Festival Tari Tradisional Sultra, Kekuatan Budaya dan Modernisasi

  • Bagikan
Tari Linda asal Kabupaten Muna dipementasan Festival Tari Tradisional yang digagas oleh LIPPOS Sultra. (Foto: Hasrul Tamrin/SULTRAKINI.COM)
Tari Linda asal Kabupaten Muna dipementasan Festival Tari Tradisional yang digagas oleh LIPPOS Sultra. (Foto: Hasrul Tamrin/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Lembaga Penelitian Pengembangan Pendidikan dan Sosial (LIPPOS) bekerjasama dengan Lastra UHO menggelar panggung pergelaran apresiasi seni dan tarian tradisional suku-suku lokal di Sulawesi Tenggara (Sultra). Lima tarian dari Sultra pun dipentaskan dalam acara yang bertajuk festival tari tradisional, Minggu (29/4/2018).

Iringan gendang menghidupkan nuansa pentas Tari Mondotambe, Tari Modinggu, Tari Lumense, Tari Linda, dan Tari Kenta-kenta.

Ketua Panitia sekaligus pendiri LIPPOS Sultra, Laode Taalami mengatakan kegiatan tersebut lahir dari animo masyarakat, khususnya anak muda untuk menghidupkan kebudayaan lokal yang dianggapnya kurang diperhatikan sejumlah pihak.

“Waktu itu timbul ide untuk mencoba mengusulkan di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, bidang kesenian, Alhamdulilah disahuti sehingga terselenggara kegiatan, ini suatu hal yang luar biasa,” ucap Laode Taalami.

Gerakan tarian, lanjutnya, menyimpan makna akan nilai moral, kesatuan, kebhinekaan sehingga perlu dibudayakan dan dilestarikan dari generasi ke generasi.

“Tujuan kita agar lebih menggiatkan generasi muda dalam merevitalisasi kebudayaan lokal daerahnya masing-masing. Jika seluruh etnis suku di Sultra ini bisa mengemas kebudayaannya sebagai sesuatu yang menarik, mungkin penghasilan atau pendapatan suatu daerah dari bidang pariwisata bisa tinggi sama dengan pertambangan,” tambahnya.

Menurutnya, era modernisasi membawa pengaruh besar dalam kehidupan, tak terkecuali pengaruh negatif yang memungkinkan menggeser kearifan lokal utamanya di Sultra. Budaya adalah jati diri suatu daerah.

“Sebagai warga negara kita bisa saja berpandangan global, tapi jangan juga kita melupakan budaya lokal sebagai jati diri, bagaimana kita berpandangan maju, tapi kita melupakan budaya lokal, lebih bagus ketika keduanya bisa dikombinasikan sehingga punya nilai lebih,” ucapnya.

 

Laporan: Hasrul Tamrin

  • Bagikan