BRI Pasarwajo Belum Resmi Terima Juknis e-Money

  • Bagikan
Kepala Unit BRI Pasarwajo Cabang Baubau, Sultra, Arakdius Mari. (Foto: La Ode Ali/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: BUTON – Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Pasarwajo, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara belum mendapatkan petunjuk teknis atau petunjuk pelaksanaan mengenai pengenaan biaya tarif isi ulang (Fee top up) uang kartu elektronik atau e-Money. Wacana Bank Indonesia ini dilakukan agar semua bank menggunakan e-Money dikisaran Rp1.500 hingga Rp 2.000 dengan dalil untuk mengongkosi pengadaan dan pemeliharaan infrastruktur uang elektronik.

“Belum ada informasi yang sampai ke kami, baik juklak dan juknisnya ataupun surat resmi,” kata Kepala Unit BRI Pasarwajo Cabang Baubau, Arakdius Mari di ruang kerjanya, Selasa (19/9/2017).

Dia mengaku baru mengetahui hal itu melalui pemberitaan di media massa, sehingga dirinya enggan berkomentar banyak. Sebab, umumnya surat resmi akan dikirim melalui kantor cabang Baubau jika ada informasi mengenai bank.

Meski begitu, dia menganggap baik rencana pemerintah melalui BI tentang penggunaan e-Money. Mekanisme ini dinilai praktis jika dibandingkan menggunakan uang tunai baik untuk keperluan belanja ataupun membayaran iuran seperti pembayaran PLN.

“Kayaknya pemerintah ini pakai non tunai, supaya orang itu tidak pegang uang tunai karena berbahaya juga apalagi banyak, bagus juga sih sebenarnya,” terang Dius.

Sementara itu sejumlah masyarakat di wilayah Buton ketika ditanya mengenai e-Money tidak pernah mendengar atau mengetahui istilah e-Money. Masyarakat kebanyakan menggunakan ATM dalam bertransaksi selain menggunakan uang tunai.

“Kita belum pernah dengar istilah itu, kita juga tidak apa gunanya,” kata sejumlah masyarakat yang enggan disebutkan namanya.

Untuk diketahui, BI akan menerbitkan aturan pengenaan biaya tarif isi ulang (fee top up) e-Money dalam waktu dekat. Saat ini, aturan yang akan tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) tersebut masih dalam tahap finalisasi. Hal itu merupakan salah satu cara pemerintah dan otoritas sistem pembayaran dalam hal ini BI untuk mengurangi penggunaan uang tunai.

Namun wacana tersebut mendapatkan pro kontra karena dianggap memberatkan masyarakat. BI dinilai tidak memihak masyarakat dan bank-bank dinilai hanya ingin menjadikan layanan uang elektronik sebagai cara meraup pundi-pundi rupiah.

Laporan: La Ode Ali

  • Bagikan