E-Profil Peserta Didik Solusi di Tengah Dilema Guru

  • Bagikan
Bahtiar, Guru SMAN 1 Kendari
Bahtiar, Guru SMAN 1 Kendari

Oleh: Bahtiar, Guru SMAN 1 Kendari

Guru bukan pahlawan seperti para veteran pejuang kemerdekaan atau pejuang yang mempertahankan kemerdekaan Bangsa Indonesia. Akan tetapi guru adalah pahlawan kalbu-hati setiap anak bangsa. Gurulah perancang setiap helaian nafas generasi bangsa.

Gurulah perancang masa keemasan bangsa Indonesia tercinta ini. Gurulah yang selalu tulus mengalirkan wabah cinta-kasih, akhlak, petuah, nasihat, dan ilmu kepada anak-anak bangsa ini.

Guru hadir di setiap sudut negeri membagikan isi pikirnya, isi kalbunya, isi raganya demi bangsa tercinta. Sumsum tulangpun diberikan kepada bangsa ini. Rela berkorban untuk asa bangsa tercinta. Rela berjibaku dengan alam bahkan menantang alam demi pembelajaran. Guru rela korbankan hartanya, bahkan jiwa raganya sekalipun demi asa bangsa tercinta.

Kasus Bapak Guru Dasrul, Bapak Hayari, kasus kematian Bapak Budi Cahyono dan kasus penganiyayaan terhadap Kepala Sekolah di Lobak Sulawesi Utara sudah semakin jelas bahwa guru bukan hanya membutuhkan kesejahteraan tetapi perlindungan pun merupakan asa yang perlu diwujudkan oleh pemerintah.

Undang-Undang Guru dan Dosen nomor 14 tahun 2005 pasal 39 ayat 3 mengamanahkan bahwa perlindungan hukum terhadap guru mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.

Rupanya Undang-Undang Guru ini masih memberi peluang kepada anak/peserta didik di bawah 17 tahun untuk tidak dikenai sanksi pidana walaupun anak/peserta didik menghakimi gurunya sendiri, karena ada Undang-Undang lain yang melindungi anak di bawah umur 17 Tahun, yang dikenal dengan Undang-Undang Perlindungan Anak. Fenomena demi fenomena melanda guru Indonesia yang sesungguhnya semakin menampakkan kesejahteraanya karena telah diberikan tunjangan profesi oleh pemerintah setiap tahun. Walaupun kadang terlambat pencairan tunjangan profesinya.

Negara sedapatnya siaga menjamin hidup, martabat, dan apresiasi guru. Negara hadir bukan sebagai pengadil guru tapi hadirlah sebagai pengayom atau pelindung hak guru. Sesungguhnya guru butuh negara bukan organisasi profesi apalagi “berpolitik”. Guru butuh sentuhan kasih negara, peduli negara akan kiprahnya di medan perjuangan mengisi kalbu anak bangsa.

Negara harus yakin ditangan gurulah bangsa akan mencapai puncak kejayaannya. Gurulah yang akan mampu mewujudkan cita-cita negara dalam mencerdaskan bangsa Indonesia. Oleh karena itu menghargai guru adalah menghargai masa depan bangsa Indonesia tercinta ini. Bukankah sesungguhnya kemajuan suatu Bangsa tergantung pada guru. Seperti syair lagu “Guru bak pelita penerang dalam gulita jasamu tiada tara”. Hidup Guru Indonesia, Jayalah Bangsaku.

Permendikbud nomor 10 tahun 2017 tentang Perlindungan Pendidik dan Tenaga Kependidikan boleh jadi menjadi suatu solusi agar masyarakat, stakeholders, dan pemerintah daerah dapat memahami betapa penting peran guru dalam memuliakan anak-anak bangsa tercinta ini. Akan tetapi, realisasi Permendikbud tersebut butuh pengawal agar akurat dan benar-benar terwujud.

Beberapa permasalahan yang masih menghantui guru dalam menjalankan tugasnya di masing-masing satuan pendidikan antara lain; (1) Kejadian demi kejadian yang menimpa guru saat ini membuat guru mulai ragu untuk memberikan tindakan-mendidik kepada peserta didiknya! (2) Guru mulai “apatis” dengan perilaku menyimpang peserta didiknya karena khawatir terkena sanksi dari Komisi Perlindungan Anak! (3) Peserta didik semakin percaya diri bahwa guru tidak berani lagi menegurnya karena semakin viralnya informasi melalui media sosial dan media massa tentang kriminalisasi guru yang terjadi! (4) Belum terintegrasinya pengamanan sekolah dengan pengamanan dari Pemerintah daerah! (5) Belum ada lembaga khusus yang fokus memantau keamanan sekolah, selama ini sudah terjadi permasalahan baru ada gerakan dari keamanan, atau gerakan solidaritas organisasi profesi! (6) Belum sinerginya data antarsekolah tentang profil sikap peserta didik, baik sejenjang maupun tidak sejenjang! (7) Belum sinerginya data profil sikap peserta didik yang sering melakukan pelanggaran berat dengan pihak berwajib!

Solusi yang bisa diberikan agar tidak terjadi lagi tindakan main hakim sendiri terhadap guru agar selalu damai dengan peserta didiknya, selalu kondusif, dan aman baik di dalam lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Peserta didik dan guru harus selalu berkomunikasi baik layaknya seorang anak dengan orang tuanya sebab guru adalah orang tua peserta didik di sekolah. Meskipun demikian, guru tidak boleh juga semena-mena menegur dan menghukum peserta didik. Sanksi yang diberikan guru harus sesuai dengan tata tertib sekolah bukan sesuai keinginan guru. Peserta didik dan guru termasuk orang tua peserta didik harus menjalin kerja sama yang baik demi kualitas pendidikan kita di masa kini, dan masa yang akan datang (Marjohan, 2011).

Problem utama dari beberapa kasus selama ini adalah terjadinya miskomunikasi antara pihak guru dengan orang tua peserta didik sehingga terjadi tindakan kriminal atau kriminalisasi. Mengapa disebut kriminalisasi karena bila ditinjau dari aspek hukum kejadian tindak kriminal selalu ada motifnya, dan jikan benar maka dipastikan ada niat sebelumnya.

Oleh karena itu, bagaimana membangun sinergitas pendidikan lewat e-profil peserta didik. E-profil peserta didik akan membantu sekolah untuk memperoleh data akurat tentang peserta didik mulai tempat tinggalnya, orang tuanya sampai pada profil perilakunya di sekolah yang di tempati, seberapa banyak di proses oleh guru Bimbingan Konseling atau mungkin punya catatan kriminal.

E-profil ini diharapkan dapat diakses oleh sekolah dimana dia akan mendaftar menjadi peserta didik baru. Selain itu sekolah dapat memberikan program rehabilitas akhlak kepada para peserta didik tersebut dengan harapan peserta didik tersebut bisa berubah sesuai yang diharapkan bangsa.

Kepala Sekolah diharapkan dapat membangun motivasi guru dalam membina peserta didik, mendidik peserta didik dan mengajar peserta didik sebagaimana tupokasi yang diemban para guru. Guru seharusnya tidak patah semangat atau mati kreativitas, guru harus terus berupaya maksimal dan berhati besar dalam mengelorakan jiwa-jiwa kejuangan dalam diri peserta didik.

Menurut Bethlewis guru-guru yang paling dikagumi adalah mereka yang tetap ingin tahu pentingnya intelektual dan profesionalisme baik di dalam maupun di luar kelas (https://www. Silabus org, diakses 21 januari 2018). Lebih lanjut Bethlewis katakan bahwa sifat guru yang sukses:

1. Memiliki harapan tinggi secara terus menerus
Guru selalu memotivasi peserta didik untuk memperoleh prestasi yang tinggi sehingga peserta didiknya pun akan berusaha maksimal untuk mewujudkannya. Muncul keyakinan tinggi dari peserta didik bahwa dengan bantuan gurunya akan berprestasi.

2. Berpikir kreatif
Guru terbaik berpikir di luar kotak, di luar kelas, di luar kondisi normal. Guru selalu membuat hal baru dan menarik serta mengesankan bagi peserta didik. Guru mencari dan mendorong peserta didik masuk ke dalam dunia nyata dan mengemas pengalaman tingkat berikutnya.

3. Fleksibel dan sensitif tingkat tinggi
Guru selalu bergerak melebihi ekspektasinya sendiri dan peka terhadap kebutuhan orang lain, peserta didik, orang tua, kolega, dan masyarakat.

4. Memiliki rasa ingin tahu, percaya diri, dan berkembang
Guru senantiasa belajar ide-ide baru dan tidak terancam oleh cara baru dalam sesuatu di sekolah. Selalu ingin beriubah seiring perubahan waktu. Mereka merangkul tenkologi baru dan percaya diri dalam bergerak maju ke masa depan.

5. Mereka adalah manusia sempurna
Guru memberikan seluruh waktunya untuk pekerjaan. Selalu merayakan keberhasilan peserta didiknya, terkadang mengaku dengan jujur jika tidak mengetahui jawaban pertanyaan peserta didik. Bahkan meminta maaf ketika peserta didik memerlukan dan memperlakukan peserta didik dengan hormat.

6. Senang belajar dan menjalani kehidupan
Guru menjadi pembelajar yang serius dan selalu menjadi pembelajar yang menikmati kehidupan dengan segala perkembangannya.

Keenam point yang dikemukakan oleh Bethlewis di atas, menunjukkan betapa pentingnya guru sukses bagi kemajuan suatu bangsa karena guru peserta didiknya akan selalu bahagia dan berpretasi. Guru sukses selalu memberikan peserta didik kenyamanan dalam belajar, dan motivasi tinggi untuk berprestasi, motivasi untuk berkarya, dan motivasi untuk hidup yang lebih baik dan sukses. Hal ini merupakan kebutuhan sekolah, orang tua peserta didik, masyarakat, dan negara yang harus diwujudkan dalam dunia pendidikan. Dalam mewujudkan harus didukung oleh stakeholder, orang tua peserta didik, masyarakat agar guru dapat berkreativitas dengan sempurna. Berilah guru ruang yang luas untuk mencerdaskan anak bangsa. Berilah sekolah kewenangan untuk mendisiplinkan peserta didik agar menjadi manusia cerdas dan sukses di masa depan karena pada prinsipnya sekolah akan selalu membuat aturan yang tidak akan merugikan warga sekolah.

Di jaman seperti sekarang sudah saatnya sekolah menerapakan kewenangannya dalam menerapkan sistem elektronik/digital untuk meningkatkan kualitas dan keamanan sekolah. Sistem atau aplikasi elektronik yang digunakan bukannya melaporkan prestasi peserta didik akan tetapi aplikasi digital perlu juga digunakan untuk mengetahui profil peserta didik pada mendaftar menjadi peserta didik baru di sekolah yang dituju. Sekolah bisa membuat aplikasi e-profil yang minimal memuat data peserta didik, data orang tua, dan data peserta didik dari guru bimbingan konselingnya. Keseluruhan data tersebut diperoleh dari sekolahnya masing-masing dan bisa diperoleh dari data dapodik sekolahnya dan jika belum ada datanya maka diwajibkan untuk mengisi pada aplikasi sekolah yang disiapkan. E-profil peserta didik dapat diperluas pemanfaatannya sehingga terjadi sinergitas data profil sikap peserta didik, sinergitas data antarsekolah bahkan bisa dilakukan pengintegrasikan pengamanan sekolah.

a. Sinergitas data profil sikap peserta didik
Salah satu kelemahan dunia pendidikan kita saat sekarang adalah data profil sikap tidak berkesinambungan dengan data yang ada di sekolah tempat peserta didik berada. Misalkan peserta didik SD masuk ke SMP seharusnya membawa profil sikapnya selama menempuh pendidikan di SD demikian pula dari SMP ke SMA maka sekolah akan dapat memverifikasi data peserta didik. Bagaimana sikapnya ketika masih di SD, dan SMP? Berapakali diproses di BK selama sekolah? Kasus apa saja yang pernah dilakukan oleh peserta didik? Bahkan tentang keterlibatannya dalam geng, grup atau klub apa saja yang pernah diikuti termasuk geng motor atau bukan. Selain e-profil tersebut yang terkesan negatif maka e-profil peserta didik mengakomodir pula profil positif atau prestasi-prestasi yang pernah diraih selama menempuh pendidikan dijenjang sebelumnya termasuk prestasinya di lingkungan tempat tinggalnya.
E-profil dengan sendirinya memudahkan pihak sekolah untuk mengantisipasi peserta didik yang memiliki e-profil yang negatifnya lebih banyak. Sekolah akan lebih siap untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan buruk yang terjadi apabila peserta didik tersebut diterima di sekolah yang dituju. Selain itu sekolah sedini mungkin mengantisipasinya dengan berbagai program rehabilitas sekolah seperti pendampingan, dan pembinaan mental oleh guru, guru BK, Wali Kelas, bahkan Wakil Kepala Sekolah dengan waktu pembinaan disesuaikan dengan waktu pembelajaran. Pada prinsipnya peserta didik yang memiliki riwayat negatif tersebut akan mendapatkan pembinaan yang nantinya menjadi peserta didik yang berbudi luhur dan berakhlak mulia.

b. Sinergitas data antarsekolah
Adanya link informasi antarsekolah khususnya profil peserta didik masing-masing akan membawa perubahan pada sistematika perilaku anak didik masing-masing sekolah. Sekolah sebagai lembaga formal harus sedapat mungkin menjamin hak-hak peserta didiknya dengan memberikan garansi kenyamanan, ketentraman, dan kedamaian di satuan pendidikannya masing-masing. Stakeholders, masyarakat, dan orang tua telah menyerahkan anak mereka sepenuhnya kepada sekolah dengan satu harapan agar anak-anak mereka mendapatkan pendidikan yang akan menjamin masa depan anak-anak mereka bahkan lebih dari itu untuk keberhasilan dan kesuksesan anak-anak mereka. Dalam rangka untuk menjamin asa yang begitu besar dari stakeholders, masyarakat, dan orang tua maka seyogyanya dilakukan langkah antisipatif melalui sinergitas data antarsekolah. Data yang dibutuhkan selain nilai atau numerik kompetensi peserta didik selama ini yakni data profil peserta didik dari sekolah asalnya yang keseluruhan data profil ini dapat disatukan dalam satu aplikasi yang dikenal dengan e-profil peserta didik.

c. Integrasi pengamanan sekolah
Hal yang paling dinantikan adalah adanya pola pengamanan lembaga pendidikan yang sepertinya belum mendapat perhatian khusus dari pemerintah, stakeholders, masyarakat, dan orang tua peserta didik. Padahal tidak bisa dipungkiri bahwa kejadian demi kejadian yang menimpa dunia persekolahan kita saat ini seperti tindak semena-mena dan tindakan kriminal bisa saj disebabkan oleh terlenannya sekolah atau boleh jadi sekolah dengan seluruh civitas akademinya mengganggap bahwa semua orang yang berada di dalam sekolah apakah itu peserta didik atau pegawai semua orang baik-baik demikian pula orang tua yang berkunjung ke sekolah semua orang baik. Terlepas dari ini semua maka seharusnya pengamanan sekolah harus melibatkan intansi pemerintah daerah seperti Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) tidak cukup dengan pengamanan Satpam Sekolah saja. Hal positif dari kehadiran Satpol PP di lembaga-lembaga pendidikan akan sangat membantu keamanan di sekolah terutama keamanan peserta didik, dan warga sekolah. Selama ini Satpol PP hanya dimanfaatkan oleh patroli Pengawas Sekolah untuk menemani para pengawas dalam patroli peserta didik yang berkeliaran dalam Kota Kendari pada saat jam pelajaran berlangsung. Peran Satpol PP yang selama ini belum terekspos oleh peserta didik akan semakin dipahami bahwa peran Satpol PP bukan hanya menjaga Aparatus Sipil Negara (ASN) tetapi berperan pula bagi kenyamanan lembaga pendidikan yang akan melahirkan generasi sukses bangsa Indonesia di masa kini, maupun masa depan.

Uraian di atas, telah menunjukkan betapa dilematisnya guru dalam menjalankan tugas. Disatu sisi guru ingin melakukan tugasnya dengan profesional di sisi yang lain guru mulai hidup dalam keraguan untuk membina peserta didiknya akibat tindakan main hakim sendiri beberapa oknum yang belakangan ini sering terjadi. Mulai dari kasus bapak guru Dasrul sampai Kepala Sekolah di Lolak Sulawesi Utara telah membawa suatu nuansa keprihatinan seluruh guru Indonesia. Keprihatinan ini merebak sampai keseluruh pelosok tanah air melalui wadah organisasi menyerukan agar Undang-Undang Perlindungan Guru segera diterbitkan. Keberadaan Undang-Undang Perlindungan Anak yang dilahirkan di negara kita seakan biang kerok munculnya aksi peserta didik melakukan kekerasan kepada gurunya atau para pendidik. Bahkan disinyalir Undang-Undang ini yang menjadi acuan orang tua untuk menghakimi guru karena tidak terima terhadap tindakan pembinaan yang diberikan kepada anaknya.

Keberadaan Undang-Undang Perlindungan Guru sudah harus disiapkan pemerintah apalagi Permendikbud nomor 10 tahun 2017 tentang Perlindungan Pendidik dan Tenaga Kependidikan sudah diterbitkan. Permendikbud ini menyahuti Undang-Undang Guru dan Dosen nomor 14 tahun 2015 pasal 39 ayat 3. Pada Undang-Undang yang ada dan Permendikbuk tersebut sudah jelas uraiannya bagaimana guru dilindungi agar dapat menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya.

Tindak kriminal yang telah menimpa para guru telah menjadi pelajaran berharga dan menyebabkan trauma pada para guru. Trauma menyebabkan muncul apatisme terhadap perilaku anak didiknya, apapun yang dilakukan oleh anak didiknya hanya dipantau muncul sikap enggan menegur takut nanti anak didiknya tersinggung lalau kejadian seperti yang disiarkan media televisi atau yang ditulis media on line dan cetak. Ini tidak boleh terus terjadi karena hal ini akan merugikan bangsa kita. Bangsa ini memiliki cita-cita besar, memiliki harapan besar dan pintu pengetahuan utama anak-anak bangsa ini adalah ditangan para guru.

Salah satu solusi yang bisa diterapkan untuk mengatasi dilema guru adalah segera dibuatkan aplikasi e-profil peserta didik yang dapat diakses oleh pihak sekolah, dan orang tua sehingga terjadi sinkronisasi data setiap sekolah. Aplikasi e-profil harus diisi dengan sebenar-benarnya oleh pihak sekolah sehingga benar-benar terekam profil perilaku peserta didik tersebut selama menempuh pendidikan di sekolahnya. Aplikasi e-profil bukan hanya berisi profil negatif tetapi profil positifpun seperti prestasi peserta didik harus terekam semua. Pada ini bahwa e-profil peserta didik dibuat agar ada sinergitas data antarsekolah sehingga memudahkan melacak anak didik yang perlu diperbaiki mentalitasnya agar masa depannya terjamin sehingga tidak salah bila sekolahpun melakukan proyek rehabilitasi mental peserta didik. Bukankah ini juga sebuah keberuntungan sekolah karena berhasil melakukan perbaikan sikap (attitude) anak didiknya?

Pada akhirnya keberhasilan, keamanan, dan kenyamanan sekolah sebetulnya tergantung dari langkah antisipatif sekolah, dan tahap-tahap preventif yang dilakukan sekolah. Bila menilik penjelasan di atas, maka dapat ditarik benang merah penjelasnya bahwa untuk mengatasi dilema guru adalah sebagai berikut:

1. Sekolah akan mampu antisipasi dan preventif terhadap tindak kriminal kepada peserta didik ataupun kepada pendidik dan tenaga kependidikan apabila sekolah telah mengantongi e-profil peserta didiknya.

2. Sekolah dan warganya akan aman dari semua perilaku kriminal apabila sekolah sejak awal memiliki data valid tentang attitude peserta didiknya, maka e-profil peserta didik solusinya.

3. Sekolah dan warganya akan aman apabila mendapat bantuan keamanan dari Pemerintah Daerah. Seandainya Satpol PP diberikan kepercayaan ke sekolah untuk membantu para Satpam dalam mengamankan sekolah sehingga kondusifitas sekolah akan menjadi kenyataan. Tidak bisa dipungkiri bahwa kondisi psikologi masyarakat sangat mengharapkan agar anak-anak mereka nyaman bersekolah dan mereka nyaman bekerja atau mencari nafkah untuk masa depan anak-anak mereka.

 

  • Bagikan