Demokrasi Ekonomi dalam Nafas Konstitusi

  • Bagikan
Rachmadi Wahyu P S

Oleh: Rachmadi Wahyu P S
(Kepala Subbagian Umum Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Kendari)

Demokrasi
“Government or rule by people” atau yang lebih dikenal dengan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat merupakan kutipan yang paling dikenal di masyarakat bilamana kita berbicara terkait konsep demokrasi. Pendapat tersebut disampaikan oleh mantan Presiden Amerika Serikat, Abraham Lincoln yang menjabat dari 4 Maret 1861 – 15 April 1865. Namun demikian, berdasarkan penelusuran kepustakaan singkat yang dilakukan oleh Penulis, konsep demokrasi berawal dari pemikiran hubungan negara dan hukum di Yunani kuno dan dijalankan dalam pemerintahan antara abad ke-4 Sebelum Masehi sampai dengan abad ke-6 Masehi.

Saat itu pelaksanaan demokrasi dipraktekkan secara langsung (direct democrazy) artinya rakyat menentukan sendiri secara langsung terhadap setiap putusan yang menyangkut dengan kepentingan publik berdasarkan prosedur mayoritas.

Penerapan konsep demokrasi selanjutnya mengalami transformasi dalam 2 (dua) fase. Transformasi demokrasi negara kota di Yunani dan Romawi Kuno pada abad ke-5 sebelum masehi serta beberapa negara kota di Italia pada masa abad pertengahan dan transformasi yang terjadi dari demokrasi negara kota menjadi demokrasi kawasan bangsa negara atau negara nasional yang luas.

Akibat transformasi demokrasi tersebut, terjadi perubahan tatanan secara mendasar bentuk demokrasi sebagai akibat terjadinya perpindahan dari negara kota ke negara bangsa. Robert A. Dahl mengemukakan 8 (delapan) akibat yang ditimbulkan dari adanya penerapan demokrasi pada wilayah negara bangsa yang luas, yaitu perwakilan; perluasan yang tidak terbatas; batas-batas demokrasi partisipatif; keanekaragaman; konflik; poliarkhi; pluralisme sosial dan organisasional; dan perluasan hak-hak pribadi.

Demokrasi dalam UUD 1945

Konsepsi demokrasi selalu menempatkan rakyat pada posisi yang sangat strategis dalam sistem ketatanegaraan, walaupun pada tataran implementasinya terjadi perbedaan antara negara yang satu dengan negara yang lain.

Karena berbagai varian implementasi demokrasi tersebut, maka di dalam literatur kenegaraan dikenal beberapa istilah demokrasi yaitu demokrasi konstitusional, demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi Pancasila, demokrasi rakyat, demokrasi soviet, demokrasi nasional, dan lain sebagainya. Adapun konsep demokrasi dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, dapat kita simak secara eksplisit dalam ketentuannya, diantaranya yaitu:
1. Bab I Bentuk dan Kedaulatan, Pasal 1 Ayat (2) diatur bahwa Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.

2. Pasal 2 ayat (1) mengatur bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
3. Pasal 6A ayat (1) mengatur bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.
4. Pasal 19 ayat (1) mengatur bahwa Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum.
5. Pasal 22C ayat (1) mengatur bahwa Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.
6. Pasal 22E ayat (1) mengatur bahwa Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
7. Pasal 28 mengatur bahwa Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.

Demokrasi Ekonomi dalam Nafas Konstitusi

Dalam uraian diatas telah dijelaskan beberapa hal terkait konsep demokrasi maupun ketentuannya dalam Konstitusi, yang mana Penulis lebih banyak menguraikan perihal konsep demokrasi dalam sektor pemerintahan. Dalam pembahasan berikut, Penulis akan menguraikan perihal konsep demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di sektor ekonomi.
Pada saat penyusunan konsep Konstitusi, saat sidang BPUPKI, Ir. Soekarno menyampaikan:

“…buanglah sama sekali paham individualisme itu, janganlah dimasukkan di dalam undang-undang dasar kita yang dinamakan ‘rights of citizen’ sebagai yang dianjurkan republik Perancis itu adanya, kita menghendaki keadilan sosial. Buat apa grondwet menuliskan bahwa manusia bukan saja mempunyai kemerdekaan suara, kemerdekaan hak memberi suara, mengadakan persidangan berapat jika misalnya tidak ada socialerevhtfaardigheit yang demikian itu? Buat apa kita membikin grondwet…kalau ia tak dapat mengisi perut yang mati kelaparan?…jikalau kita hendak mendasarkan negara kita kepada paham kekeluargaan, paham tolong menolong, paham gotong royong dan keadilan sosial, enyahkanlah tiap-tiap pikiran, tiap-tiap paham individualisme dan liberalisme dari padanya.”

Menilik pendapat Bung Karno diatas, dapat diketahui bahwa the founding father menghendaki adanya persamaan hak atau kedudukan yang setara tidak hanya terhadap akses politik dan pemerintahan semata, tetapi juga akses yang setara bagi warga negara terhadap lapangan ekonomi. Hal ini dipertegas dalam pidatonya.

“Jikalau kita memang betul-betul mengerti, mengingat mencinta rakyat Indonesia, marilah kita terima prinsip hal sociale rechtvaardigheid ini, bukan saja persamaan politiek saudara-saudara, tetapi pun di atas lapangan ekonomi kita harus mengadakan persamaan, artinya kesejahteraan bersama yang sebaik-baiknya,”

Apa yang dicita-citakan Presiden Soekarno sejatinya merupakan embrio dari konsep demokrasi ekonomi dewasa ini. Demokrasi yang identik dengan kedaulatan rakyat, dan ekonomi yang identikan dengan sumber produksi atau penghidupan telah diatur melalui Amandemen IV UUD NRI 1945, Pasal 33 ayat (4) yang mengatur bahwa:
“(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.”

Beberapa ahli berpendapat bahwa demokrasi ekonomi ini merupakan konsep yang menghendaki adanya ketersediaan penghidupan ekonomi yang layak dan menghidupkan setiap elemen masyarakat, sehingga tidak hanya melindungi si kaya dalam berusaha tetapi juga memberikan kesempatan kepada yang memiliki kemampuan ekonomi lemah untuk juga dapat mengakses penghidupan ekonomi yang menghidupkan. Banyak hal telah dilakukan Pemerintah dalam melaksanakan hal tersebut, diantaranya yaitu melindungi pelaku usaha kecil dari monopoli persaingan usaha yang tidak sehat dengan pelaku usaha besar melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Adapun dewasa ini, dimasa pandemi Covid-19, Pemerintah juga melakukan berbagai macam upaya untuk melindungi kehidupan ekonomi masyarakat, salah satunya melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) merupakan salah satu rangkaian kegiatan untuk mengurangi dampak Covid-19 terhadap perekonomian. Selain penanganan krisis kesehatan, Pemerintah juga menjalankan program PEN sebagai respon atas penurunan aktivitas masyarakat yang berdampak pada ekonomi, khususnya sektor informal atau UMKM. Program ini bertujuan melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha dalam menjalankan usahanya selama pandemi Covid-19. Untuk UMKM, program PEN diharapkan dapat ‘memperpanjang nafas’ UMKM dan meningkatkan kinerja UMKM yang berkontribusi pada perekonomian Indonesia.

Berbagai hal yang telah dan sedang dilakukan oleh Pemerintah diatas sejatinya merupakan aktualisasi dari pengamalan konsep demokrasi ekonomi yang diatur dalam Pasal 33 ayat (4) UUD NRI 1945 serta dicita-citakan oleh the Founding Father Bangsa, Ir Soekarno. Semoga dengan nafas Demokrasi Ekonomi perekonomian Indonesia dapat melewati masa pandemi dengan pulih lebih cepat dan bangkit lebih kuat. (***)

(Catatan: Tulisan ini adalah pendapat pribadi penulis, tidak mencerminkan kebijakan institusi)

  • Bagikan