DPRD Nilai Mutasi 92 ASN dan Pengangkatan Honorer oleh Bupati Wakatobi Tabrak Aturan

  • Bagikan
Ketua Komisi I DPRD Wakatobi, Arman. (Foto: Amran Mustar Ode/SULTRAKINI.COM)
Ketua Komisi I DPRD Wakatobi, Arman. (Foto: Amran Mustar Ode/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: WAKATOBI – Sekitar enam bulan pasca dilantik sebagai Bupati Wakatobi, Haliana mulai melakukan mutasi jabatan hingga pemberhentian dan pengangkatan sejumlah tenaga honorer.

Hal inipun menjadi sorotan DPRD Kabupaten Wakatobi, karena diduga ada sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh Bupati Wakatobi Haliana dalam proses mutasi jabatan itu.

Terutama yang menjadi sorotan dewan yaitu surat keputusan (SK) Bupati Wakatobi nomor 220 tahun 2020 tentang pemberhentian dan pengangkatan 92 pejat Eselon II, III, dan IV lingkup Pemda Wakatobi. Terdiri dari 58 aparat sipil negara (ASN) yang dipromosikan naik jabatan, sementara 34 ASN di non-job atau menduduki jabatan analis, dan pemberhentian tenaga honorer berdasarkan SK Bupati Wakatobi nomor 75 tahun 2022.

Ketua Komisi I DPRD Wakatobi, Arman Alini mengatakan, pelanggaran yang dilakukan oleh Bupati Wakatobi dalam SK nomor 220 tahun 2020 yaitu pemberhentian kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Wakatobi, oknum ASN yang dilantik menjadi eselon IVa adalah lurah, pengangkatan guru menjadi lurah, dan pengangkatan camat yang memasuki masa pengurusan pensiun (MPP).

Arman Alini menjelaskan, pemberhentian kepala BKPSDM Wakatobi telah melanggar pasal 118 undang-undang nomor 5 tahun 2014 tentang ASN dan peraturan pemerintah (PP) nomor 53 tahun 2010 tentang disiplin ASN.

“Dalam undang-undang nomor 5 tahun 2014 pada pasal 118 bahwa jika pejabat pimpinan tinggi (kepala dinas/badan) kinerjanya buruk maka diberikan kesempatan selama 6 (enam) bulan untuk memperbaiki kinerjanya. Namun, jika yang bersangkutan tidak menunjukkan perbaikan kinerja pejabat yang bersangkutan harus mengikuti seleksi ulang uji kompetensi kembali,” ungkapnya, Selasa (25/1/2022).

Dijelaskannya, berdasarkan hasil uji kompetensi pejabat pimpinan tinggi dimaksud dapat dipindahkan pada jabatan lain sesuai dengan kompetensi yang dimiliki atau ditempatkan pada jabatan yang lebih rendah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selain itu, lanjut dia, peraturan pemerintah (PP ) nomor 11 Tahun 2017 tentang manajemen PNS, pasal 132 ayat disebutkan pengisian jabatan pimpinan tinggi (JPT) melalui mutasi dari satu JPT ke JPT yang lain dapat dilakukan melalui uji kompetensi di antara pejabat pimpinan tinggi dalam satu instansi. Pelantikan ini juga melanggar peraturan badan kepegawaian negara (BKN) nomor 5 tahun 2019.

“Tapi ini Bupati Wakatobi langsung main non-job saja tanpa melakukan mekanisme yang diperintahkan oleh undang-undang nomor 5 tahun 2014 dan PP nomor 53 tahun 2010,” ujarnya.

Dalam SK 220 tersebut, Bupati Wakatobi mengangkat Lurah Patipelong, Kecamatan Tomia Timur, yang masih dalam proses kode etik karena melakukan nikah siri tanpa izin istri pertama.

Di mana perkawinan siri merupakan tindakan yang bertentangan dengan undang-undang Nomor 1 /1974 tentang perkawinan, atau secara jelas melanggar ketentuan PP 45 tahun 1990 sebagai pengganti PP 10 tahun 1983 tentang izin perkawinan dan izin perceraian bagi PNS.

Selanjutnya secara normatif diatur dengan adanya pernikahan siri di kalangan PNS sebagaimana diatur dalam pasal 15 PP 45 tahun1990, menyebutkan bahwa PNS yang melakukan hidup bersama dengan wanita lain atau pria sebagai suami istri tanpa ikatana perkawinan yang sah, dan setelah ditegur atasannya masih terus melakukannya dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan tidak hormat.

Arman Alini mengungkapkan, pengangkatan guru menjadi lurah harus terlebih dahulu diberhentikan dari jabatan fungsional guru, kemudian diangkat jadi lurah.

“Disisi lain kalau yang bersangkutan mengajar  salah satu sekolah dan memegang mata pelajaran, siapa yang menggantikan posisinya. Kenapa tidak mengangkat pegawai struktural yang tersebar di kelurahan atau pegawai kecamatan,” terangnya.

Menurut dia, Camat yang masuk MPP (58), seharusnya mereka fokus untuk pengurusan administrasi pensiun, bukan malah diangkat jadi camat, masih banyak kader potensial yang bisa diorbitkan.

“Saya kira bupati harus cermat dengan persoalan ini. Hal ini dilakukan demi penegakan aturan (law enforcement) dan komitmen bersama untuk memperbaiki daerah yang kita cintai ini serta menjaga suasana yang nyaman dan kondusif,” ucapnya.

Selain itu, dewan juga menyoroti SK Bupati Wakatobi nomor 75 tahun 2022 tetang pengangkatan tenaga honorer.

Arman Alini menerangkan, khusus untuk pemberhentian tenaga honorer di Stuan Pol PP dan pemadam kebakaran sangatlah fatal, karena yang telah memiliki sertifikat keahlian di berhentikan dan diangkat yang baru.

“Produk politik itu harus mengedepankan objektivitas dan rasionalitas. Ini harus ditinjau ulang, terutama tenaga Damkar karena akan berdampak pada APBD kita, karena kita sudah habiskan anggaran ratusan juta agar mereka mengikuti pelantihan untuk mendapat sertifikat keahlian di bidang masing-masing. Jangan diskusinya pemberhentian karena efek Pilkada, ini kan tidak etis,” tegasnya.

Sebelumnya, berdasarkan hasil rapat konsultasi DPRD Wakatobi bersama Pemda Wakatobi pada 24 Januari 2022 yang dipimpin oleh Ketua DPRD Wakatobi Hamiruddin, DPRD meminta kepada pemerintah daerah hasil telaah atas pemberhentian tenaga honorer berdasarkan SK BUPATI Wakatobi nomor: 75/2022.

Kemudian, DPRD juga meminta kepada bupati untuk meninjau kembali SK pengangkatan dalam jabatan struktural berdasarkan SK nomor: 220/2022 karena alasan beberapa hal, diantaranya:

– Ada oknum ASN yang dilantik menjadi eselon IVa, padahal yg bersangkutan dalam proses pelanggaran kode etik kepegawaian.

– Pengangkatan guru menjadi lurah, jabatan fungsional ke jabatan struktural.

– Pengangkatan camat yang memasuki masa pengurusan pensiun (MPP).

– Pemberhentian kepala BKD dinilai tidak sesuai ketentuan pasal 118 UU nomor 5 tahun 2014 tentang ASN dan PP 53 tahun 2010 tentang disiplin ASN. (B)

Laporan: Amran Mustar Ode
Editor: Hasrul Tamrin

  • Bagikan