Direktur Perusahaan Mangan di Buton Bantah Izinnya Dicabut dan Resahkan Masyarakat

  • Bagikan
Ilustrasi
Ilustrasi

SULTRAKINI.COM: BUTON – Direktur PT Malindo Bara Murni, Sofyan, membantah izin perusahannya melakukan aktivitas penambangan batu mangan di Desa Desa Kumbewaha, Kecamatan Siotapina, Kabupaten Buton dicabut oleh pemerintah. Bahkan, pihak perusahaan mengaku izin perusahaannya berlaku hingga 2029.

“Itu tidak benar, IUP (izin usaha pertambangan) saya itu berlaku sampai 2029. Kalau dicabut itu tidak betul,” ujar Sofyan kepada Sultrakini.com melalui sambungan telepon, Kamis (14/3/2019) malam.

Sofyan justru merasa bingung dengan Dinas Lingkungan Hidup Buton yang turun ke lapangan (perusahaan) setelah membaca pemberitaan yang menanyakan ke PT Malindo Bara Murni mengenai izin lingkungan perusahaan. Menurutnya DLH malah yang tidak memiliki data akurat.

“Mereka (DLH) instansi berwenang yang mengetahui legalitas justru tanya ke saya izinnya sudah mati atau tidak, akhirnya saya berikan lagi izin lingkungannya ke mereka, alasanya mereka karena selama lima tahun pegawai silih berganti,” ucapnya.

Meski begitu, dirinya menghargai sikap pro-aktif DLH sehingga tidak menimbulkan opini di masyarakat bahwa perusahaan tambang yang dimiliki beroperasi secara ilegal. Mengenai laporan kegiatan lingkungan, lanjutnya itu dilakukan enam bulan sekali dan dilaporkan lagi pada April mendatang.

“Takutnya ada opini saya ini penambang ilegal, izin lingkungan itu ditandatangani Pak Asnawi (mantan Kadis DLH) dan IUP saya itu berlaku selama 20 tahun hingga 2029,” tambahnya.

Dirinya juga membantah adanya rekomendasi dari DPRD Kabupaten Buton untuk pemberhentian penambangan sebelum ada izin. “Tidak ada rekomendasi itu,” tegasnya.

Dia mengaku, selama proses penambangan batu mangan di Kumbewaha, pihaknya selalu melaksanakan kewajiban sesuai aturan yang berlaku, seperti membayar pajak dan lainnya.

“Penambangan ini tidak serta merta berjalan kalau tidak ada sinkronisasi dan pemerintah juga tidak serta merta mau mencabut izin, semua kewajiaban saya kepada negara sudah saya lakukan,” katanya.

Bantahan lain juga diucapkannya sehubungan perusahaan yang dijalankannya menimbulkan kesenjangan sosial, khususnya masyarakat Kumbewaha. Kata dia, sudah banyak kontribusi dilakukan perusahannya terhadap warga setempat, antara lain menghibahkan tanah milik perusahaan untuk pembangunan puskesmas, menyumbang pembangunan baruga (rumah adat), dan pembangunan masjid.

“Sejak 2007, saya masuk di sana (Kumbewaha) sudah ada pertemuan dengan perangkat desa, tokoh-tokoh pemuda, tokoh masyarakat, dan dinas terkait, mereka mendukung, jika ada yang tidak suka itu paling hanya sebagian orang saja,” terangnya.

Ditambahkannya, kehadiran perusahaan di Kumbewa juga menyerap tenaga kerja dari masyarakat setempat. Namun diakuinya tidak bisa memaksakan masyarakat untuk bekerja. Saat ini saja ada sekira 30 orang yang bekerja di PT Malindo Bara Murni.

“Salah satu buktinya mempekerjakan masyarakat itu sampai hari ini saya tidak mengapalkan pakai tongkang tapi pakai kontainer karena bisa pekerjakan orang, ada pengarungan di situ,” ungkapnya.

Tidak hanya itu, soal adanya keresahaan masyarakat mengenai tertutupnya tiga sumber mata air dan tanaman mati serta tidak melakukan reklamasi juga tidak diakuinya. “Semua itu tidak benar, itu hanya kali-kali kecil yang mati, dan saya lakukan reklamasi, justru saya satu-satunya di Sultra yang dianggap baik dalam melakukan reklamasi,” katanya.

Diakhir wawancara, Sofyan juga meluruskan mengenai pemberitaan bahwa ada perusahaan lain, yaitu PT Arfah Indo Sarana (AIS) yang melakukan penambangan batu mangan menggunakan IUP PT Malindo Bara Murni.

“Soal PT AIS bukan penambang, mereka pemilik alat yang saya sewa, dan Pak Sigit itu bukan direktur AIS, Sigit hanya mengawasi alat-alat jangan sampai rusak,” pungkasnya.

(Baca: Dianggap Meresahkan, Warga Minta Penambangan Mangan di Buton Dihentikan)

Laporan: La Ode Ali
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan