Wow! Ujian Akhir Semester, Gelar Seni Kolosal Promosikan Budaya Nusantara

  • Bagikan
Wow! Ujian Akhir Semester, Gelar Seni Kolosal Promosikan Budaya Nusantara

SULTRAKINI.COM: JAKARTA – Menteri Pariwisata Arief Yahya menyebut lima unsur Pentahelix ABCGM sebagai kunci sukses pengembangan pariwisata. Kelima unsur itu adalah Akademisi, Birokrasi, Community, Government dan Media. Peran kelima unsur ini, termasuk, Akademisi, sangat penting dalam ikut menyukseskan pariwisata.

Dalam konteks seperti itulah apa yang dilakukan oleh Universitas Trilogi, Jakarta ini bisa dimaknai. Menggandeng sejumlah seniman dan pengajar seni seperti Wiwik Sipala ( Waode Siti Marwiyah), Sukarji Sriman MFA dari IKJ  serta Suryandoro, Dewi Sulastri dan AA Rai Susila Panji, kampus ini menggelar “Pentas Seni Nusantara” Kolosal melibatkan 500 mahasiswa.

Bila umumnya ujian semester berupa pertanyaan tertulis, maka untuk mata kuliah Kebugaran & Apresiasi Seni di kampus ini, ujian berupa “Pentas Seni Nusantara”. Pentas ini akan digelar, Sabtu, 8 Juni 2017,  di Atrium Lantai 2, Universitas Trilogi, Kalibata, Jakarta Selatan dengan target 600 pengunjung.

Sebanyak 500 mahasiswa semester 2  dari 11 program studi selama semester ini diajak mengenal berbagai budaya Indonesia, melakukan eksplorasi seni sesuai dengan minatnya dan melatih tubuh agar bugar dan lentur untuk berekspresi seni. “Mereka melaksanakan Ujian Akhir Semester dalam bentuk pementasan seni empat kebudayaan sekaligus yaitu Jawa, Bali, Minang, dan Papua. Pementasan tersebut melibatkan 4 Tim Produksi Tiap Budaya yang menampilkan Tari, Musik & Teater,” ujar Oetari Noor Permadi selaku konsultan dan penanggung jawab tim pengajar mata kuliah Kebugaran dan Apresiasi Seni, Rabu (5/7).

Mantan penyiar TVRI ini menambahkan, jalan budaya dan seni; khususnya seni pertunjukan sangat cocok sebagai muatan pembentukan karakter dalam pendidikan. Dengan motto pertunjukan ~ the show must go on~ yaitu “biar pun langit runtuh, pertunjukan tetap berlangsung” maka, para mahasiswa didorong untuk berani ambil tanggung jawab, bertenggang rasa, punya inisiatif dan pantang menyerah berkreasi guna memberikan yang terbaik bagi kelompoknya. Semua itu untuk menyiapkan mereka sebagai enterpreneur di bidang seni budaya lokal yang handal. “Sehingga kelak mereka pun bisa mendukung pengembangan pariwisata dengan seni budaya lokal Nusantara,” tegas Oetari.

Para mahasiswa itu pun terlihat tekun serta serius dalam berlatih. Tak pelak suasana kampus pun menjadi beda. Tiap Selasa dan Jumat, di Atrium yg luas itu terdengar alunan gending-gending Jawa. Dan setelah itu  digetarkan oleh tetabuhan Bali, musik Papua dan saluang serta talempong Minang. Suasananya jadi Indonesia banget. “Bahkan di bulan puasa ketika terik matahari memanggang kulit, jadwal latihan dr 07:45 bergantian hingga 16:30 tidak terganggu,” tambah Oetari.

Apa yang mereka pelajari dan siap mereka pentaskan? Untuk Tim Budaya Jawa dengan pelatih Suryandoro, Seniman Budaya Jawa, mereka mengangkat cerita “Sang Hanoman” yang bertekad mengemban amanah tugas mulia dengan  menghormati Ibunya Dewi Anjani. Diiringi musik Saron, Demung, Bonang dan Gong. 

Tim Budaya Bali dengan AA. Rai Susila Panji, Seniman Budaya Bali tingkat Internasional sebagai pelatih mengangkat Tari Kecak dalam cerita “Subali Antaka”. Cerita in memiliki pesan moral keangkuhan, egoisme dan kesombongan akan membawa celaka. Merampas hak orang lain dapat menimbulkan perpecahan. 

Untuk Tim Budaya Minang dengan Nusirwan –Seniman Budaya Minang– sebagai pelatih menampilkan Tari Randai. Tari ini menceritakan Malin Kundang, dengan Dendang Simarantang diiringi alat musik Saluang, Talempong dan Pupuik Batang Padi. 

Budaya Papua berjudul “PAPEDA” yang disingkat dari “Papua Penuh Damai”.                      menampilkan Tari Mambri yang menggambarkan kegagahan, keperkasaan dan semangat para pemuda Papua,  Upacara Bakar Batu dan pesta perdamaian. Diiringi musik tifa, gitar, ukulele, fuu dan contra bass. Tim in dibimbing Risti Padmanabawati, seniman budaya Papua.

Wakil Rektor Bidang Akademik Dr. Kabul Wahyu menggarisbawahi pentas ini. Sesuai visi Universitas​ Trilogi mendidik mahasiswa sebagai Teknopreuneur, yang Mandiri dan sigap berkolaborasi, maka pembelajaran difokuskan untuk membentuk berbagai regu yang berfungsi optimal dalam macam-macam kondisi. Semacam “super team”.

Wiwik Sipala ( Waode Siti Marwiyah) dan Sukarji Sriman MFA dari IKJ  sangat menghargai komitmen  Universitas​ Trilogi memberikan porsi penting seni pertunjukan Nusantara dalam skala massal seperti ini. “Ini pertama kalinya sebuah universitas sekaligus mengajarkan seni dari 4 wilayah Indonesia yg berbeda,” tegas Wiwik Sipala.

Suryandoro dan Dewi Sulastri, pelatih Seni Budaya Jawa menandaskan bahwa mereka melatih kesenian dengan tokoh Hanoman dengan maksud agar mahasiswa memiliki karakter tangguh, tanggap dan tuntas dalam bekerja. Karena, untuk menguasai seni tari & gamelan harus dimulai dari menguasai ego dalam diri sehingga bisa tenggang rasa, dan saling memahami.

AA Panji memberi kebebasan para mahasiswa untuk berkreasi. Dikatakannya, karena ini apresiasi seni, bentuk Tari Kecak dengan cerita Subali Antaka (Subali Gugur) sangat memungkinkan untuk dikreasi sebaik mungkin. Termasuk kostum yang dirancang dan disiapkan para mahasiswa sendiri. 

Untuk Pentas Seni Nusantara ini, Universitas Trilogi bekerjasama dengan Yayasan Mekar Pribadi. Semua ini dimaksudkan melaksanakan program soft skill antara lain melalui mata kuliah Kebugaran dan Apresiasi Seni.

Destiar Ramadhanties yang sehari- hari berkutat dengan hasil olah tanah, seminggu dua kali menjelajah dunia baru, yaitu dunia seni. “Sangat beruntung terlibat dalam pementasan ini, sebagai salah satu tim produksi, pada kegiatan ini saya mendapatkan banyak ilmu dan hal baru yang mungkin tidak akan saya dapatkan di tempat lain”.

Oetari Noor Permadi menegaskan kuliah dan pentas seni ini bertujuan menyeimbangkan otak kiri dan otak kanan. Juga meningkatkan percaya diri para mahasiswa, melatih kerjasama dan tenggang rasa antara mahasiswa agar menjadi pemimpin muda yang kreatif, tangguh dan cinta budaya Nusantara. Sehingga mereka pun bisa melestarikan tradisi seni budaya. Karena, sebagaimana keyakinan Menpar Arief Yahya, semakin dilestarikan semakin menyejahterakan.

Kemenpar RI.

  • Bagikan