Buntut Penahanan Aktivis dan Wartawan di Wakatobi, Mahasiswa Mengaduh ke Polda Sultra

  • Bagikan
Pengunjuk rasa menyuarakan aspirasinya menyangkut penahanan aktivis dan wartawan di Wakatobi di depan Polda Sulawesi Tenggara. (Foto: Amran Mustar Ode/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Puluhan mahasiswa di Kota Kendari yang tergabung dalam Ampara Provinsi Sulawesi Tenggara melakukan aksi solidaritas terkait penahanan aktivis dan wartawan di Kabupaten Wakatobi oleh pihak kepolisian, Selasa (27 September 2022).

Aksi tersebut dilakukan di pertigaan Universitas Haluoleo (UHO) dan di depan Mapolda Sultra.

Mereka menyuarakan penahanan aktivis dan wartawan di Kabupaten Wakatobi yang dinilai sebagai bentuk diskriminasi untuk membungkam masyarakat yang kritis dengan kebijakan Pemerintah Daerah setempat.

Dua wartawan ditahan, yaitu Nuriaman dan Syaiful, serta aktivis Rahman Jadu.

Koordinator lapangan aksi, Jhon mengatakan, penahanan aktivis dan wartawan di Kabupaten Wakatobi terkesan dipolitisasi dan paksakan lantaran kasus tersebut dianggap hanya tindak pidana ringandimana hanya tiga piring dan gelas dipecahkan.

“Kasus seperti ini kan beberapa kali terjadi di gedung DPRD Kabupaten Wakatobi, namun nanti aktivis yang mengkritisi kebijakan pemerintah diproses oleh polisi,” jelasnya.

Seorang orator aksi Armin mengaku kejadian tersebut berlangsung secara spontan ketika kawan-kawannya ditahan datang ke DPRD Wakatobi pada 14 September 2022 untuk mengonfirmasi terkait kabar seorang anggota dewan dari Fraksi PDIP Saharuddin diduga menyuruh preman untuk meneror mereka sebab sering mengkritik kebijakan Bupati Wakatobi, Haliana.

Dikatakannya, kronologi ketika teman-temannya tiba DPRD dan Saharuddin masih mengikuti rapat bersama Pemda Wakatobi.

“Setelah teman-teman masuk di ruangan, rapat langsung ditutup oleh Wakil Ketua II La Ode Nasrullah, sehingga mereka langsung datangi La Saharuddin untuk konfirmasi terkait dia suruh preman untuk teror kami,” terangnya, Selasa (27 September 2022).

Namun sayangnya, ketika hal itu hendak dilakukan Saharuddin tidak memberikan jawaban yang memuaskan mereka, sehingga terjadi adu argumen.

“Waktu itu, teman-teman hanya bertanya ke Saharuddin, preman mana yang dia suruh cari kami itu, dipanggil ke sini,” tambah Armin.

Di satu sisi, lanjutnya, polisi menerapkan pasal pengancaman agar aktivis dan wartawan dapat ditahan.

Sementara kasus pengancaman kekerasan kepada sejumlah aktivis pada 2021 ketika melakukan aksi di depan salah satu hotel dan pengancaman kepada aktivis serta wartawan di Polsek Wangi-wangi Selatan oleh sejumlah preman belum diproses.

Selain itu, kasus pemerkosaan seorang siswa SMA di Kaledupa hingga saat ini tersangkanya belum ditahan. Bedah halnya dengan kasus yang menimpah aktivis yang kasusnya berlangsung seminggu ditetapkan tersangka dan tahan di Polres Wakatobi.

“Kami sebagai warga negara sangat meragukan integritas Polres Wakatobi, kasus yang lain dibiarkan begitu saja di sisi lain kasus kawan kami dengan pasal yang sama yaitu Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) Ke- 1 KUHP mestinya mendapatkan perlakuan yang sama namun Polres Wakatobi ‘tutup mata,” ucapnya.

Saat melakukan aksi di Polda Sultra, pengunjuk rasa diterima oleh Kabag Wassidik DIT Reskrimum Polda Sultra, AKBP Nasaruddin. Menyangkut aspirasi mereka disampaikan akan dikoordinasikan dengan pihak Polres Wakatobi.

“Saya akan minta penjelasan pihak Polres Wakatobi. Senin depan baru teman-teman datang lagi karena pasti saya sudah dapat penjelasan terkait persoalan tersebut,” ucap AKBP Nasaruddin. (B)

Laporan: Amran Mustar Ode
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan