DPRD Sultra akan Panggil Purusahaan Tambang “Nakal”, Berikut Daftarnya

  • Bagikan
Anggota Komisi III DPRD Sultra, Abdul Salam Sahadia. (Foto: La Niati/SULTRAKINI.COM).
Anggota Komisi III DPRD Sultra, Abdul Salam Sahadia. (Foto: La Niati/SULTRAKINI.COM).

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Komisi III Dewan Perwkilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Tenggara (Sultra) menjadwalkan akan memanggil sejumlah perusahaan tambang yang beroperasi di Sultra untuk melakukan rapat dengan pendapat (RDP).

Anggota Komisi III DPRD Sultra, Abdul Salam Sahadia, mengatakan sejumlah perusahaan yang akan dipanggil untuk RDP terkait berbagai dugaan ilegal mining, lingkungan dan soal CSR. Sehingga melalui rapat itu akan diketahui kebenaran beberapa perusahaan tambang yang diduga tidak tertib baik administrasinya maupun dalam pengelolaan, seperti yang disuarakan oleh sejumlah lembaga masyarakat beberapa waktu lalu.

Selain memanggil pihak perusahaan, Komisi III juga akan memanggil pihak instansi teknis terkait. Diantaranya, Dinas Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM), Dinas Lingkungan Hidup, dan Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PM-PTSP) Sultra.

“RDP ini untuk memastikan seluruh aspirasi yang terbengkalai sebelum kami. Ada sejumlah persoalan perusahaan tambang yang ditangani panitia khusus (Pansus) Anggota DPRD Sultra periode 2014-2019 yang belum tuntas. Seperti soal dugaan ilegal mining, izin, lingkungan, CSR dan lainnya,” kata Abdul Salam Sahadia, Rabu (13/11/2019).

Ia tegaskan, pihaknya akan segera menuntaskan semua permasalahan tambang yang beroperasi di Sultra dengan memanggil seluruh pihak terkait. Menurutnya, RDP sebagai forum yang baik bagi perusahaan tambang, karena melalui forum tersebut sejumlah perusahaan yang diduga melakukan pelanggaran bisa memberikan klarifikasinya atas dugaan tersebut.

“Jika di dalam RDP tersebut ada perusahaan yang tidak datang atau berhalangan hadir, kami akan menjadwalkan kembali rapatnya. Selesai, RDP kami juga akan turun langsung ke lapangan untuk memastikannya,” tegas Abdul Salam Sahadia.

Sebelumnya, Presidim Konsorsium Nasional Aktivis Agraria (Konasara) menggelar aksi demonstrasi di DPRD Sultra. Mereka mensinyalir adanya konspirasi secara terstruktur dan masif antara investor dan pemangku kebijakan mulai dari tingkat daerah hingga pusat. Berdasarkan hasil investigasi Konasara, PT. Antam yang beroperasi Kabupaten Konawe Utara (Konut) diduga menabrak Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara.

PT. Antam melakukan penjualan dan pengiriman ore nikel tanpa memiliki smelter, dengan mengekspor nikel mentah sebesar 55.570 ton, tanpa melakukan pemurnian terlebih dahulu. Padahal, di dalam Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 ditegaskan, sebelum melakukan ekspor harus dilakukan pemurnian.

Rencananya, Komisi III DPRD Sultra menjadwalkan hearing bersama perusahaan tambang yang beroperasi di Sultra pada Selasa, 19 November 2019 mendatang. Sejumlah perusahaan yang dipanggil diantaranya:

1. PT. Antam, terkait aktivitas pertambangan diduga belum memiliki smelter namun sudah melakukam ekspor biji nikel.

2. PT. Virtue Dragon Nickel Industri (VDNI) terkait dugaan pemberian izin lokasi pengelolaan kawasan industri bermasalah.

3. PT. Waja Inti Lestari, diduga melakukan operasi produksi pertambangan dalam kawasan hutan lindung yang tidak memiliki izin pinjam pakai kawasan IPPKH.

4. PT. Babarina Putra Sulung, diduga melakukan ilegal mining atau penambangan ilegal. Perusahaan tersebut hanya memiliki izin produksi batu, tapi faktanya di lapangan melakukan aktivitas produksi biji nikel dalam kawasan hutan lindung.

5. PT Naga Bumi Nusantara, diduga melakukan kegiatan ilegal minning, tidak memiliki izin jeti serta tidak memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH).

6. PLTU dan PLTG NII, terkait masalah limbah industri, transparansi rekrutmen tenaga kerja dan realisasi CSR.

7. PT. Tosido Indonesia, diduga melakukan kegiatan ilegal minning. PT Ceria Nugraha Indonesia, menyangkut proses pembangunan smelter diduga tidak ada izin realisasi CSR, dan pembangunan terminal khusus.

8. PT. Hoffmen Energi Perkasa, menyangkut tidak memiliki izin jeti terminal khusus, izin lingkungan Amdal.

9. CV Watu Moramo, yang diduga tidak memiliki izin usaha pertambangan (IUP).

Sementara pada rapat anggota DPRD periode sebelumnya yang dipimpin Sekretaris Komisi I DPRD Sultra, Suwandi, S.S.os didampingi, Ketua Komisi IV, Yaudu Salam Ajo, Anggota komisi III, Sarlinda Mokke dan Alkalim, serta dihadiri perwakilan Dinas Perundistrian dan Perdagangan, serta Dinas Transmigrasi dan Ketenagakerjaan, bahwa dari 528 IUP cuma delapan perusahaan yang diberikan kuota ekspor dari kementerian.

Disebutkan, kedelapan perusahaan tambang yang memiliki kuota ekspor ore nikel, yakni, PT Antam. Tbk, jumlah kuota ore nikel 2. 716. 948 ton per tahun berakhir per 31 Maret 2018, PT Ceria Nugraha Indotama jumlah kuota ore nikel 2. 300.000 ton pertahun berakhir per 4 Juli 2018, PT Sambas jumlah kuota ore nikel 997. 000 ton pertahun berakhir per 31 10 2018, PT Ifishdeco jumlah kuota ore nikel 992. 000 ton pertahun berakhir per 30 10 2018, PT SSU jumlah kuota ore nikel 3.000.000 ton pertahun berakhir per 23 November 2018, PT Integra Mining Nusantara jumlah kuota ore nikel 923. 760 ton pertahun berakhir per 28 Desember 2018, PT Tosida Indonesia jumlah kuota ore nikel 1. 950. 000 ton pertahun berakhir per 11 Januari 2019, PT Macika jumlah kuota ore nikel 1. 100. 000 ton pertahun berakhir per 15 Maret 2018. Jadi ditotalkan sekitar 17 juta ton per tahun ore nikel yang diekspor.

Laporan: La Niati
Editor: Habiruddin daeng

  • Bagikan