Dalam 2 tahun anggaran, tahun 2019 dan 2020, rumah jabatan gubernur Sultra sudah menghabiskan anggaran setidaknya 18 miliar rupiah. Bukan uang yang sedikit untuk ukuran Sulawesi Tenggara yang sumber terbesar PAD-nya hanya mengandalkan pemasukan dari pajak kendaraan bermotor. Sudah tidak ada inovasi untuk menggali sumber-sumber pendapatan baru untuk menggemukkan APBD, anggaran yang minim malah digunakan untuk hal yang jauh dari penting.
Pekerjaan Tender Rumah Jabatan Gubernur Sultra
Pekerjaan Non Tender Rumah Jabatan Gubernur Sultra
Aggaran yang mencolok mata di antaranya penataan halaman parkir dan anrea jalan yang menelan uang Rp 8 miliar. Halaman parkir seperti apa yang dibangun dengan anggaran semacam itu? Jujur saja, udah malas membayangkan bentuknya karena pasti tidak ada yang istimewa. Sekadar perbandingan saja, untuk merapikan jalan Tunggala sampai ke kampung Baito sepanjang 2 kilometer di Kecamatan Wua-wua, Kelurahan Wua-wua, Kota Kendari di tahun 2021 ini hanya membutuhkan anggaran Rp 3,1 miliar. Itupun warga Jalan Tunggala harus kenyang makan janji pejabat selama bertahun-tahun sebelum dianggarkan.
Apa yang ingin ditampilkan dengan me-make over sedemikian rupa rumah jabatan? Supaya tamu yang datang ke daerah ini berdecak kagum? Bukankah lebih baik memikirkan masalah yang dihadapi rakyat Sultra? Dari data Kemensos tahun 2020 yang di-tracking hingga ke data base Sultra, sedikitnya masih ada 3 ribu lebih anak di seluruh wilayah Sultra yang putus sekolah. Bayangkan kalau anggaran 8 miliar untuk halaman parkir rumah jabatan itu, kalau dialihkan untuk membantu 3.000 anak putus sekolah ini, apakah tidak lebih baik?
Tapi sudahlah, pesan yang disampaikan pemimpin daerah ini sudah kita tangkap. Rumah jabatan lebih penting daripada mengurus anak putus sekolah, calon penerus pemimpin daerah ini. Masa depan negeri ini tidak lebih penting dibanding pagar dan halaman rumah jabatan gubernur yang terus dibenahi entah sampai kapan.
Atau kalau memang penguasa daerah ini peduli, gunakan saja uang 8 miliar itu untuk menyelamatkan 300 ribu orang warga Sultra yang saat ini jatuh ke dalam jurang kemiskinan. Saya tidak mengarang jumlah itu warga miskin. Itu kata BPS Sultra. Jangan hanya mengandalkan dana APBN dan Kementerian untuk membantu kemiskinan di daerah ini. Kepedulian harus pertama kali datang dari kita.
Satu waktu, mungkin rumah jabatan gubernur itu akan dibanggakan sebagai rumah termahal di Sulawesi Tenggara, gerbang masuk-nya saja dibuat dengan anggaran Rp 1,4 miliar, begitu juga gerbang ke luarnya Rp 1,4 miliar. Rasanya mungkin bangga jika bisa bolak-balik keluar masuk rujab, untuk merasakan sensasi gerbang rumah seharga 2,8 miliar rupiah.
Pernah melihat istana negara di Jakarta tempat Presiden berkantor? Atau Istana Bogor yang dihuni Presiden RI saat ini? Adakah gerbangnya seharga miliaran rupiah? Sulit sekali membayangkan bagaimana uang rakyat yang seharusnya digunakan secara bijaksana, ternyata hanya dihambur-hamburkan begitu saja.
Sudah lama rujab gubernur Sultra jauh dari rakyat, kini ditambah bangunan pagar kokoh yang menegaskan garis pemisah seolah penghuninya bukan bagian dari mereka yang ada di luar pagar. Satu waktu juga nanti mungkin kita juga akan lupa, siapa yang tinggal di balik pagar. Beruntung, ada rutinitas pilkada yang sekadar memberi kita informasi siapa yang menjadi penghuni rumah itu, sisanya? Gelap.
Kenapa judul tulisan ini Rumah Barbie? Generasi 90-an pasti tidak asing dengan mainan boneka Barbie. Boneka ini diciptakan oleh Mattel dan diperkenalkan sejak 1959. Penciptanya adalah Ruth Handler. Ternyata Ruth tidak menciptakan Barbie secara utuh, dia hanya meniru dan mendesain ulang boneka asal Jerman yang bernama Bild Lili. Masih penasaran kenapa Rumah Barbie? Ya….karena itu hanya permainan, suka-sukanya yang punya mainan bro, jadi tidak usah dipikirkan.
Penulis: AS Amir