Disuruh Mundur, Camat Amonggedo: Masyarakat Tidak Bisa Turunkan Saya

  • Bagikan
Camat Amonggedo, Nuriadin. (Foto: Mas Jaya/SULTRAKINI.COM)
Camat Amonggedo, Nuriadin. (Foto: Mas Jaya/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KONAWE – Aksi demonstrasi warga Desa Dunggua, Kecamatan Amonggedo, Kabupaten Konawe di balai pertemuan Kelurahan Amonggedo berlangsung ribut, Sabtu (24/11/2018). Aksi tersebut digelar warga atas penolakan mereka terhadap perusahaan tambang PT MBS.

Di tengah hiruk pikuk aksi unjuk rasa, massa kemudian menuding Camat Amonggedo, Nuriadin tidak berpihak kepada warganya. Bahkan diduga camat ikut main mata dengan pihak perusahaan.

Dugaan itu bukan tanpa alasan. Dalam surat yang dikeluarkan tim lima (bentukan PT MBS) tertera tanda tangan camat lengkap dengan stempel basahnya. Keberadaan tanda tangan camat di surat itu dianggap tak lazim karena kop surat merupakan kop dari perusahaan. Hal itulah yang dianggap tindakan maladministrasi.

Menanggapi tudingan itu, Nuriadin mengaku dirinya disurat itu hanya turut mengetahui saja. Sebagai perwakilan pemerintah kecamatan ia perlu mengetahui hal tersebut.

“Saya harus mengetahui aktivitas MBS sebagai pemerintah. Makanya juga kita masuk di dalam,” ucapnya.

Telinga Nuriadin sempat memanas saat dirinya mendengar umpatan dari warga yang memintanya untuk mundur. Ia dianggap tidak mampu memediasi masyarakat dengan pihak perusahaan, hingga terjadi gejolak.

“Saya ini orang sekolah. Golongan saya empat B. Kita bicara baik-baiklah, jangan teriak-teriak,” kata camat dengan nada agak tinggi.

Perkataan itu tidak membuat massa aksi diam. Malah tambah ribut. Dan terus menyoraki camat agar dipecat saja.

“Jabatan saya ini bukan jabatan politik. Masyarakat tidak bisa turunkan saya,” lanjutnya yang kembali disambut teriakan-teriakan warga.

Setelah aksi unjuk rasa reda, awak media kemudian kembali menanyakan perihal tanda tangan Nuriadin di surat PT MBS. Namun ia enggan bicara banyak.

“Nanti mi dulu. Lagi tidak enak perasannku ini,” ujarnya dengan nada lesu.

Kirsuh warga Desa Dunggua dengan PT MBS terjadi lantaran PT MBS dinilai belum menyelesaikan kewajibannya. MBS juga disebut telah menjual 35 ribu mterik ton ore. Dari penjualan itu, royalti yang seharusnya diterima masyarakat sebanyak Rp1,3 miliar. Nyatanya, MBS terkesan tutup massa dengan hal tersebut. Perseteruan MBS dengan Koperasi Usaha Dunggua Jaya yang berlarut-larut juga menjadi dasar kekisruhan.

(Baca: Menyerah, Sitorus: PT MBS Saya Tutup)

Laporan: Mas Jaya
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan