yang memiliki geografis kepulauan tidak akan terdapak wabah covid-19? 

Kenyataannya tidak kan?  Pemahaman seperti ini harus didasari oleh informasi yang jelas. Oleh karena itu pemerintah selalu melakukan update informasi dengan menyampaikan data, karena seperti itu lah informasi dibentuk. Angka yang selalu disajikan tersebut adalah sebuah kenyataan di lapangan untuk menjelaskan bahwa seperti ini masalah yang kita hadapi. Hanya kemudian masyarakat mengganggap angka kasus yang kecil sebanyak 3 orang dengan status positif. Jika kita mengaitkan teori fenomena gunung es dengan penyebaran virus, contoh misalnya HIV AIDS (1 orang yang ditemukan maka ada 100 yang belum ditemukan). Bayangkan lah 3 kasus tersebut kita kalikan dengan 100 maka angka tersebut menjadi 300 orang “belum ditemukan”.  

Dalam bidang ilmu kesehatan masyarakat kita tentu mengenal jurusan-jurusan dan atau pusat studi yang memfokuskan keilmuan seperti epidemiologi, biostatistik, promosi kesehatan, kesehatan lingkungan, administrasi kebijakan kesehatan, administrasi rumah sakit, gizi kesehatan masyarakat, keselamatan dan kesehatan kerja, sistem informasi kesehatan, ekonomi kesehatan dan lainnya.

Dalam regulasinya pemerintah menyebutnya sebagai tenaga kesehatan masyarakat. Tenaga ini lah harusnya kita berfokus pada cara-cara pencegahan dengan segala kapasitas dan bidang keilmuan yang dimiliki dan menjadi garda terdepan untuk menggerakan mesin dan roda organisasi kesehatan. Misalnya orang infomasi kesehatan akan selalu menyampaikan informasi yang dibentuk dari data, promosi kesehatan membuat iklan layanan melalui radio, media cetak, atau pun online tentang pentingnya memahami wabah covid-19.

Terkhusus kepada teman-teman yang menfokuskan diri pada bidang ilmu kesehatan masyarakat sudah saatnya kita menunjukkan eksistensi diri. Dari manapun teman-teman belajar tentang ilmu kesehatan masyarakat tanggung jawab keilmuan itu sudah telanjut melekat dalam diri kita. Sehingga wabah covid-19 yang menjadi garda terdepan bukan lah para tenaga medis. Rumah Sakit memiliki banyak keterbatasan yang perlu kita diskusikan Bersama, sebut saja wabah covid-19 ini membutuhkan spesialis paru. 

Lalu pertanyaan kemudian muncul sudah sejauh mana peran pencegahan yang dilakukan oleh organisasi profesi kesehatan masyarakat, Dinas Kesehatan, Puskesmas dan fasilitas kesehatan lain yang langsung bersentuhan dengan kesehatan masyarakat? Jangan sampai kita pada tahap saling menyalahkan setelah adanya kematian akibat wabah covid-19 di Kota Baubau.

Selain refleksi tersebut di atas pemerintah pusat, provinsi, dan daerah sering dibuat bingung dalam mengambil keputusan terkait dengan kepentingan ekonomi dan kesehatan. Pengambilan keputusan terkait ekonomi dan kesehatan memang menjadi sebuah dilema, “nyawa tak pernah akan tergantikan oleh uang”. Karena alasan itu lah wabah covid-19 menjadi perhatian semua pihak, bahwa ahli hukum, ahli agama, dan ahli-ahli lainnya sekalipun takkan mampu menjawab tantangan ini.

Saya yakin masyarakat Kota Baubau bukanlah tipikal masyarakat yang meyakini bahwa wabah ini dikait-kait dengan jin ataupun setan serta makhluk halus lainnya. Masyarakat kota baubau membutuhkan penjelasan bagaimana wabah ini bisa sampai dan cara mencegahnya seperti apa. Kejadian-kejadian yang telah kita ketahui melalui pemberitaan secara nasional serta yang terbaru kasus PDP di Kolaka yang mengundang komentar banyak orang sudah cukup untuk mengingatkan kita tetap waspada.

Dalam tulisan ini saya sisipkan pesan khusus kepada teman-teman, rekan-rekan, guru-guru, dosen, serta senior yang memiliki latar keilmuan kesehatan masyarakat, apapun profesi anda. Saatnya kita menunjukkan peran kita untuk membangun kesehatan masyarakat. Berbicaralah kepada semua orang disekitar anda, melalui media sosial ataupun dikeluarga anda. Tak ada jaminan wabah covid19 ini jika seseorang telah melakukan tes laboratorium dan hasilnya negatif lalu penyebaran virus berhenti. Kiranya demikian tulisan yang bisa saya sampaikan, lebih dan kurangnya mohon maaf. (Bekasi, 25 Maret 2020, E-mail: [email protected])

  • Bagikan