Diduga Sepihak Ubah Breakwater Jadi Talud, BWS IV Kendari Rusaki Pantai Waha Wapia-pia?

  • Bagikan
Cincin beton untuk pembangunan talud di pantai Desa Waha, Kabupaten Wakatobi. (Foto: Amran Mustar Ode/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: WAKATOBI – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam hal ini Balai Wilayah Sungai (BWS) Sulawesi IV Kendari dinilai menjadi salah satu instansi yang bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan di Desa Waha Wapia-pia, Kecamatan Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara akibat proyek pengaman pantai.

Desain awal konstruksi proyek pengaman pantai di Desa Waha Wapia-pia tersebut dirubah secara sepihak oleh BWS Sulawesi IV Kendari dari breakwater menjadi talud.

“Kesepakatan awal sesuai dengan rekomendasi tata ruang adalah pembangunan breakwater (pemecah gelombang),” kata Kepala Bidang Penataan Ruang pada Dinas PUPR Kabupaten Wakatobi, Faisal Rakhmat, Senin (6/9/2021).

Ia mengatakan, Pemda Wakatobi bersurat ke Kementerian PUPR melalui BWS terkait permohonan pembangunan pengaman pantai berupa breakwater pantai di Desa Matahora, dan Desa Kapo Utara Kecamatan Wangi-wangi Selatan, serta di Desa Waha Wapia-pia, dan Waha Koroe di Kecamatan Wangi-wangi pada 2017.

Lanjutnya pada 2018, BSW di dampingi pihak Dinas PUPR Wakatobi melakukan survei lapangan. BWS lalu mengajukan gambar pembangunan pengaman pantai, berupa breakwater di Desa Marahora, Kapota Utara, Waha Koroe, dan Desa Waha Wapia-pia. Sementara bangunan talud di Desa Waha. Dinas PUPR Wakatobi kemudian mengeluarkan rekomendasi.

“Pada 2019, KemenPUPR memulai pekerjaan pengaman pantai di Desa Matahora sesuai dengan kesepakatan dan rekomendasi tata ruang, yaitu breakwater,” ucap Faisal Rakhmat.

Menurutnya, pengaman pantai berupa talud maupun breakwater sebenarnya tidak menjadi soal. Namun kesepakatan awal hingga dikeluarkan rekomendasi adalah pembangunan breakwater sehingga di Desa Wahai Wapia-pia harusnya breakwater yang dibangun buka talud.

“Gambar awal untuk pembangunan pengaman pantai di Desa Matahora, Waha Wapia dan Kapota Utara adalah breakwater,” terangnya.

Namun anehnya, setelah pembangunan breakwater di Desa Matahora selesai kemudian pindah ke Waha Wapia-pia, bangunannya diubah menjadi talud, tanpa koordinasi dengan Pemda Wakatobi.

“Kalau breakwater-kan mereka bangun sekitar 20 meter dari bibir pantai, tapi ini bangun talud di bibir pantai yang menutup sebagian akses masyarakat turun ke laut. Jelas masyarakat setempat akan marah karena yang mereka tahu adalah pembangunan breakwater,” tegasnya.

Faisal Rakhmat mengungkapkan, proyek tersebut tidak memiliki izin lingkungan.

Perubahan dari pembangunan breakwater menjadi talud diduga menjadi akal-akalan BSW untuk menghindari pembuatan izin lingkungan, berupa Amdal karena pembangunan breakwater di laut diwajibkan memiliki Amdal.

Proyek tersebut dikerjakan oleh PT Tri Artha Mandiri dengan nilai kontrak Rp 23.847.596.573,15. Volume pekerjaan sepanjang 600 meter, terdiri dari dua segmen, yaitu segmen satu di Desa Waha Wapia-pia dan segmen dua di Desa Waha Koroe.

Dari papan informasi kegiatan diketahui, awal pekerjaan pada 11 Februari 2021 dan waktu pelaksanaan selama 313 hari kalender. (A)

Laporan: Amran Mustar Ode
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan