SULTRAKINI.COM: KONAWE – Keceriaan Lamaa telah hilang sejak usianya belasan tahun. Warga Kelurahan Laosu Kecamatan Bondoala Kabupaten Konawe itu, telah menderita lumpuh layu pada kakinya. Penyakit itu membuat anak pertama dari pasangan Burhanuddin dan Werae ini tak bisa lagi berjalan.
Lamaa, tinggal di sebuah rumah reot berukuran 6 kali 10 meter. Di rumah yang berdinding papan dan beratap rumbia itu, ia tinggal bersama bapak, ibu dan neneknya. Dua saudarinya kerap datang membantu mengurusi dirinya. Sesekali juga dia dijagai oleh neneknya yang buta. Sementara bapaknya yang stroke kerap ke kebun untuk mencari kesibukan sekadarnya. Sedangkan ibunya sendiri, kerap keluar untuk mencari nafkah keluarga secara serabutan.
Pria kelahiran 1973 itu, hanya bisa beraktivitas di atas ranjangnya. Sebuah ranjang kecil yang dibuat khusus untuknya. Di tempat itulah ia makan dan tidur termasuk buang air besar. Ya, buang air besar. Di pembaringan itu Lamaa dibuatkan lubang khusus tempatnya buang air, baik besar maupun kecil.
Adik bungsu Lamaa, Sartina, mengatakan, tiap kali kakaknya hendak buang air harus ada yang mengontrol. Keluarganya harus menyediakan wadah tepat di bawah lubang ranjangnya.
“Kalau dia buang air harus ada orang yang lihat. Supaya bisa tadakan tempat di bawah lubangnya. Setelah itu langsung dibuang supaya tidak bau,” jelasnya.
Sementara itu, tante Lamaa, Suriana menuturkan, jika keponakannya itu bosan di atas ranjang kadang ia dibawa keluar rumah. Hanya saja, kata dia, ponakannya itu susah kalau digendong, karena kakinya yang menekuk hampir tidak bisa diubah modelnya.
“Pernah saya bawa jalan pakai lori-lori (arko), dia senang sekali sampai ketawa-ketawa,” katanya.
Terkait kondisi Lamaa yg memprihatinkan itu, ibunya, Werae bercerita, anaknya itu menderita lumpuh layu sejak usianya masih belasan. Awalnya ia adalah anak yang normal dan suka bermain seperti anak pada umumnya.
“Saya kurang ingat saat itu usianya berapa tahun, yang jelasnya masih belasan saat penyakit itu kena dia,” ujarnya.
Sebelum lumpuh, lanjut Werae, anaknya mengalami demam tinggi. Ia pun dibawa ke dukun kampung untuk berobat. Oleh si dukun, kakinya kemudian diurut-urut. Lamaa sempat sehat, hingga akhirnya sakit kembali dan lumpuh.
“Pertama kena itu, kakinya hanya layu saja. Lama-lama kakinya jadi kecil, sampai seperti saat ini,” terangnya.
Selain lumpuh pada kakinya, Lamaa juga punya gangguan lain dalam berkomunikasi. Ketika berbicara, artikulasinya tidak begitu jelas. Namun orang-orang yang terbiasa mendengarnya berbicara, akan paham dengan apa yang ia maksud.
“Selain dari dua penyakit itu, dia normal. Saya bersyukur pikirannya tidak terganggu. Sehingga dia masih mengerti kalau kami bicara sama dia,” jelasnya.
Werae juga mengatakan, dalam kondisinya yang terbatas, Lamaa selalu konsisten untuk berpuasa. Puasanya tidak pernah bolong tiap kali Ramadan. Itu yang ia banggakan dari anak lelakinya itu.
Werae mengungkapkan, sejak sakit sampai saat ini Lamaa belum pernah ditangani secara medis. Himpitan ekonomi menjadi penyebabnya. Pihak pemerintah yang berwenang juga belum memberikan perhatian khusus. Padahal, baik Lamaa dan keluarganya sangat pantas dibantu.
“Belum ada yang bantu dari pemerintah. Kami hidup hanya usaha saya sendiri. Sesekali juga ada bantuan dari tetangga yang masih perduli kami,” tandasnya.
Editor: Gugus Suryaman