Cegah Kecurangan, Alat Ukur Perdagangan Rutin di Tera Ulang

  • Bagikan
Kepala UPTD Metrologi Disperindag Provinsi Sultra, Sutomo. (Foto: Taufik Qurahman/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Untuk menjamin setiap penggunaan alat ukur takar timbang dan perlengkapannya (UTTP) sesuai dengan aturan pada proses transaksi perdagangan, secara rutin dilakukan tera ulang oleh Unit Pengelola Teknis Dinas (UPTD) Metrologi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sultra.

 

Tera ulang merupakan proses pengujian kembali alat UTTP, untuk melihat kondisi serta kinerja peralatan yang digunakan. UTTP yang telah ditera ulang jika memenuhi syarat akan diberi stiker serta tanda tera lain untuk meyakinkan konsumen.

 

Dijelaskan Kepala UPTD Metrologi Disperindag Provinsi Sultra, Sutomo pada SULTRAKINI.COM, tera ulang tidak hanya dilakukan pada industri besar tapi juga ke pasar-pasar.

 

\”Semua alat ukur perdagangan akan dilakukan tera ulang, untuk memastikan hasilnya sesuai atau tidak. Peralatan seperti alat pengisian BBM di SPBU hingga timbangan yang digunakan pedagang di pasar,\” jelasnya.

 

Menurutnya, dengan dilakukan tera ulang atas UTTP yang digunakan, maka tidak ada pihak yang dirugikan saat melaksanakan transaksi perdagangan.

 

\”Ini fungsi preventif, supaya tidak ada pihak yang curang dalam bertransaksi,\” jelasnya.

 

Proses tera ulang UTTP dilakukan satu kali dalam setiap tahun, enam tahun sekali serta sepuluh tahun sekali. Tergantung dari jenis UTTP yang digunakan.

 

\”Beda-beda waktu pengukurannya, contoh misal untuk peralatan meteran SPBU itu sekali setahun, tapi tangki BBM yang didalam tanah itu setiap enam tahun baru diperiksa, berdasarkan aturan yang berlaku,\” jelas Sutomo.

 

Proses ini, kata Sutomo, dilakukan secara rutin setiap tahun di Kantor UPTD Metrologi untuk peralatan ringan, sedang untuk peralatan berat akan didatangi langsung ke industrinya.

 

Hasil Ukur Tak Sesuai, Sanksi Tegas

 

Penggunaan alat UTTP dalam transaksi perdagangan merupakan bagian yang cukup vital. Pasalnya, UTTP tersebut menjadi acuan dalam transaksi untuk menentukan nilai berdasarkan ukuran yang disepakati. Jika tidak sesuai maka akan diberikan peringatan.

 

\”Jelas akan diberi sanksi, jika hasil ukur tidak sesuai, misalnya ketika bertransaksi ternyata harusnya satu liter menjadi kurang. Maka akan diberikan peringatan untuk memperbaiki peralatan,\” jelasnya.

 

Hal ini kata Sutomo, biasanya terjadi dilakukan dengan modus mengubah standarisasi peralatan yang digunakan dalam bertransaksi. Olehnya itu, sanksi pertama adalah perbaikan alat ukur tersebut.

 

\”Kita minta perbaikan dan selama masa itu dilarang untuk bertransaksi sementara hingga dilakukan pengukuran ulang untuk melihat hasilnya,\” ujarnya.

 

Selanjutnya kata Sutomo, jika hingga batas waktu peringatan tidak bisa dilakukan perbaikan maka selanjutnya akan diminta untuk mengganti peralatan tersebut.

 

Menurutnya, kasus kecurangan dalam transaksi perdagangan dengan modus mengubah standardisasi peralatan masih terjadi meskipun tidak banyak. Namun saat dikonfirmasi lebih jauh, dirinya enggan menyebut kategori industrinya.

 

\”Masih ada, olehnya itu kita terus melakukan pembinaan untuk memberikan jaminan bagi masyarakat agar tak mengalami kerugian,\” ujarnya.

 

Untuk menjamin hal tersebut, kata Sutomo, pihaknya tak segan menerapkan aturan tegas. Tak jarang, pihaknya juga berkoordinasi dengan pihak kepolisian jika ditemukan ada unsur pidana yang ditemukan.

 

Editor: Gugus Suryaman

  • Bagikan