Masih soal praktis, mudah, aman dan nyaman. Tapi kali ini, mungkin sebagian dari kita akan mempertanyakan nilai. Nilai dari berbagai sisi, mulai dari esensi sampai pada urusan syariahnya.
But well, kita tinjau dulu dari sisi ini; Sederhana. Terlepas dari kartu-kartu yang dikeluarkan pemerintah pusat, kita tentu sudah merasakan penggunaan kartu milik dunia usaha, para pebisnis. Oke, ini menguntungkan mereka, tapi memudahkan kita.
Coba lihat, bagaimana antrian di bank tiap Senin-Jumat. Baik yang akan menarik uang maupun yang menyimpan. Atau bagaimana antrian pembelian tiket kereta di daerah Jawa. Pembelian tiket pesawat, tiket.. tiket.. tiket.
Tengok juga mereka yang membawa dompet, tas jinjing, atau koper uang kemana-mana untuk transaksi bisnis. Harus ekstra waspada tentunya. Lain lagi soal kredit, dan lain lain.
Tapi itu, dulu. Sebelum ada KARTU.
Jangan dulu bahas e-KTP, KIP, KIS, Kartu Jakarta, dan sebagainya itu, yang bisa jadi lebih berguna Kartu Domino. Sebab di awal pencananganya, niatnya, kartu-kartu itu untuk mengintegrasikan semua hal yang berkaitan dengan kehidupan kita.
Nyatanya, e-KTP sama saja dengan KTP kertas. Toh ini hanya persoalan nomor induk kepegawaian. Semua orang yang online tahu, nomor itu tidak perlu kartu. Catat saja, sudah bisa dicek. Kita berharap kedepan e-KTP sesuai niat awalnya, bisa dipakai buat apa saja, tinggal srett.. Kecuali untuk menggandakan data pemilih.
Kartu Indonesia Pintar. Ah ini.. Kawan saya yang sedang menyelesaikan studi S2 di Universitas Negeri Jakarta, berencana meneliti pemanfaatan kartu buat pelajar ini (dia jurusan evaluasi, pendidikan). Karena ayahnya seorang kepala sekolah di Kabupaten Kolaka. Hipotesanya, kartu ini justru dimanfaatkan oleh anak orang mampu. Sedangkan yang mestinya mendapatkan kartu ini, tidak tahu-menahu. Saya doakan semoga sukses bro..
Kartu Indonesia Sehat, BPJS kesehatan, Kartu Jamkesmas, Jamkesda, apalah apalah. Ini sudah terlalu banyak keluhan dari masyarakat yang diberitakan media. Pelayanan buruklah, klaim yang tidak diakomodir, salah ketik identitas, sampai pembayaran yang error. Pokoknya macam-macam. Lagi-lagi kita hanya bisa berharap.. Iya, berharap semua sadar kartu hannyalah kartu, esensinya nilai dibalik kartu itu.
Coba kita tengok e-Money, atau Debit Card, Credit Card, dan macam-macamnya.
Untuk naik Bus Transjakarta, kini lebih praktis menggunakan kartu. Tinggal tempel, masuk. Itu sudah dapat dipakai untuk perjalanan dekat ataupun jauh. Beli kartunya Rp 40 ribu, dengan saldo Rp 20 ribu. Kita bisa cek saldo, atau tambah saldo di dekat pintu masuk.
Begitu pula naik kereta listrik. Contoh nih, saya dari Stasiun Palmerah Jakarta Selatan, menuju Stasiun Kranji Bekasi Barat Provinsi Jawa Barat, hanya sekali tempel kartu. Padahal untuk menempuh jarak itu, harus tiga kali turun stasiun untuk transit. Tidak perlu bawa-bawa uang banyak di dompet, kalo tercopet, bisa ribet.
Juga tidak perlu antri panjang di kursi panjang, menghemat waktu luang, dan paling penting tidak habiskan banyak uang.
Sama halnya dengan transaksi. Pesan tiket sekarang online. Banyak situs penyedia jasa ini. Banyak agen travel juga yang melakukannya, kecuali yang tidak menyediakan jasa online. Simple, lihat jadwal, pilih penerbangan, booking, transfer, konfirmasi, selesai. Bagi yang tidak menggunakan aplikasi mobile bangking (M-Banking), kan bisa pakai kartu, Debit atau Kredit, semua bisa.
Kendari-Jakarta misalnya. Bayangkan saja, dari Kendari Permai ke Bandara Haluoleo di Ranomeeto sana, bolak-balik hanya untuk cek tiket penerbangan, lalu antri beli tiket, dan menunggu. Now, everything is simple. Banyak hal yang bisa dilakukan dalam waktu yang sempit. Tidak disia-siakan untuk menunggu.
Atau Jakarta Barat-Bekasi. Ugh.. lebih parah coy.
Nah kartu kredit, ini sama halnya kita ngutang di bank, lalu tiap bulan isi rekening kita dipotong. Atau kita yang bayar setiap tanggal jatuh tempo ke pihak bank. Kartu utang, bisa dipake ngutang, dengan uang yang diutang juga. Pokoknya ini kartu buat mereka yang siap ditagih deh.. tiap bulan.
Urusan nilai, kartu-kartu ini tentu dipersoalkan secara esensi dan syariah. Sebab kita tidak melihat fisik uang ataupun pengganti uang itu. Bahkan sebenarnya, uang itu pun tidak lebih bernilai sebagai alat tukar sebuah barang atau jasa. Karena semua berbentuk kertas, atau digit angka numerik. Tapi itu nanti kita bertanya sama ahlinya, saya belum sempat ketemu.
Yang pasti, kalau semua berbasis kartu, semua akan sederhana. Kita tinggal berjalan, dan tidak perlu repot bawa uang banyak, tidak khawatir kecurian tentunya.
Saya teringat pada Ketua PWI pusat, Bapak Margiono, salah satu bos di Jawa Pos grup. “Itu yang dikuatirkan kartu beginian dicuri, apa ya?” tanyanya kepada bos Cek and Ricek, di Kendari beberapa waktu lalu, sambil menyerahkan kartu debit beserta passwordnya kepada pelayan hotel. Ckckck.. bos.. bos..
#GSM
#PakaiKartuSakti
Bekasi, 11 Oktober 2016
okambuse.blogspot.com
082193831212